Tiga Belas

16.3K 3K 128
                                    

Met malem epribadeh!

Ada yang kangen Steven-Keke? Cuss deh, eike apdet spesial buat kalian. Oh ... Buat kalian yang nunggu Sang Penantang Badai buka pre-order, hari ini sudah meluncur untuk vote covernya yah. Kalian bisa ikutan vote covernya di akun id_dreamcatcher biar eike dapet cover tercuco. For now, cekidot.

*******

Ada tiga orang pendiri perusahaan e-commerce Lavender, Steven selaku pemilik saham terbesar dan pemodal utama, Goni, seorang computer geek jenius yang membuat program Lavender, dan Hilman, teman Goni, seorang figur publik di Indonesia yang menangani administrasi dan dokumen pendirian Lavender di awal karena Steven sedang mengurus kewarganegaraannya. Steven selalu menganggap Goni berharga karena otak jeniusnya meski tingkah lakunya mirip orang linglung, tetapi Hilman ... sampai saat ini dia masih mencoba menemukan alasan kenapa mempertahankan pria penggila pesta dan juga --kemungkinan-- narkoba itu tetap ada di lingkaran perusahaan.

Steven tidak menyukai Hilman, karena pria itu serampangan, berpikir dirinya sangat penting, dan sering melempar guyonan jorok yang tidak disukainya. Caranya bersikap seolah-olah Steven sejajar dengannya dan peranan mereka dalam perusahaan sama, padahal, satu-satunya peran yang dia punya hanyalah di awal pembentukan Lavender. Selebihnya, dia hanya menikmati keuntungan dari saham miliknya tanpa berbuat apa-apa. Berbeda dengan Steven yang perfeksionis dan mengerjakan hampir semua hal.

Kalau bukan karena Goni yang bersahabat akrab dengannya, Steven pasti sudah menyingkirkan pria berengsek yang dikhawatirkan akan menimbulkan masalah itu. Seperti saat ini.

Hilman duduk sambil menumpangkan satu kaki, sementara lengannya merangkul bahu seorang wanita cantik. Senyum di bibirnya memuakkan, membuat Steven langsung bisa menduga apa yang dia inginkan. Namun, dengan ekspresi terjaga, Steven duduk di depannya.

"Kejutan ... kenapa tidak bilang mau datang ke kantor?" tanyanya, sambil hanya tersenyum tipis sekadar sopan santun pada wanita di sebelah Hilman. Dia memang tidak pernah tertarik untuk beramah tamah dengan perempuan-perempuan yang menurutnya kurang berkelas, kecuali, kalau diperlukan. Meski cantik, Steven langsung menilai perempuan itu tidak elegan. Caranya duduk saja membuat dia ingin memutar mata. Menunjukkan kelasnya, bodoh dan palsu. Dandanannya lebih parah, terlalu berlebihan sampai mirip topeng.

Dia mau tampil di panggung?

"Weleh ... memangnya gue harus bilang dulu kalau mau datang ke kantor sendiri?" Hilman balik bertanya, sengak.

Steven ingin mendengkus, tapi hanya tersenyum sinis. "Tidak, kalau datang ke kantor sendiri, tentu tidak perlu memberi tahu," sindirnya. Dia menyandarkan tubuhnya di jok dan memiringkan kepala. "Ada perlu apa? Laporan tahunan masih jauh, jadi sepertinya kamu tidak punya kepentingan hari ini."

Hilman menyadari sarkasme Steven tapi memutuskan itu bukan hal penting. "Oh, ini kenalin ... Devara. Dia selebgram yang lagi tenar dan banyak terima endorse. Follower-nya berjibun, gue rasa bagus buat promonya Lavender." Dengan kurang ajar dia menepuk paha perempuan yang disebut Devara, membuatnya berjengit tidak nyaman.

Steven melihat rasa tidak nyaman Devara dan menghela napas sebal. Tidak suka diperlakukan begitu, tapi diam saja. Kalau Keke yang ada di posisinya, pasti Hilman sudah habis dihajar. Oh ... kalau sekarang, mungkin hangus karena disetrum.

Meski sebal karena sikap Devara yang pasif, Steven tahu dia tidak boleh diam saja melihat pelecehan di depannya. Bisa timbul masalah di belakang nanti. Jadi, dengan gerakan yang sangat anggun dia sedikit membungkuk dan meraih tangan Hilman, menyingkirkannya dari paha Devara yang langsung terpana. Terpesona dengan tindakannya.

A Simple LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang