Steven Darmawan menatap barisan pedagang kaki lima di hadapannya sambil mengernyit. Benar-benar pengganggu! Berjualan kok di sepanjang trotoar, otak mereka ditaruh di mana, sih? Bikin orang lain tidak nyaman saja.
"Mari saya tunjukkan tempatnya, Pak," ujar seorang pria bertubuh tambun dengan dahi basah oleh keringat yang baru turun dari mobil dinasnya dan langsung menghampiri Steven.
Steven mengangguk sambil memaksakan sebuah senyum. Bahkan PNS gendut ini pun mengganggu pemandangannya. Heran, pegawai pemerintah kok gendut begini? Banyak makan uang kotor, mungkin? Terlalu malas bergerak dan cuma tahu duduk di belakang meja? Sayang, saat ini dia sedang malas mencari jalan sendiri, jadi bantuan dari pegawai pemerintah tolol ini masih diperlukan. Untuk sementara.
"Museum wayang di sebelah mana sebetulnya, Pak?" tanya Steven sambil menyeka keringatnya dengan saputangan---dia pantang memakai tisu, benda yang mudah sobek dan membuat sampah. Sekembali dari tempat wisata jorok ini bisa dipastikan dia akan langsung mandi.
Tempat wisata kok jorok begini?
"Sebelah kiri lapangan, Pak Steven. Kita menyusuri pinggiran ini saja, biar tidak terlalu kepanasan," jawab si PNS ... siapa namanya tadi? Budi? Rudi? Atau Dudi? Ah, sebut saja Dudi, Ndut-di.
Steven melangkah mengikuti si PNS gendut sambil melihat sekeliling. Sesal timbul di pemikirannya, kenapa tadi dia harus mengenakan kemeja putih Tom Ford seharga 8 juta lebih ini? Benar-benar salah kostum.
"Museum wayang sendiri banyak menyimpan benda-benda yang sangat fragile, mudah rusak. Itulah sebabnya, permintaan untuk mengadakan event di dalamnya harus didahului oleh survey, Pak," jelas sang PNS.
Steven membulatkan bibir. "Oh." Dengan perhatian palsu dia tersenyum sambil memiringkan wajahnya, dan saat itu melihat tag nama sang PNS. Hm ... Budi Setiawan. Budi ... Dudi, miriplah.
"Pengunjung yang diharapkan tidak terlalu banyak, kan, Pak?" PNS Budi bertanya.
Steven menggeleng. "Tidak. Mungkin sekitar dua puluh sampai tiga puluh orang," jawabnya.
PNS Budi mengangguk-angguk, dan Steven harus berusaha setengah mati untuk tidak mencibir jijik melihat gelambir di bawah dagu pria itu bergoyang-goyang. Astaga, dia harus mengalihkan pikirannya agar tidak menarik gelambir itu dan harus mensterilkan tangannya setelah itu.
Kenapa ada jenis manusia begini, yang tidak memedulikan penampilan sedikit pun? Bagaimana mereka bisa maju kalau menghargai diri sendiri saja tidak bisa? Body shaming atau apa pun yang sering diributkan orang yang sok membela hak asasi itu tidak akan pernah ada kalau setiap orang menjaga tubuhnya sendiri, kan? Orang-orang dengan badan gendut berbau asam ini jelas mengundang sendiri body shaming terhadap diri mereka.
"Nah, kita sampai." PNS Budi tersenyum lebar dan melangkah memasuki gedung Museum Wayang yang ternyata lebih kecil dibanding Museum Fatahillah. Steven langsung merasa lega, setidaknya di dalam sini tidak sepanas di luar.
"Wah ... tempatnya sedikit sempit dan betul-betul banyak barang yang harus dijaga sekali, ya, Pak?" komentarnya basa-basi.
"Iya, Pak. Mari, saya antar Pak Steven ketemu dengan kepala museum." PNS Budi melangkah mendahului Steven yang mengerutkan kening sebal saat mendapati debu di salah satu koleksi museum.
Apa-apaan ini? Kenapa para pekerja museum begitu abai dengan kebersihan koleksi mereka? Kalau debu dibiarkan menebal, akan mempersulit mereka membersihkan juga, kan? Hhh... memang dasar orang-orang pemalas, kalau tidak dipecut kerja mereka hanya setengah-setengah begini. Untung mereka bukan anak buahnya.
******
Eunike S, nama yang tertera di tag pegawainya, menyeka keringat yang meleleh di dahinya dengan saputangan katun berbunga yang diambil dari saku. Cuaca di lapangan museum Fatahillah terasa panas luar biasa, dan seragam yang dikenakan sudah basah di bagian punggung. Untung Keke, panggilannya, selalu memakai dalaman katun yang sejuk, jadi dia tidak merasakan gatal.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Simple Love
RomanceSteven Darmawan, pelaku ekonomi. Seorang pria sukses yang terlihat ramah dan karismatik meski sebetulnya arogan, perfeksionis, egois, dan sering merasa tidak nyaman dengan banyak hal, serta mencintai uang lebih dari apa pun. Dia tidak mengira akan j...