Met sore epribadeh!
Siapa yang nungguin apdetan Senin, si Neng Keke dan Steven yang perfeksionis abis? Atau jangan-jangan, malah nungguin Rio?
Hehehe ... yang udah gak sabar, langsung deh cuss.
Oh, mau ngingetin, Pak Kapolres dan Mbak Debbie udah bisa mulai dipesan akhir Juni, yak. Kalo kalian mau ikutan PO, langsung deh hubungin olshop-olshop kesayangan kalian atau langsung ke id_dreamcatcher, ke akun Instagram mereka di @id.dreamcatcher.
For now, enjoy.
********"Gimana responsnya, Mbak Ke? Udah jawab, belum, Mas Steven?" tanya Ari sambil mengangkat-angkat alis, lucu.
Keke menggeleng. "Belum. Masih meeting kali, belum sempet baca," jawabnya sambil mengulum cokelat yang rasanya ... dia kembali memasukkan sebutir cokelat lagi.
Rasanya tidak mau berhenti.
Ari cengengesan melihat Keke tampak datar saja dan malah fokus pada cokelat lezat pemberian pria yang pastinya sedang senyum girang atau mungkin merasa menang karena jawaban puisinya. Dasar Keke, pasti dia tidak sadar seberapa dampak yang ditimbulkannya gara-gara puisi balasan itu.
Ari jadi berandai-andai, kalau kekasihnya yang mengirimkan cokelat plus kartu ucapannya yang romantis itu, pasti dia sudah melayang ke langit ke tujuh. Sayang rasanya kalau Keke yang menerima, karena cewek lempeng satu itu enggak nyambung. Membalas saja harus diajari.
"Aku penasaran, lho, Mbak Ke. Orangnya betulan cakep?" tanya Ari sambil menadahkan tangan dan langsung diberi cokelat oleh Keke.
Keke mengangguk. "Cakep banget! Kayak artis," jawabnya.
"Pasti orang kaya, ngirimnya aja cokelat mahal."
Keke mengangguk. "Kayaknya. Kelihatan penting juga."
"Wah, baik juga?"
Keke berpikir sejenak. "Enggak tahu kalau itu. Kayaknya ... orangnya sedikit resek, sih. Hal-hal kecil gitu diurusin."
"Maksudnya?"
Keke membatalkan niat memasukkan sepotong cokelat lagi ke mulutnya. Dia menerawang dan membayangkan selama beberapa saat sosok yang ditemuinya waktu itu.
"Buat cowok, dia tuh ribet. Disodorin es kelapa pas mau pingsan, yang ditanya higienis atau enggak. Sudah hampir jatuh, disuruh duduk di bola beton hampir nolak. Memangnya harus aku yang megangin, gitu? Sudah begitu, kalau dari cara ngomong, kayaknya dia dominan deh. Suka mutusin apa-apa sendiri."
Ari melongo. "Wah ... punya jiwa pemimpin, dong? Keren!"
Keke berdecak. "Keren, tapi serem." Dia memasukkan cokelat lagi ke mulutnya. "Kalau bisa sih, aku enggak kepengen deh urusan sama orang-orang ribet begitu."
Ari termangu sebelum kemudian tertawa geli. "Kalau Mbak Keke enggak pengen urusan sama orang-orang kayak gitu, ngapain jawab puisinya si Mas Steven pakai kalimat yang justru kayak ngajak gitu?" godanya.
Keke menatapnya. "Ngajak? Maksudnya?"
"Ya itu, why don't we try to find out? Itu kan kayak setuju diajak kenal lebih dekat?"
Keke termangu. "Lah ... itu bukannya cuma jawaban sopan aja, ya? Memang itu maksudnya setuju lebih kenal? Ah ... Ari, mah. Ngajarin sesat, nih!"
Tawa Ari pun berderai dan sambil mencuri dua potong cokelat dia pun kabur ke tempatnya, daripada jadi sasaran amuk Keke yang menggemaskan.
******
Keke mondar-mandir sambil bicara sendiri, dan sesekali memukul kepalanya. Dia merasa malu sekali karena telanjur mengirim balasan puisi itu ke Steven. Apa yang dipikirkan pria itu sekarang? Pasti dia menganggap Keke agresif. Ah!
KAMU SEDANG MEMBACA
A Simple Love
RomanceSteven Darmawan, pelaku ekonomi. Seorang pria sukses yang terlihat ramah dan karismatik meski sebetulnya arogan, perfeksionis, egois, dan sering merasa tidak nyaman dengan banyak hal, serta mencintai uang lebih dari apa pun. Dia tidak mengira akan j...