Empat Puluh Tiga

8.8K 2.3K 218
                                    

Met Senin siang!

Gimana hari pertama kalian di awal minggu ini? Tetep semangat ya. So, sekadar ngingetin, sekarang semua apdetan atau info terbaru tentang cerita eike di lapak lain, plus kalo ada event atau giveaway, semuanya eike taruh di medsos eike, @winnyraca untuk Instagram, dan Winny Pracasti untuk Facebook. Saat ini belum ada Twitter, takut gak kepegang, hehehe. Eike juga bakal curhat-curhatan atau share banyak hal lain di situ lhooo.

Cek postingan terbaru di sana ya.

For now, enjoy.

*****

"Apa seperti ini caramu mendepak seseorang, Steven? Setelah semua yang diberikannya, kamu buang dan kamu anggap sampah? You're fucking bastard!"

Steven memiringkan kepala, menyipitkan matanya untuk mengamati Tatia dengan saksama. Wanita blasteran di depannya tampak emosional, tetapi tidak sedikit pun membuatnya gentar. Tatia memang suka drama, dan pengacara yang dibawanya jelas terlalu mata duitan untuk bisa melihat kebohongan kliennya.

"Mendepak dari sisi mana?" tanya Steven tenang. "Kontrak Anda berakhir tepat dua hari lalu."

Tatia memperlihatkan ekspresi terpukul yang berlebihan. "Siapa yang bicara tentang kontrak? Aku bicara tentang kita, Steven," sahutnya. "Bagaimana bisa kamu memulai hubungan dengan perempuan lain sementara kamu sudah mengambil segalanya dariku? Aku tidak terima, Steve, aku ingin kamu bertanggung jawab."

"Bertanggung jawab? Untuk?"

"Kamu...." Tatia mengepalkan tangannya, berbuat seperti akan meninju seseorang.

Pengacara Tatia bangkit dan memegang bahu perempuan itu, memintanya untuk duduk. Setelah itu, dia sendiri bangkit dan menatap Steven lurus. "Bapak Steven Darmawan, klien kami datang ke sini dengan itikad baik, ingin menyelesaikan segala sesuatu dengan kekeluargaan. Jadi, tolong bekerja sama, tidak perlu sampai kejadian ini pecah ke publik," katanya.

Steven bergeming. Tatapannya beradu tanpa gentar dengan sang pengacara, dan senyumnya yang teramat manis membuat pria itu malah terpana. "Saya orang taat hukum yang pasti bekerja sama jika harus, Pak Pengacara. Pertanyaannya, untuk masalah apa Anda dan klien Anda datang dan minta kerja sama saya? Kalau bisa saya lakukan, pasti saya lakukan," sahutnya ramah.

Sang pengacara yang tidak mengira akan mendapat respons yang sedemikian ramah, sejenak melongo karena terkesan. Mau tak mau dia membenarkan rumor beredar tentang pengusaha muda yang selalu dikenal ramah dan supel ini, meski sukses Steven Darmawan tidak sombong dan selalu memperlakukan orang lain dengan baik, begitu katanya. Meski, di satu sisi, banyak juga yang mengatakan kalau pria tampan itu sebetulnya hanyalah seorang manipulator yang cerdik dalam memperlakukan orang lain demi kepentingannya.

Dia berdeham, melepaskan diri dari pesona sang pengusaha yang bahkan terlalu memikat untuknya yang seorang pria juga, dan menggerakkan tangan, sok berwibawa. "Tentu saja Anda bisa lakukan, Pak Steven." Dia mengambil selembar foto USG yang disodorkan Tatia, lalu menyerahkannya kepada Steven. "Ini adalah foto janin yang saat ini sedang bertumbuh di rahim Nona Tatia, dan karena Anda adalah ayah dari janin tersebut, Nona Tatia minta Anda bertanggung jawab."

Steven menerima foto itu, dan mengamatinya selama berapa saat yang hening, "Berapa usia janin ini?" tanyanya tenang.

Tatia hendak menjawab, tetapi pengacaranya memberi tanda untuk diam. Pria itu menatap Steven dan menjawab dengan sama tenang. "Janin itu berusia sembilan minggu."

"Sembilan minggu." Steven mengulang. "Berarti dia hadir seminggu sebelum kamu pulang ke Moskow?" Dia memandang Tatia.

Tatia mengangguk. "Benar."

A Simple LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang