20. A Night to Remember

2.5K 552 11
                                    

Sebelum Maya pacaran, kami-aku, Maya, dan Dirga-hampir tiap minggu pergi jalan bersama. Kami punya kesamaan soal kebiasaan menjelajah kuliner. Penyetan di warung Cak Muk, nasi pecel Madiun, ayam goreng KFC, rawon, sate dan gulai, bakso, dan Amazone. Tidak, bukan Amazone, tepatnya main Dance Dance Revolution.

"Nari-nari nggak jelas. Mainan kayak gitu buat cewek. Cowok ke Amazone harus main tembak-tembakkan atau basket," ejek Dirga waktu pertama kali kami mengajaknya main DDR. Dengan rendah hati, kami menarik cowok itu ke atas karpet dance. Sialnya, sekali coba, keahlian tersembunyinya malah tampak. Dia mahir, dan akhirnya malah ketagihan. Hampir tiap sepulang sekolah kami ke sana.

Setelah Maya pacaran, jadwal keluar bersama berkurang jadi sekali sebulan. Hanya pada hari-hari terbosan dan untuk merayakan acara penting. Hari-hari terbosan itu kerap kali datang saat jadwal kami bertabrakan.

"Sorry, ya. Adik Kak Rangga hari ini ulang tahun", atau penolakan yang lebih tegas, "Skip hari ini. Butuh quality time sama Kak Rangga", balas Maya pada setiap kesempatan aku mengajak keluar lewat chat grup. Dirga yang ada dalam grup menyanggupinya beberapa kali. Kami akan makan restoran ayam atau warung bakso terdekat lalu pulang sebelum jam makan malam.

Karena itu harusnya tidak aneh buatku jalan berdua dengan Dirga di mal pada malam ini.

"Ada pameran di atrium bawah. Mau ke sana?" tanya Dirga disela proses pemusnahan ayam karage dalam mulutnya.

Setelah selesai menonton, kami bermaksud langsung ke restoran barat yang ia maksud, tapi aku mengeluh perutku terlalu kenyang kalau makan berat jadi kami menundanya dan memutari mal sambil melihat-lihat. Satu yang kulupa. Mal di malam minggu adalah masanya para pasangan keluar dari sarangnya.

"Boleh," jawabku sekenanya. Ekor mataku mengikuti sepasang kekasih lewat, sedang bersenda gurau sambil tangan si cowok memeluk mesra leher ceweknya. Lalu, membandingkannya denganku dan Dirga yang jalan jauh-jauhan.

Kami sudah biasa keluar berdua. Tapi hari ini berbeda. Aku, Nola yang berbeda. Dia, Dirga yang berbeda. Kami teman kencan dalam tanda kutip.

Dirga mendadak menghentikan langkah, mendesah kasar. "Kalau kamu jengkel ditinggal Mark, jangan balas ke aku."

Langkahku ikut terhenti, menoleh padanya dengan kedip-kedip bingung. Kami barusan bicara apa sampai tiba-tiba dia merengek? Tunggu ..., seorang Dirga merengek? Ini hal baru.

"Daritadi kamu menjawab 'boleh', 'iya' buat semuanya. Apa kamu mesin penjawab otomatis? Kenapa bicaramu nggak pernah lebih dari tiga kata?"

"Ah. Maaf." Aku menyengir bersalah.

Dia mendesah lagi, kali ini lebih sabar. "Aku tahu kamu kecewa kencan pertamamu batal. Itu di luar rencanamu. Makanya sebagai gantinya aku di sini sebagai teman kencanmu."

Aku menunjuknya. "Kamu? Teman kencan?"

"Iya." Dia menunjuk ruang antar kami. "Ini kencan. Kamu sudah dandan cantik buat kencan hari ini, juga pasti mengantisipasi banyak hal, sayang sekali kalau kita pulang begitu saja." Di matanya, aku masih kelihatan tidak betul-betul paham, jadi dia mempersingkatnya, "Aku memperbolehkanmu menggunakanku jadi teman kencan penggantimu. Cuma untuk hari ini."

Daripada terharu pada tawaran Dirga yang betul-betul di luar sangkaanku, aku tersenyum saat dia mengatakan kalau aku 'berdandan cantik'. Jadi ini alasan mengapa orang-orang tampil cantik saat kencan.

"Aku nggak tahu kamu orangnya sangat perhatian." Aku pura-pura terpukau karena tahu dia suka disanjung.

Dia membuang mukanya malu-malu. "Aku tahu cara memperlakukan wanita," balasnya. Berpikir sejenak sambil mengangguk-angguk. "Juga, lebih cakep dari Mark. Astaga. Kamu beruntung sekali."

This is Not A Good Love Story [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang