Tidak membutuhkan waktu yang lama mereka berempat sudah sampai di depan rumah bertingkat 5 itu. Walaupun Bara orang berduit tetapi dia tidak sombong, kata yang selalu dia bawa ketika orang-orang menilai nya buruk adalah ini.
" Dunia dan uang itu tidak akan dibawa sampai mati, hanya bekal sholat, mengaji serta sedekah lah yang dibawa saat kita mati. Jadi jangan serakah menggunakan kenikmatan sementara itu. "
"Kamar kamu disamping kamar Gino yah, dilantai 3." Ucap Bara mengambil koper mereka.
"Iya Pah." Jawab Leona.
Hanya membutuhkan waktu 15 menit Leona membereskan semua pakaian nya kedalam lemari. Leona turun kebawah untuk bersantai bersama mereka bertiga yang sudah duduk anteng di depan tv.
"Leona kamu mau nggak pindah sekolah?" Tanya Bara.
"Tapi. . . . Leona masih mau sekolah yang lama." Jawab Leona Ragu-ragu.
"Ona, sekolah yang lama kan itu jauh dari sini sayang. Mending kamu pindah sekolah aja yah? Mumpung masih kelas 11 belum 12." Ucap Zelil memberi pengertian pada putrinya.
"Emm gimana yah." Resah Leona.
"Kamu tenang aja, nanti papah daftarkan kamu di sekolah yang sama kaya Gino mau?" Tawaran Bara membuat Dahi Gino mengerut.
"Apa, bareng Gino? Nggak mau!" Ketus Gino.
"Idihh gue juga ogah sama lo kali." Ucap Leona tak kalah ketusnya.
"Jadi gimana Ona, kamu masih mau sekolah kaya biasanya?" Tanya Bara.
"Iya."
"Tapi kamu harus bangun pagi loh yah, kan jarak dari rumah ini sampai sekolah butuh 2jam lebih." Jelas Zelil yang tidak yakin kalau Leona mau bangun pagi.
"Beneran Bun?!" Kaget Leona.
"Iyalah bener masa boong." Sahut Zelil.
"Gue kan nggak bisa bangun pagi, tapi kalo satu sekolah sama cowok mesum ini bisa hancur semua." Batin Leona bimbang.
"Iya deh Ona mau."
"Mau apa?"tanya Bara memastikan.
"Mau pindah sekolah." Jawab Leona membuat Zelil dan Bara bernapas lega, akhiranya bisa membujuk Leona juga.
"Nanti Senin kamu mulai berangkat ya Na, sama Gino juga." Ujar Bara, karena hari ini adalah hari Sabtu. Jadi harus mengumpulkan biodata serta surat perpindahan sekolah.
"Papah apa-apaan si, Gino nggak mau berangkat bareng dia!" Pungkas Gino menatap Papah nya jengah.
"Kamu itu, Ona itu adik kamu juga No." Timpal Bara.
"Tenang, gue nggak akan berangkat bareng lo kok." Ujar Leona mengacungkan ibu jarinya.
Zelil yang mendengar nya merasa aneh. " Terus Ona berangkat nya pake apa?"
"Ona pake angkot!" Ucap Leona semangat 45.
"Yaudah terserah kamu aja, yang penting kamu senang." Ujar Zelil.
"Ona mau masuk ke kamar dulu yah Bun, Pah." Pamit Leona.
"Iya." Jawab mereka bersama.
Leona berjalan santai menuju tangga yang menghubungkan dengan kamar Leona. Sesampainya didalam kamar Leona berbaring dikasur lantai berwarna hitam berbulu yang sudah disediakan. Tangan kanan nya menggapai foto Andrew Fahreezan Lois, pada saat Leona wisuda TK. Disana ada foto Leona, Andre dan, Zelil sedang tersenyum bahagia.
Andre memakai seragam Polisi sedangkan Leona dan Zelil memakai kebaya berwarna Biru Navy.
Air mata Leona luruh seketika mengingat kematian ayahnha yang menurutnya sadis, para berandalan itu yang membuat ayahnya Meninggal.
Leona mengusap wajah Ayahnya sendu, dia ingin seperti ayahnya menjadi polisi tapi mengingat ayahnya yang tewas saat bertugas membuat Leona harus mengubur semua cita-citanya.
Leona ingat saat berumur 7 tahun tepatnya saat Leona masuk SD kelas 2, dia dan ayahnya sedang bermain di taman yang berada di komplek nya.
Flashback On.
Ayah dan anak perempuan itu sedang bermain di taman, dia Andre dan Leona.
"Sayang jangan lari-lari ntar jatuh!" Nasehat Andre melihat Leona yang berlari mengejar bola yang Andre tendang tadi.
" Iya Ayah. . ."jawab Leona mengambil bola itu dan kembali duduk dirumput, disamping Andre.
Dahi Leona mengerut melihat bintang 3 yang ada di seragam ayahnya. "Ayah, ini apa?"
"Itu bintang Ona."
"Berarti semua polisi punya bintang dong." Sahut Leona mengambil bintang diseragam Ayahnya.
"Nggak semua Na." Jawab Andre.
"Kalo Ona mau jadi polisi boleh nggak Yah?" Tanya Leona.
"Boleh dong, nanti kalo Ona udah besar baru Ona boleh jadi polisi yang hebat." Seru Andre mengelus kepala Leona dengan sayang.
"Yeayy!! Ona jadi polisi." Girang Leona berdiri dari duduknya dan melompat-lompat.
Flashback Off.
"Kenapa ayah ninggalin Ona sama bunda?" Tanya Leona memandang lurus kedepan.
"Ayah tau nggak? Ona sedih banget waktu liat badan ayah banyak darahnya. Ona pikir itu cuma kejutan buat ulang tahun Ona, Ona pikir ayah cuma sandiwara ehh tapi itu beneran." Leona tersenyum getir mengingat semua nya tentang Andre.
"Gue juga pernah ngerasain kehilangan orang tersayang." Timpal Gino sedari tadi melihat Leona menangis.
"Lo nggak akan pernah ngerasain kehilangan seorang Ayah No." Sangkal Leona tanpa menatap wajah Gino.
"Lo juga nggak akan pernah ngerasain kehilangan ibu Na." Kekeh Gino menyender kan badan nya pada pintu.
Leona mengalihkan pandangan nya pada Gino yang sedang menutup matanya. "Kita sama, sama-sama kehilangan orang yang kita sayang."
Gino hanya menganggukkan kepalanya tanda menyetujui ucapan Leona, memang benar Gino juga merasa sedih dan tertekan atas kematian Ibu nya.
"Lo ngapain si disini, sono keluar!" Usir Leona mengibaskan tangan nya.
"Terserah gue lah, orang ini rumah gue." Jawab Gino santai, dia belum tau saja kalau Leona sudah berada di depan nya.
"Ayo keluar, gue mau tidur!" Ujar Leona mendorong tubuh kekar Gino.
Tapi disaat yang tidak tepat, kaki Leona tersandung karpet alhasil mereka berdua jatuh bertumpuk.
Brukk!
•|| To be Continued ||•
Cerita ini aku tulis 500-1000 kata Okeyy?!
Emang cerita ini cerita yang menurutku tidak masuk akal wkwk.🐒Taulah, lagi mager buat ngetik jadinya sedikit. Maaf ya gaess!
See you Next Part!
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Sister!
Teen Fiction"Turutin apa mau gue atau gue perawanin lo sekarang juga!" -Gino "Ayo siapa takut!" -Leona *** -Kita dipisahkan oleh kenyataan dan keberadaan, namun disatukan karena sebuah kebenaran dan harapan. -We are separated because of reality and existence, b...