"Kita kumpul tanggal 25 di basemen rumahku, seperti lima tahun lalu. Sampai saat itu, Secret Santa harus merahasiakan dirinya. Di hari H, sang penerima kado harus menebak identitas si pemberi. Untuk budget hadiahnya bebas, yang penting bukan benda sekali pakai." Maya membereskan pulpen dan kertas-kertas di meja dan memasukkannya ke gelas plastik. "Sampai sini ada pertanyaan?"
Fabio menggiring sepiring mie instan dari nampan meja sebelah kepada bagian meja Kak Nara. Kak Nara duduk melantai bersama kami.
"Apa ada hadiah kalau berhasil menebak?" tanya Fabio.
Maya menerima piringnya, berpikir sambil mengangkat mie memakai garpu dan uap panas mengudara. Samar-samar tercium bau micin dan kecap yang sedap.
"Gimana kalau yang berhasil menebak akan diberi uang?" usul Maya.
"Kesannya terlalu serius kalau pakai uang. Kita kan bukan sedang main judi."
"Aku kurang setuju sama pendapat Fabio, soalnya aku suka uang. Tapi karena ini buat seru-seruan gimana kalau hadiahnya seperti menuruti perintah si pemberi atau diberi hukuman konyol kayak menggambar nama pemberi dengan pantat?"
"Setuju!" sahut Fabio kekencengan. Kak Nara sampai menyumpal telinganya dengan tangan dan menyipit risih. Fabio terlalu bersemangat hari ini.
"Gimana?" tanya Kak Nara, sekali lagi.
Maya mengusap bawah dagunya dan berucap, "Boleh juga idenya. Oke, jadi ...," dia mengambil ponsel dan mengetik cepat, "hukuman : menggambar nama pemberi dengan pantat."
"Tambahkan juga 'menuruti perintah si pemberi'," tambah Fabio.
"'Menuruti perintah si pemberi'." Maya terkikik sambil mengetik. "Aku punya banyak ide lucu buat jadi hukuman, bisa menelepon kepala sekolah bilang kepalanya menyala hari ini seterang lampu taman atau menyebarkan foto jelek di instagram dan mendiamkannya selama sehari penuh?"
"Sial sekali orang yang mendapat Secret Santa-nya dia."
Fabio menyeletuk dengan mata berbinar menatap Kak Nara, "Orang yang jadi Secret Santa-ku pasti akan sangat bahagia."
Kesepakatan tentang peraturan Secret Santa masih diperdebatkan di meja dan belum menemukan titik temu. Kuteguk air mineral dan mulai menyendok mie, tidak sengaja melirik tempat kosong di sebelahku. Itu punya Dirga dan Fabiola. Fabiola pergi toilet dan belum kembali. Dirga ke dapur, dipanggil mama membagikan toples-toples kue ke tetangga sebagai hadiah natal.
"Banyak mulut-mulut yang bisa dikasih kue," kata mama saat aku mengeluh melihat empat tray keping cokelat yang baru keluar dari pemanggangan. Jumlahnya tidak sanggup ditampung lambungku atau lambung kakak dan papa. Belakangan ini mama sering memasak dalam jumlah besar. Itu bukan karena mama dermawan. Aku tahu mama suka memanggang kue kalau sedang stress.
Sumber stress barunya adalah kakaknya mama, Tante Farah. Sejak Tante Farah pulang dari rumah sakit, beliau menginap di rumah kami. Dulunya, aku senang tiap dia datang menginap karena Tante Farah sering membelaku di depan mama. Sekarang, entah mengapa Tante jadi sangat suka mengomel. Soal rasa masakan, letak meja di ruangan-atau tentang semuanya. Aku menganggap itu efek samping obat atau karena pekerjaan menjahitnya berkurang jadi dia mudah bosan.
Hari ini, Tante Farah mengunjungi rumah Tante Firda, jadi rumah lebih tenang.
Kususuri lorong rumah, ke arah toilet. Cemas pada Fabiola yang tak kunjung datang. Toilet ada di ujung lorong dan rumah kami hanya berlantai dua. Ini terlalu mudah untuk tersesat.
Aku mendengar bunyi kelontang dan laci-laci dibuka dari arah dapur, percakapan riuh rendah menyelinginya. Kukira mama, jadi aku mengintip sekilas. Namun, yang kulihat adalah Dirga tengah mengambilkan suatu barang di rak paling atas untuk Fabiola. Posisi mereka sama-sama membelakangiku. Fabiola berdiri di depan Dirga, terhimpit meja batu tempat kompor gas dan tubuh Dirga. Jaraknya hanya sepanjang gapaian tangan, Fabiola bisa memeluk pinggang Dirga kalau dia mau. Untungnya, itu tidak terjadi. Wanita itu hanya berdiri di sana, mendongak di bawah dagu lancip cowok itu, dan terpana.
KAMU SEDANG MEMBACA
This is Not A Good Love Story [COMPLETED]
Teen Fiction🌸 Wattys Winner 2021 kategori "Young Adult" 🌸 Cerita pilihan @WattpadYoungAdultID Juni 2022 Dalam kisah Romeo dan Juliet, kita diajarkan bahwa cinta butuh pengorbanan. Dalam kisah The Notebook, cinta diibaratkan sebuah rumah, walau berkali-kali me...