Bagaimana cara membuat seseorang menyukaimu?
Aku berjinjit mengambil buku pada rak paling atas. Seseorang menempatkan buku itu tidak sesuai nomor bukunya. Sebagai seseorang yang bertugas beres-beres perpustakaan, aku harus mengembalikannya. Jariku gemetaran di atas seperti sedang sakit tremor, itu karena aku memaksa seluruh tubuhku meninggi dalam sekejap, ujung jariku sesenti lagi hampir menyentuh punggung bukunya.
Belum sampai kugapai, seseorang menggenggam buku itu lebih dulu. Dia berdiri di belakangku. Badannya menyentuh punggungku. Hangat. Aroma tubuhnya samar-samar tercium, seperti sabun wangi citrus yang kukenal.
Sinar matahari terang yang tembus dari kaca jendela, memancar mukanya. Aku tidak bisa melihat wajahnya dari sudutku. Yang dapat kulihat adalah dagu perseginya yang terangkat, lehernya yang jenjang, dan jakunnya yang bergerak naik turun ketika menelan ludah. Tidak ada yang spesial dari tonjolan tulang rawan pada leher, kecuali saat itu aku menganggapnya seksi. Tuhan memberi kecacatan pada leher pria untuk mengeluarkan pesonanya.
Momen ini seperti suatu adegan klise yang dicomot ke luar dari drama romantis. Saat-saat ketika pemeran utama jatuh hati pada pria random yang membantunya mengambilkan buku yang terlalu jauh untuk ia gapai. Kadang-kadang, perhatian terkecillah yang membuat hati seseorang tergetar.
'Oh, dia lebih mengerti apa yang aku butuhkan, dibanding memberi bunga yang tidak ada manfaatnya untuk tubuhku. Aku bahkan tidak makan bunga,' perasaan seperti itu. Jantungku berdebar cepat, seperti seorang ahli medis membelah rongga dadaku dan meremas jantungku.
Ia menurunkan pandangan, membuat mata kami bertemu.
"Ini bukumu." Ia menyodorkan buku itu, mengumbar senyum ramah padaku. Tangannya yang dipenuhi bulu-bulu halus, mengelus rambut kecoklatannya yang tertata kaku berdiri karena gel. "Kukira perpustakaan sedang menanam bunga mawar, ternyata wangi bunga yang aku cium berasal darimu."
Dan, debaranku berakhir sia-sia. Orang ini bukan Dirga.
"Hai, namaku Mark." Dia menyodorkan sebelah tangannya. "Kutebak namamu. Kamu pasti ...," ia menyipit genit, "... Mawar, kan?"
Kuakui nama Nola tidak bagus-bagus amat, tapi itu lebih baik dari nama samaran tukang bakso yang menyuntikkan boraks ke dagangannya, yang biasa dipakai di acara TV. 'Mawar', katanya.
Kurampas buku di tangannya dengan cara yang jauh dari kata halus. Menghindari tangannya yang disodorkan minta dijabat karena jari-jariku menekuk keriting dan sedang menahan mual. Ucapan chessy barusan terngiang-ngiang di kepalaku.
"Kayaknya Kakak salah orang, deh. Di sini juga nggak nanam mawar, adanya bau debu," kataku, sengaja bernada sinis.
Aroma lemon dan rose honey yang terlalu semerbak, mendadak membobol masuk. Menyerang hidungku, dan menyentrum setiap indraku hingga tanpa sadar aku menahan napas dan melompat dua langkah mundur.
"Kamu nggak apa-apa?" Matanya selebar ikan mas koi itu melebar khawatir.
Aku menggeleng, menahan napas dalam-dalam, sebelum melempar bukuku ke meja dorong dan berlari secepat pelari sprint ke lorong sebelah.
Kulepas jepitan jari di hidungku ketika berada di lorong lain. Menarik napas banyak-banyak, membersihkan paru-paruku dari wangi parfum citrus-floral menyengat tadi. Cowok itu pasti merendam dirinya di kolam parfum selama berhari-hari, baunya seperti itu. Bisa-bisanya aku menyamakan pipet parfum cheesy itu dengan Dirga.
Kutatap diriku di cermin lipat bulat yang kubawa, menghapus lipstik di bibirku yang terlalu merah, juga pipiku yang terasa berminyak karena foundation. Melepas lipatan pada mulut rok di pinggangku yang tidak nyaman, membuat rokku kependekan dan kakiku dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
This is Not A Good Love Story [COMPLETED]
Teen Fiction🌸 Wattys Winner 2021 kategori "Young Adult" 🌸 Cerita pilihan @WattpadYoungAdultID Juni 2022 Dalam kisah Romeo dan Juliet, kita diajarkan bahwa cinta butuh pengorbanan. Dalam kisah The Notebook, cinta diibaratkan sebuah rumah, walau berkali-kali me...