Sebelas

16.3K 3K 153
                                    

Mey malem epribadeh!

Adakah yang penasaran sama Keke-Steven? Apdet kedua minggu ini, ya.

Betewe, beneran udah nabung buat ikutan pre-order Sang Penantang Badai? Awas ketinggalan.

For now, enjoy.

*******

Steven masih berusia dua belas tahun saat dipaksa untuk hidup terpisah dengan sang ibu. Menelan kesedihan dan kesepian dalam diam, dia menerima kenyataan buruk lain, ayahnya menikah dengan wanita yang berasal dari kalangan sama, kaum old money. Tak lama, ibu tirinya hamil dan melahirkan seorang anak lain, Steven pun diasingkan agar tidak mengusik ketenangan keluarga baru sang ayah. Dia dikirim untuk tinggal di Amerika bersama kakeknya, tetapi melarikan diri di usia delapan belas tahun dan mulai menjalani kehidupan yang keras di jalan.

Untuk bertahan hidup, Steven melakukan beberapa pekerjaan sekaligus. Dia bekerja selama dua belas jam sehari, tidur paling lama empat jam, dan mengambil kursus malam di sebuah institusi lokal. Setiap kali ada beasiswa ditawarkan dia melakukan yang terbaik agar bisa mendapatkannya, dan akhirnya diterima di sebuah universitas ternama. Belum lulus, dia berhasil mendapatkan kesempatan magang di sebuah firma keuangan, dan dari situlah kesuksesannya mulai.

Namun, kehidupan keras yang dijalaninya membentuk karakter Steven menjadi seperti bunglon. Dia terlihat ramah dan mudah diraih, tetapi sebetulnya hatinya dibentengi oleh rasa tidak nyaman, arogansi, egoisme, dan kemarahan. Perasaan negatif yang disimpannya jauh di dalam hati dan ditutupi dengan senyum secerah matahari.

Bukan hal mudah baginya untuk mendapatkan kembali kewarganegaraannya, tetapi dia tak menyerah. Dia bertekad untuk kembali ke Indonesia agar bisa menemukan sang ibu, dan memberikan kepadanya kebahagiaan yang telah terenggut. Dan ... dia berhasil melakukannya.

Sang ibu mengidap penyakit jiwa saat Steven menemukannya, menghancurkan hatinya karena beliau tak mengenal Steven.
Malah, setiap kali Steven ingin mendekatinya, sang ibu berusaha kabur terus menerus. Liana, ibunda Steven, akan berteriak histeris tiap kali melihatnya, dan sulit untuk ditenangkan. Kondisinya itu membuat Steven semakin terpuruk, kecewa, sedih, dan bertanya-tanya, apa sebenarnya yang terjadi kepada sang ibu?

"Apa kabar?" Steven menyapa foto Liana dengan penuh kerinduan. "Mami masih belum ingat aku?"

Beberapa saat dia tenggelam dalam keheningan, dan setelah beberapa saat, ekspresinya mengeras. Dia menghapus air mata yang sempat mengalir, lalu bangkit dan meraih telepon. Diputarnya sebuah nomor dan ditunggunya.

"Halo," sapanya saat di seberang sana orang yang dihubungi menyapa. "Apakah Mami sudah bisa dijenguk? Belum? Baiklah. Lakukan apa pun yang kalian bisa, karena saya memerlukan ingatannya. Terima kasih."

Dia menutup telepon dengan rahang mengatup. Kemarahan menguar dan dengan langkah mengentak dia pun beranjak menuju ruang kerjanya. Ada rencana yang harus dimatangkan agar dia bisa segera meraih impiannya. Sebuah prestasi yang ingin dicapainya untuk ditunjukkan kepada ibunya dan membuatnya bangga. Semoga.

*******

"Jadi konsepnya sesuai pembicaraan, semi formal dan dekor ruangan akan dibuat berkesan hangat tapi tetap serius. Sekarang yang perlu diperhatikan adalah susunan acara, Bapak, Ibu. Urutan siapa pembicara dan topik bahasan masih belum Dewi terima, jadi belum bisa dibuat rundown-nya. Nanti mohon kerjasamanya, agar daftar pembicara diserahkan dan diberikan tanda level prioritas, begitu." Gadis cantik berbusana kerja yang tampak sesuai dengan tubuh langsingnya itu bicara dengan lancar, lembut, dan tak lepas dari tatapan langsung ke mata lawan bicaranya. Ciri khas seorang dengan marketing yang handal.

Keke mencatat setiap keterangan yang diberikan oleh Dewi, sang konsultan acara, dengan teliti. Saat mengangkat wajah untuk bertanya, dia tertegun. Dewi tampak memandang Rio dengan ekspresi kagum yang tidak ditutupi, sementara yang dipandangi sedang melihat sekeliling. Keke tertawa dalam hati.

A Simple LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang