(Dirga)
****
Selesai nonton, Nola terus-terusan menarikku ke berbagai tempat, pameran di atrium, berfoto dengan figur kardus pocong, main di Amazone, dan jalan-jalan di sekitar Sunrise Plaza. Sepanjang waktu, Nola selalu riang dan sesekali tertawa lepas. Walau kami hanya pura-pura kencan, aku lega dia tidak murung.
Selesai menukar uang dengan koin untuk melanjutkan main Walking Death, kuhampiri Nola yang duduk di kursi depan mesin capit boneka. Memandang sepasang kekasih yang baru saja menangkap boneka kelinci. Aku menanyakannya, apa dia mau main game itu. Nola menolak dan bilang dia hanya sedang melamun.
"Kamu lihat cowok itu memberikan hadiah boneka ke pacarnya? Cewek itu kelihatan senang sekali menerimanya," katanya, menunjuk sepasang kekasih tadi berpegangan tangan keluar dari game center. Si cewek memeluk boneka kelinci.
"Kamu yakin dia benar-benar senang? Rasanya dia cuma pura-pura. Kalau aku jadi pacarnya, aku akan memberikannya hadiah yang lebih berguna. Dapat barang kayak gitu paling cuma menuh-menuhin lemari."
"Jangan berpikir sekejam itulah. Ada banyak juga orang berpikiran berbeda. Berpikir apakah mereka akan menggunakan hadiah itu atau nggak, memang menunjukkan perhatian, tapi coba bayangkan, kalau suatu saat kamu tahu tisu toilet pacarmu habis dan kamu memberinya sekotak tisue toilet? Menurutmu itu akan membuatnya senang?"
"Itu skenario yang buruk, tapi apa salahnya?"
"Salahlah, itu nggak romantis sama sekali!" sergahnya. "Aku memang suka diberi sesuatu yang bisa dinikmati, tapi ada kalanya wanita ingin mendapat hadiah yang indah dan nggak berguna di hari-hari spesial. Seperti boneka, bunga, cokelat, atau semacamnya. Bukan semata-mata karena mereka materialistis, tapi karena barang itu menyentuh sisi kewanitaannya. Mendapat barang indah yang tidak berguna akan membuatnya merasa kalau ia bukan cuma manusia yang punya kebutuhan tapi juga seorang wanita yang menyukai keindahan."
"Aku mengerti, tapi juga nggak mengerti. Wanita-wanita yang kutahu lebih suka makanan atau uang, daripada keindahan."
"Kamu menyindirku, ya?" Nola menyipit tajam padaku.
Aku tertawa kecil. "Kalau kamu, kamu lebih suka diberi apa? Boneka? Bunga? Atau malah barang bermerek? Aku nggak punya banyak uang, tapi karena ini kencan pertamamu, kupertimbangkan, deh."
Nola sejenak berpikir. "Bunga," jawabnya. "Aku rasa mendapat bunga lebih bermakna. Aku mungkin nggak akan mengingat aroma atau penampakannya secantik apa, tapi aku pasti akan mengingat arti pemberiannya. Setiap bunga punya arti masing-masing. Bunga mawar merah mengartikan cinta, bunga lily melambangkan kesucian. Manapun bunganya, mereka akan mengatakan isi hati si pemberi. Baik yang terucapkan atau nggak sanggup terucap. Ajaib sekali, kan?"
"Simbolis dan sebagainya." Aku menghela napas. "Ya sudah, nanti kubelikan bunga plastik di depan. Kayaknya ada toko bunga. Tapi makan malam kamu yang traktir ya, harga bunga pasti mahal."
"Kalau kayak gitu, mending aku ditraktir makanan daripada bunga!"
Akhirnya, aku membelikannya gantungan kunci pocong dan kuntilanak. Kami makan di Mc Donald's. Dia sempat protes telah dibodohi karena restoran yang kumaksud adalah restoran siap saji, lalu menyantap burgernya nikmat. Kami mengobrol banyak, tertawa banyak, makan banyak. Hari itu berjalan menyenangkan. Aku kelaparan, jadi aku pergi memesan paket ayam lagi. Saat tidak sengaja kulihat papa dan pacar barunya berdiri di barisan antrian kasir paling belakang.
Aku selalu membenci papa, tapi kali itu aku benar-benar merasa dikhianati. Dia bisa berpikir mau bahagia setelah apa yang ia lakukan pada mama, bahkan setelah beliau meninggal? Cukup pindah ke Mojokerto saja aku berbesar hati, yang ini sudah kelewatan. Dia nggak berhak bahagia. Begitu juga aku. Kami adalah orang-orang yang tidak membuat mama tenang hidup di dunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
This is Not A Good Love Story [COMPLETED]
Teen Fiction🌸 Wattys Winner 2021 kategori "Young Adult" 🌸 Cerita pilihan @WattpadYoungAdultID Juni 2022 Dalam kisah Romeo dan Juliet, kita diajarkan bahwa cinta butuh pengorbanan. Dalam kisah The Notebook, cinta diibaratkan sebuah rumah, walau berkali-kali me...