Dua Puluh Dua

14.9K 2.7K 93
                                    

Met malem epribadeh!
Ada yang nungguin cerita ini? Mudah-mudahan ada ya. Hari ini cukup si Steven resek yang muncul, part berikutnya baru ada Keke.

Oh ... sekalian tanya, buat yang ikutan PO kemarin, kalian udah dapet Sang Penantang Badainya? Kalo belum, tungguin aja ya. Buat yang udah, met baca deh.

Sekarang, silakan baca.

*******

Devara benar-benar licik, meski beralasan hanya ingin membalas budi Steven setelah menolongnya dari tindakan kurang ajar Hilman, sebetulnya perempuan itu juga mengikat Lavender melalui Steven dengan cara melibatkannya dalam gosip terbaru. Siapa yang tahu apa yang bisa dilakukan Devara seandainya Steven tidak memberinya kontrak itu? Tidak mustahil dia akan menciptakan gosip lain dan akan membuatnya kerepotan suatu saat nanti, dan Steven yang sama licik tentunya bisa membaca taktik perempuan itu.

Sekarang Steven menghadapi dilema, mengabulkan keinginannya, otomatis menjelaskan ke publik soal pernyataan ambigu perempuan itu, yang sebenarnya hanya mengharapkan kontrak dengan Lavender, atau membiarkan saja dengan risiko akan menghadapi gangguan ke depannya. Mana yang harus dia putuskan?

Diceknya jadwal putus kontrak dengan Tatia, masih dua minggu lagi. Dalam dua minggu sebetulnya bisa saja gosip itu memudar atau mungkin hilang, tapi ... bisa saja malah memburuk. Steven bisa memprediksi segala sesuatu yang berhubungan dengan investasi dan hal lain yang berkaitan dengan angka, tetapi untuk dunia pergosipan di Indonesia ... dia menyerah. Gosip dan hal viral di negeri ini terlalu liar, sulit—bahkan mendekati mustahil—untuk memprediksinya.

Lelah, dia menyandarkan punggungnya dan memejamkan mata sebentar. Terus terang, Steven tidak suka dipaksa mengambil keputusan untuk mengontrak seorang ambassador tanpa melalui penyaringan standar lebih dulu, sekalipun harus diakui, Devara mampu membuktikan kemampuannya. Gara-gara postingannya, aplikasi Lavender mengalami kenaikan tajam dalam pengunduhan, sehingga membuat sistem seketika down. Itu adalah hal yang sangat positif, sekaligus negatif, karena kolom komentar dipenuhi kritik tajam, membuat wajahnya terasa panas. Kritik macam ini juga bisa berakibat buruk ke depannya.

Sialan Hilman! Ini semua gara-gara dia. Kalau si berengsek itu tidak membawa wanita selicik ular Devara, Steven tidak harus menghabiskan waktunya yang berharga dengan memikirkan hal tidak penting begini. Sial!

Sengit, dia membuka mata dan memandang Goni yang malah sudah mendengkur dengan mulut terbuka di depannya. Sebuah pikiran usil melintas, Steven meraih pemberat kertas dan berniat melempari sang kepala programmer itu untuk membangunkannya, tapi di detik terakhir dia membatalkan niat. Biarkan saja si computer geek tidur, sudah berhari-hari dia tidak mendapat istirahat karena Steven tidak rela menambah tenaga baru untuk divisi paling menentukan yang dipegang Goni. Bukan karena pelit dia tidak ingin menambahkan anak buah Goni, tapi karena sulit untuk percaya. Bagaimanapun, mendapatkan karyawan setia di masa sekarang ini sulit, dan bagian yang dipegang Goni adalah bagian yang sangat vital.

Dering ponselnya membuat Steven menoleh sementara Goni hanya menggumam dalam tidurnya. Heran, Steven meraih ponsel dan wajahnya mengeras melihat siapa si pemanggil. Mellia, adiknya dari ibu berbeda. Sambil mendengkus, dia menolak panggilan itu. Namun, dengan sangat keras kepala, Mellia terus menelepon.

"Apa?" Tanpa sapaan, dengan nada yang membekukan, dia menerima panggilan itu akhirnya.

Terdengar dengkus dari seberang. "Papi sudah menunggu, kenapa Koko tidak datang?" sahutnya, juga tanpa sapaan.

"Aku tidak pernah bilang akan datang."

"Sangat tidak sopan. Papi kamu suruh kamu datang, ya kamu harus datang."

A Simple LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang