Dua Puluh

17.2K 2.9K 308
                                    

Met sore epribadeh!

So, Keke-Steven udah siap buat menghibur kalian nih. Betewe, buat yang nanya kok udah ad tanda tamat? Itu karena eike tandain tamat supaya bisa ikutan The Wattys aja kok. Siapa tahu aja, kan?

Ngingetin aja nih, ini udah hari H-2 buat pre-order Sang Penantang Badai, lho. Engga kelewatan kan, kalian? Awas, rugi lho kalo enggak ikutan. 

Sekarang ... Cekidot.

******

Pohon mangga di depan rumah Keke sudah tertata rapi, tak lama, halaman yang semula kosong itu mulai dipenuhi bebungaan yang dipesan Steven langsung dari penjualnya. Alat-alat berkebun dibelinya dengan lengkap, dan ditaruhnya dalam sebuah rak besi yang juga dipesannya langsung. Keke dan Fey saling berpandangan melihat kelakuan pria itu yang mirip burung namdur asli Papua sedang menghias sarang di rumah Keke.

"Cowok lo mental penjajah, seenaknya aja ngatur-ngatur di rumah orang," komentar Fey sambil mencicip sayur asam yang dibuat Keke. "Kalau bisa, jangan mau diatur-atur, garuk aja mukanya yang kelewat ganteng itu pake garpu kalau dia maksa."

Keke terkikik. "Sadis, ih," katanya. Dia mengambil mangkuk saji lalu menuangkan sayur asem yang sudah matang ke dalamnya. Dia membawa mangkuk itu ke meja makan, dan menjenguk keluar jendela. Dilihatnya Steven masih sibuk dengan tanaman bunganya.

"Mas Steven, enggak mau makan dulu? Nanti lapar, lho," panggilnya.

Steven menoleh. "Sebentar lagi," sahutnya.

Keke mengangguk dan mendekati Fey. "Gue enggak suka kalau diatur-atur, tapi dia inisiatif sendiri buat mempercantik rumah gue dan kebetulan inisiatifnya cuco, ya biarin aja," katanya. "Kalau dia ngatur dan gue enggak setuju, tinggal bilang. Enggak susah, kan?"

Fey tersenyum. "Lo ngomong begitu karena perasaan lo masih cetek, coba kalau lo sudah ngebucin sama dia, habis lo disetir. Pokoknya, hati-hati aja deh."

"Iya."

"Ya sudah, gue janjian ketemu cowok gue sebentar lagi di kampus, lo enggak pa-pa gue tinggal, kan?"

"Enggak pa-pa, alat setrum sudah siap di sini." Keke menepuk saku celana jinnya.

Fey tertawa. "Ternyata lo lebih sadis daripada gue. Oke, gue jalan, ya?"

"Enggak ikut makan dulu?"

"Enggak, gue kan mau makan bareng cowok gue. Lo sisain aja sayur asemnya."

"Oke."

Fey meraih tasnya, lalu keluar. Tak lama, Steven memasuki ruangan. "Fey tidak ikut makan?" tanyanya.

"Enggak, dia mau makan sama cowoknya," jawab Keke.

"Oh." Steven melihat berkeliling. "Boleh pinjam toilet, Ke? Aku kepengin mandi dulu."

"Boleh. Tuh, toilet di situ ...."

Kalimat Keke terputus saat Steven melepaskan singletnya begitu saja, lalu memasukkan ke dalam kantung plastik. Dia ternganga sambil matanya mengikuti gerakan pria itu yang berjalan ke toilet dengan bertelanjang dada seperti di rumah sendiri.

"Ehem, Mas Steven!"

Steven menoleh mendengar panggilan Keke. "Ya?"

Tatapan Keke tampak setajam silet. "Jangan sembarangan buka baju di depan saya. Ini Indonesia, bukan Amerika. Mas Steven hampir telanjang kayak gitu di rumah cewek waktu enggak ada siapa-siapa, bisa digerebek hansip dan dipaksa nikah, mau?" tegurnya galak.

Steven termangu, lalu sebuah senyum manis terulas di bibirnya. "Kamu mau dinikahkan dengan cara begitu? Karena aku sama sekali tidak masalah."

Keke melongo. Alamak!

A Simple LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang