Raga menaruh sebuket bunga mawar putih di pusaran seorang wanita yang telah melahirkannya. Ia tersenyum tulus dan mengusap nisan itu dengan lembut.
"Halo, Ma. Raga datang. Mama apa kabar?"
Serasa mendapat jawaban, Raga mengangguk dengan senyum yang semakin lebar. "Mama pasti bahagia karena udah nggak ngerasa sakit lagi di sana. "
Pemuda itu diam untuk beberapa lama. Tatapannya tampak sendu, kerinduan terlihat jelas di sana. Kini, dirinya berada di salah satu pemakaman umum di kotanya. Makam di sana memiliki rupa sama, disusun secara rapi dan diselimuti rumput hijau pendek yang segar.
"Kalau dipikir-pikir, Raga udah lama banget nggak ngunjungin Mama. Tapi, Mama nggak mungkin kesepian, kan? Di surga ..."
Pemuda itu bercerita panjang lebar kepada ibunya. Raga yang sekarang bukan lah Raga yang ketus dan pemarah. Ia bersikap hangat dan mudah tersenyum. Hal yang paling jarang ditunjukkan kepada orang sekitar.
Dulu, walau Raga kurang pandai bersosialisasi ia tetap bisa bersikap ramah pada orang yang dikenalnya. Ia bisa bericara banyak hal, bahkan bersenang-senang. Tidak seperti Raga yang sekarang. Tertutup dan lebih pendiam.
Pemuda yang mengenakan kemeja hitam polos itu menghembuskan napas panjang. Ia memandangi kuburan ibunya sekali lagi. "Ma, Raga pamit pulang. Raga bakal kunjungi Mama lagi nanti," ujarnya. Raga berdiri dan berbalik pergi.
Nyatanya, tidak hanya Raga yang mengunjungi tempat itu dengan wajah lesu. Ada beberapa orang yang kehilangan, sama sepertinya. Mereka harus tetap melanjutkan hidup tanpa orang terkasih. Sangat menyakitkan.
-•-•-
Dahi Raga berkerut bingung ketika membaca satu per satu unggahan media sosial yang melibatkan namanya. Di sana, dirinya dan perempuan penguntit itu berdiri sangat dekat tanpa jarak. Video itu diambil dengan durasi lebih singkat dari percakapan asli mereka.
Kalau bukan Aldo yang mengirimkan ini, Raga tidak akan pernah menjamah akun media sosial yang hanya ia pakai untuk kepentingan organisasi. Tidak ada kehidupan pribadinya di sana.
Raga membaca komentar yang berjumlah ratusan. Ini adalah skandal pertamanya bersama perempuan. Biasanya, pemberitaan tentang Raga sekadar prestasi yang ia torehkan. Pemuda itu berdecak kesal.
Sialan!
Segera Raga menelepon Aldo.
"Halo," ujar suara di seberang sana.
"Minta mereka buat take down berita gue sama Dira. Sekarang!"
Aldo berdecak tak terima. "Lo minta tolong yang baik kek."
Pemuda itu mendesah lelah. "Tolong. Gue nggak mau liat berita sialan itu lagi."
"Gue kasih tau ya, Ga. Percuma. Percuma postingan itu dihapus, grup sekolah juga rame. Mereka semua udah tau. Nggak ada satu pun siswa sekolah kita yang kelewatan sama gosip itu," jelas Aldo.
"Bisa diminimalisir, kan? Seenggaknya mereka nggak komentar macem-macem."
Raga merasa risi dibicarakan yang bukan-bukan seperti itu. Mereka tidak tahu kebenarannya, mengapa bisa berkomentar seenaknya?!

KAMU SEDANG MEMBACA
Ragatha
Teen FictionKeputusan ayahnya menikah lagi disaat sang ibu belum lama meninggal, membuat Raga kecewa sekaligus tidak menyangka. Hubungan ayah dan anak itu pun merenggang, hingga berpisah tempat tinggal. Di tengah kekacauan yang Raga rasakan, perempuan aneh bern...