Yuhuu ... met pagi jelang siang.
Selamat Idul Adha buat mentemens yang merayakan. Semoga kalian bisa tetap bersemangat biarpun hari rayanya di tengah pandemi yah.
Buat menghibur kalian, Keke-Steven tayang yah. Buat cerita lain, uhm ... masih tersendat, tapi pasti apdet juga kok, ditunggu aja.
Buat pre-order Sang Penantang Badai, tunggu sebentar lagi. Maklum, masih PPKM, jadi semua terdampak. Sabar ya.
For now, enjoy.
******
Steven mengepalkan tangan untuk menahan emosi yang meluap-luap di dadanya. Perempuan ini pasti bernyali sangat besar sampai berani menelepon langsung, dan omong-omong ... dari mana dia mendapatkan nomor Steven?
"Pak Steven?" Suara Devara yang tanpa diduga ternyata cukup dominan, mengulang panggilannya.
Steven tersentak. Bibirnya mengulas senyum kejam. "Nona Devara? Saya yakin Anda ingin menjelaskan sesuatu?" ujarnya dengan nada manis tapi beracun.
"Tentu saja. Mana mungkin saya menelepon Anda tanpa alasan jelas," sahut Devara tenang. "Kalau Anda memberikan saya kesempatan, saya akan menjelaskan dengan sangat baik."
Steven mengerutkan kening. Wanita ini tidak terdengar takut ataupun malu-malu seperti seharusnya. Malah, suaranya terdengar begitu profesional. Hm ... apakah ada alasan kuat di balik tindakan Devara yang mungkin tidak seperti dugaannya?
Steven memutuskan, mungkin ada baiknya dia mendengarkan lebih dulu.
"Kalau begitu, silakan bicara."
Terdengar helaan napas di ujung sana. "Terima kasih. Sebelum Anda menyiapkan tuntutan hukum, saya akan mengakui satu hal lebih dulu, saat saya men-tag akun Anda, saya memang sedang menciptakan sebuah gosip. Saya yakin Anda sudah mengetahui maksud saya, kenapa saya sengaja melakukannya."
"Anda ingin menggiring opini media gosip kalau pria yang Anda maksud adalah saya."
"Tepat. Tapi, saya tidak sedang mencari perhatian Anda dengan cara seperti yang pastinya Anda duga."
Steven mengerutkan kening. "Teruskan."
Devara menghela napas lebih dulu. "Saat pertemuan saya dengan Anda, jelas Anda meragukan saya, entah apa yang jadi alasan Anda ragu, tapi yang pasti, Anda tidak memercayai saya mampu mendongkrak popularitas Lavender dengan image saya. Apakah saya benar?"
Steven melangkah mendekati jendela dan melihat keluar, ke arah jalan raya yang masih dipadati kendaraan. Otaknya yang cerdas dan memiliki kemampuan analitis tinggi mulai mampu meraba arah pembicaraan Devara.
"Saya tidak perlu mengonfirmasi asumsi Anda, silakan lanjutkan."
Devara tertawa kecil. "Anda benar, Anda tidak perlu mengonfirmasi, karena saya juga benar, Pak Steven. Tapi, Anda mengatakan pada saya untuk memberikan portofolio saya sebagai influencer, dan itu membuat saya berpikir kalau Anda menantang saya. Jadi, inilah portofolio saya. Anda boleh cek sebentar, apakah akun Anda mendapatkan penambahan follower dengan signifikan? Lalu, apakah ada kenaikan pada traffic Lavender? Beritahukan pada saya, apakah portofolio saya ini cukup menjanjikan? Bandingkan dengan influencer yang saat ini Anda sewa, siapa yang lebih berpengaruh? Anda pasti tahu jawabannya."
Steven termangu. Suara Devara terdengar penuh keyakinan dan sama sekali tidak terkesan norak seperti image yang ditampilkan saat terakhir bertemu. Wanita itu betul-betul tahu apa yang dilakukannya, dan Steven geram pada diri sendiri karena menerima logika yang disodorkan olehnya.
Secara otomatis tangannya bekerja, bahkan sebelum Devara selesai bicara, memeriksa akun media sosialnya dan melihat pertambahan pengikut dengan jumlah yang fantastis. Begitu juga grafik Lavender yang meningkat jauh melebihi hari pertama mereka menggandeng Tatia. Hm ... Devara ini hebat, tetapi cara yang dipakainya sangat kurang ajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Simple Love
RomanceSteven Darmawan, pelaku ekonomi. Seorang pria sukses yang terlihat ramah dan karismatik meski sebetulnya arogan, perfeksionis, egois, dan sering merasa tidak nyaman dengan banyak hal, serta mencintai uang lebih dari apa pun. Dia tidak mengira akan j...