Empat Puluh Dua

9.4K 2.1K 96
                                    

Yuhuuu ....

Udah baca bab info sebelum ini? Balik, baca dulu deh, rugi kalo belum. Kalo udah, cuss, silakan tongkrongin Keke-Steven.

Enjoy.

***

Entah karena pertimbangan apa, Keke menunggu di sebuah gerai makanan yang cukup sepi. Saat Steven tiba, gadis mungil itu terlihat sedang membersihkan meja tempatnya menunggu dengan tisu basah. Matanya yang membulat tampak berkilau, dan senyumnya yang manis langsung merekah melihat Steven yang berjalan tergesa-gesa mendekat. Dia langsung menegakkan tubuh untuk menyambut sang kekasih.

"Mas Steven lari, ya?" tanyanya dengan nada geli. "Padahal kalau sudah sarapan sih enggak usah ke sini juga, Mas, jadi ganggu waktu kerjanya Mas Steven, kan?"

Steven menatapnya sambil mengatur napas. "Maksud kamu, waktu siapa yang terganggu?" sahutnya. "Aku senang melihat kamu di sini, tapi, bagaimana kalau kita makan di tempat lain saja? Yang ...."

"Lebih bersih?" tukas Keke. "Mejanya sudah saya bersihkan supaya Mas Steven enggak jijik, saya enggak bisa makan di tempat lain, enggak keburu. Sudah sih, duduk di sini, bangkunya sudah saya bersihkan juga. Tolong dihargai!"

Steven mengerjap, tawa terlepas dari mulutnya mendengar kalimat otoriter Keke. Ya ampun, bahkan saat mengomel pun gadis ini terlihat manis. "Iya, aku hargai. Terima kasih, Keke," katanya sambil duduk. Meski masih merasa sedikit jijik, kali ini dia akan bertenggang rasa. Keke terpikir untuk membersihkan bangku ini untuknya saja sudah menunjukkan perhatian, dan itu cukup.

"Mas Steven mau ikut sarapan atau cuma nonton saya?" tanya Keke saat pelayan gerai membawakan pesanannya.

Steven menggeleng. "Aku hanya ingin melihatmu saja," jawabnya. Dia mengambil alih baki dari tangan pelayan dan mengucapkan terima kasih sambil tersenyum. Pelayan wanita yang muda itu langsung terlihat malu-malu saat menjawab ucapan terima kasih dari pria yang memang sangat tampan itu, membuat Keke mendengkus melihatnya.

Steven ini suka tebar pesona! Mentang-mentang ganteng dan ramah, semua perempuan dibuatnya salah tingkah. Menyebalkan! Saking seriusnya mengomel dalam hati, Keke bahkan tidak menyadari kalau Steven sudah mengambil tempat tisu dan mulai membersihkan piring, pinggiran gelas, sendok, bahkan sedotan yang akan dipakai Keke. Saat tersadar, Keke tergagap melihat tindakannya.

"Eh ... Mas Steven ngapain?"

Steven tersenyum dan mendorong baki ke arahnya. "Sudah bersih, silakan." Dengan efisien dia menggulung tisu menjadi satu lalu berjalan mencari tempat sampah untuk membuangnya. Keke melongo selama beberapa saat, lalu menghela napas. Pikirannya berkelana, seandainya Steven terpaksa berada di suatu tempat yang benar-benar kumuh dan harus makan makanan dengan wadah yang tidak dibersihkan, mungkin dia akan memilih kelaparan daripada harus memakannya. Kasihan.

"Kenapa kamu bilang begitu? Aku tidak perlu dikasihani, Ke. Tapi, ya, aku memang akan memilih untuk kelaparan," kata Steven sambil kembali duduk.

Keke mengedip cepat. Astaga ... barusan dia mengatakan isi pikirannya lagi?

Steven menatapnya lama. "Ayo, kenapa belum makan?" tanyanya sambil tersenyum lebar. dia meletakkan sikunya di meja, lalu menopang dagu. Siap mengamati Keke sarapan.

Keke termangu. Waduh ... kalau begini kan jadi canggung. Masa, makan ditonton begitu?

Yang tidak diketahui keduanya, sepasang mata seseorang yang sejak tadi mengikuti Steven dari gedung Lavender, terarah tak berkedip. Di tangannya ada ponsel dengan kamera menyala, dan mengawasi mereka berdua hampir tanda jeda.

*****

"Mas Steven banyak pikiran, ya?" tanya Keke sambil menyuapkan permen kepada Steven yang dengan senang hati membuka mulut.

A Simple LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang