Sesuai dengan rencana nya, Arlan sudah rapi dengan setelan kaos serta celana Levis. Tak lupa mengoleskan pomed pada rambutnya, wangi maskulin menguar dari tubuh Arlan. Coklat dan bunga sudah berada di mobil, dengan senyum mengembang nya Arlan mengendarai mobil . Menikmati perjalanan pagi yang masih sejuk dan jalanan yang cukup ramai.
20menit Arlan sampai didepan rumah minimalis milik keluarga Evzen. Terlihat disana Calista sedang menyiram bunga sembari bersenandung ria, kadang pula matanya menyipit saat tetangga rumah nya menyapa.
"Assalamualaikum." Salam Arlan ketika sudah sampai di hadapan Calista.
Calista yang sedang menyiram lantas menengok dengan semangat nya, tetapi saat melihat siapa orang yang memberi salam wajah nya menjadi masam. "Wa'alaikumsallam."
Arlan yang melihat perubahan raut wajah Calista tersenyum kecut, dia tau Calista marah padanya. "Maaf Ta."
"Maaf? Lo bilang maaf ke gue? Atas dasar apa lo minta maaf?" Tanya Calista membuang muka.
"Soal tadi malem, gue.." Ucap Arlan ragu-ragu, gimana ini? Dia harus apa. Ini nih yang disebut muka cowok mental cewek.
"Apa?"
"Gue tadi malem nggak bisa datang karena gue kerumah sakit n--"
"Alea lagi?" Tanya Calista tersenyum masam.
Arlan mengangguk samar, matanya kembali menatap netra Calista yang memancarkan kekecewaan. "Iya, tadi malam Alea koma. Dan dia sekarang m-"
"Ternyata bener dugaan gue, sebenarnya pacar lo itu gue atau Alea?" Tanya Calista membuat Arlan membeku ditempat.
"Ta-"
"Selama gue pacaran sama lo, nggak pernah tuh lo perhatian atau pun apa. Setiap gue mau minta tolong antar pulang, atau pun jalan ke cafe. Pasti lo nggak bisa dan alasan pertama yang selalu gue denger itu Alea. Ada hubungan apa lo sama dia?"
"Sumpah Ta, gue sama Alea nggak ada hubungan apapun. Alea itu sahabat aku ta, dia lagi sakit dan butuh aku." Ucap Arlan mencoba menjelaskan, tapi yang namanya Calista nggak akan pernah percaya gitu aja karena sudah terlanjur kecewa.
"Oh ya? Terus dimana lo saat gue sakit? Saat gue kehilangan sosok ibu, dan butuh pelukan. Dimana? Nggak ada kan, gue nggak ngelarang lo sahabatan sama Alea tapi gue cuma pesen satu hal sama Lo." Ujar Calista menjeda kalimat nya, tangan nya mengusap bagian bawah mata yang sedikit berair.
"Cobalah, bedain yang namanya pacar sama sahabat. Lo nggak mikir gimana sakit hati gue waktu lo lebih perhatian sama Alea."
Arlan termenung sebentar, merutuki perbuatan dirinya sendiri yang mungkin sudah kelewatan. Mengabaikan perasaan Calista demi senyuman Alea, selama ini yang ada di pikiran nya hanya kondisi serta kesehatan Alea. Sungguh dia merasa bodoh sekarang.
"Gue tau gue salah, gue minta maaf Ta." Ujar Arlan mencoba memegang tangan Calista, belum sempat jari nya menyentuh kulit Calista. Tangan nya langsung dihempas begitu saja.
"Waktu malam gue nunggu lo sampai 3jam, sampai cafe tutup. Gue udah seneng banget waktu itu, berharap lo bisa datang dan rayain Anniv kita. Tapi ternyata gue halunya ketinggian haha."
Hati Arlan terasa tertohok oleh ucapan Calista, dia sendiri yang membuat janji tapi dia sendiri yang mengingkari. Apa masih pantas kalau dia mendapat maaf dari Calista?
"Sebenarnya tadi malam gue-"
"Kita putus!" Papar Calista mengembalikan cincin serta kalung pemberian Arlan dan langsung berlari kedalam rumah. Meninggalkan Arlan yang masih mematung ditempat.
Putus. Satu kata tapi beribu sakit, apa ini karma dari semua kelakuan nya selama ini? Calista gadis baik, tidak semestinya dia menyia-nyiakan Calista begitu saja. Semuanya sudah berakhir, ingin menjelaskan tetapi Calista tidak akan percaya.
Inilah akhir kisah cinta mereka berdua. Putus dengan cara menyakitkan dan rasa penyeselan.
Flashback Off.
Air mata Aqila terus saja mengalir deras saat mendengar semua penjelasan dari Arlan yang masih anteng ditempat duduk.
"Hiks, disini gue yang salah Lan. Seharusnya gue nanya baik-baik dan mau dengerin penjelasan lo, tapi--"
Arlan yang melihat Aqila menangis jadi tak tega langsung mendekap nya erat, menyalurkan rasa rindu yang dia pendam sendirian.
"Nggak usah minta maaf, gue cinta sama lo Ya dan gue mau lo jadi milik gue." Reflek Aqila melepas pelukan nya.
Balikan? Lalu bagaimana dengan Gino?
"Sebenarnya gue masih cinta sama lo, tapi gue nggak bisa karena gue-"
"Terima."
Ucapan nya terpotong saat seseorang muncul dari belakang mereka, dia Gino yang sedari tadi mendengar semua penjelasan serta tangisan mereka.
Hati nya berat mengiklaskan mereka bersatu, tapi dia juga tidak ingin menjadi penghalang dari cinta mereka. Mungkin bisa dibilang dia cuma pelampiasan Aqila, maka dari itu dia ingin mempersatukan mereka dan mencari cinta sejati nya sendiri.
"G-gino?"
"Iya Qila, gue udah denger semuanya. Gue harap lo jangan ulangi kesalahan lo yang dulu." Ucap Gino menepuk pundak Arlan beberapa kali, sedangkan Arlan hanya menatap Gino curiga.
"Iya makasih, bukan nya lo pacar nya Leona?" Akhirnya pertanyaan yang mengganjal hati Arlan keluar juga.
Aqila menatap bingung Gino dan Arlan bersamaan, Gino yang melihat Aqila kebingungan tersenyum.
"Gue bukan pacar nya tapi kakak tirinya Leona, waktu itu Leona ketakutan sama lo makanya dia minta bantuan sama gue."
Aqila bernapas lega mendengar nya, dia kira Gino selingkuh dibelakang nya ternyata tidak.
"Jaga baik-baik Qila ya." Pesan Gino sebelum pergi meninggalkan cafe, tak lupa juga membayar pesanan nya. Lebih baik gue ikhlas daripada dosa jadi penghalang cinta mereka.
"Qila? Sejak kapan nama lo ganti?" Tanya Arlan terkekeh.
"Sejak jaman baheula!" Jawab Aqila tertawa renyah melihat ekspresi Arlan yang cemberut.
"Hahaha, gue janji nggak akan nyakitin lo lagi. Terus sama gue ya Ta, jangan pernah bosen liat gue." Dengan santai nya Arlan memeluk Aqila dan dibalas tak kalah erat oleh sang empu.
"Iya, I love you. "
"I love you too."
TBC. 🌻
Dobel Up, seneng nggak?
Apa kabar?
Buat kalian yang bingung Calista tuh siapa itu sebenarnya Aqila. Nama nya dulu memang Calista tapi waktu masuk SMA dia pake nama samaran nggak tau gunanya apa.😭
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Sister!
Dla nastolatków"Turutin apa mau gue atau gue perawanin lo sekarang juga!" -Gino "Ayo siapa takut!" -Leona *** -Kita dipisahkan oleh kenyataan dan keberadaan, namun disatukan karena sebuah kebenaran dan harapan. -We are separated because of reality and existence, b...