24. Kotak Pensil Biru

7 3 1
                                        

Ketika mengetahui bahwa Rasyid mengalami kecelakaan dan dilarikan ke rumah sakit, Aldo segera menelepon Raga, mengabari bahwa ia tidak bisa menemani pemuda itu, karena ada hal penting yang harus Aldo kerjakan. Raga tak mempermasalahkannya, ada Dira di sampingnya waktu itu.

Malam hari, ketika gerimis membasahi bumi Aldo mendatangi rumah Raga. Ia sangat yakin pemuda itu berada di sana. Raga pasti tidak ingin berlama-lama di tempat yang sama dengan Diana, ibu tirinya. Namun, Raga juga tidak bisa mengusir Diana begitu saja. Jadi sudah jelas Raga berada di rumah sekarang.

Apa Raga tidak pernah mendengar maraknya pencurian di zaman sekarang? Bisa-bisanya ia meninggalkan pagar dalam keadaan tidak terkunci, begitu juga pintu rumahnya. Ah, sudahlah.

"Raga!" teriak Aldo. "Gue bawa something nih, buat lo."

Seperti rumah sendiri, Aldo mendaratkan bookngnya ke sofa. Aldo yakin Raga mendengar suaranya. Pemuda itu pasti tengah merenung, memikirkan nasib sang ayah. Aldo mengerti bagaimana Raga. Rasyid adalah satu-satunya keluarga yang ia punya. Mungkin kata benci sudah Raga lontarkan berkali-kali, tetapi itu sama sekali tak mengurangi rasa sayang yang Raga punya pada ayahnya.

Kalau Aldo mau membadingkan dirinya dengan Raga. Maka, Raga jauh lebih beruntung darinya. Setidaknya Raga memiliki ayahnya yang menyayanginya dan ibu tiri yang masih punya rasa peduli. Sedangkan Aldo ... sudahlah, lupakan. Untuk apa Aldo memikirkan itu sekarang?

Aldo menegakkan tubuh. Matanya tak sengaja menemukan tas yang biasa Raga pakai untuk ke sekolah, tergeletak di atas meja. Awalnya, Aldo berniat untuk meminta cokelat milik Raga—Aldo yakin temannya memiliki banyak cadangan makanan manis itu di sana—malah menemukan benda berbentuk kotak panjang berwarna biru muda.

Penasaran, Aldo mengambil benda tersebut dan membukanya. Kotak pensil feminin yang pasti bukan milik Raga. Nama seseorang tercantum di sana. Anindira. XII IPA B.

"Aldo? Ngapain malem-malem ke sini?" sapa Raga. Pemuda itu mengenakan kaus putih polos dengan celana pendek selutut. Gaya rumahannya sama sekali tidak mengurangi pesona yang Raga punya.

"Gue bawain lo makan. Lo pasti belum makan, 'kan?"

"Hm." Lalu tanpa banyak kata, Raga mengambil bungkusan yang Aldo bawa. Membawanya ke dapur untuk disajikan dan disantap bersama.

"Gue udah sering bilang, minta sambelnya yang banyak. Mana enak nasi goreng nggak pedes," celetuk Raga dari kejauhan. Aldo mendengus. Ia sama sekali tak mendengar ucapan terima kasih yang terlantar dari mulut Raga, padahal Aldo sudah berbaik hati untuk mengkhawatirkannya.

Dasar teman tidak tahu diri!

"Ga, kenapa ada kotak pensil Dira di tas lo?" tanya Aldo ketika Raga baru saja mendudukkan dirinya di sofa.

"Oh, ya? Mana?"

Melalui gerakan mata, Aldo menunjuk benda yang berisi peralatan tulis lengkap khas perempuan rajin. Raga mengabaikan piringnya dan beralih ke kotak pensil tersebut. Pemuda itu tersenyum konyol.

"Nggak sengaja masuk, soalnya gue buru-buru tadi," jelas Raga.

Di sampingnya, Aldo menganggukkan kepala. Jujur saja ia curiga tentang Raga dan Dira. Semenjak pemuda itu sering bersama perempuan lucu berambut sebahu, semenjak itu pula Raga jarang berinterkasi dengannya. Memang, selama ini Raga menutup diri dari yang lain, tetapi tidak dengan Aldo. Mereka cukup dekat, bahkan untuk beberapa hal Raga meminta pendapat dari Aldo.

Kini rasanya Raga seperti tidak lagi membutuhkannya.

"Ngapain lo ngeliatin tu kotak sampe segitunya. Noh, nasi lo makin garing!" sentak Aldo yang membubarkan segala lamunan yang Raga punya.

Raga sendiri bahkan tidak sadar telah menghabiskan waktu untuk merenungi Dira. Dengan segera, Raga kembali mengambil piring dan mengisi mulutnya dengan satu suapan penuh.

Aldo sendiri sudah menghabiskan jatahnya, ketika Raga baru mulai makan. "Lo, suka sama Dira, Ga?"

Raga menghentikan seluruh gerakan dan menoleh ke arah Aldo dengan malas. "Lo nggak bisa tanya hal yang lebih bermutu?"

"Gue serius."

"Nggak. Lagian, ngapain juga sih ngomongin dia?"

Sesungguhnya Raga hanya tidak bisa memberitahu efek apa yang jantungnya rasakan ketika nama Dira disebutkan. Ah sial! Debarannya jauh lebih terasa ketimbang terakhir kali Raga mengingatnya.

"Lo tau, Ga." Aldo sengaja menggantung ucapannya. Membuat Raga menaruh perhatian penuh padanya.

Pemuda beraut wajah ramah tersebut mulai membuka jakenya dan memperlihatkan luka yang masih dipenuhi darah di sekujur lengannya.

"Untuk pertama kalinya lo nggak sadar kalo gue luka."

Raga tak menjawab. Ia berdiri dan mulai berlari mengambil kotak P3K, air dan kain bersih. Tidak sampai lima menit, Raga telah mengumpulkan semua yang ia butuhkan untuk merawat luka di tubuh Aldo.

"Kenapa nggak ngomong dari awal sih?"

Suara Raga terdengar sangat kesal. Kesal kepada Aldo terlebih kepada dirinya sendiri. Mungkin ini ada hubungannya dengan banyaknya kejadian buruk yang menimpa Raga.

"Lo orang paling peka yang gue kenal, Ga. Kalo lo sekarang kehilangan kepekaan lo, berarti ada yang salah dan udah seharusnya lo ngejauh dari kesalahan itu."

Tidak. Apa maksud Aldo? Apa yang harus Raga jauhi atau siapa yang harus dijauhi? Mengapa juga ekspresi Aldo berbeda dari biasanya?

Aldo ... ada yang tidak beres dari dirinya.

—•—•—

—•—•—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lega. Tidak ada kata lain yang dapat menggambarkan perasaan Raga saat ini. Akan tetapi, sialnya hal itu tidak berlangsung lama. Pikirannya kembali melayang pada perkataan Aldo, lalu berbaur ke wajah manis Dira—sial! Raga baru saja mengakui pesona yang anak muridnya miliki—dan tragedi yang menimpa sang ayah.

Aldo pulang tepat ketika Raga telah selesai membalut lukanya. Sepertinya Aldo benar-benar kecewa pada Raga. Namun, bukan itu fokusnya sekarang. Yang harus menjadi perhatian adalah kecelakaan yang Raga rasa mengganjal. Bahkan pihak kepolisian seolah tak bersungguh-sungguh dalam kasus ini. Atau memang begitu cara kerja mereka?

Entahlah, Raga tidak mengetahui pasti. Namun, jika benar pihak polisi tidak banyak memberi bantuan, maka Raga akan turun tangan untuk mencari penyebab pasti kecelakaan ini.

 Namun, jika benar pihak polisi tidak banyak memberi bantuan, maka Raga akan turun tangan untuk mencari penyebab pasti kecelakaan ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


—•—•—

Minggu, 23 Januari 2022
19.53 WIB

RagathaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang