"Siapa perempuan di depan rumah lo waktu itu?"
Raga terlihat sedikit syok mendengar pertanyaan Dira. Membuat jantung gadis itu berdebar kuat setiap detiknya. Apa Dira salah bicara? Fera pasti akan mengamuk jika tahu Dira tak mengikuti nasihatnya.
"Kenapa lo tanya begitu?"
Benar saja, nada bicara Raga sudah terdengar berbeda.
"Ya, gue penasaran, karena keliatannya lo benci banget sama dia," jawab Dira apa adanya.
Raga terlihat mengembuskan napas pelan. Mungkin dia sedang mencari jawaban terbaik yang bisa diberikan kepada Dira atau pemuda itu tengah menahan emosi marahnya karena Dira sudah lancang bertanya?
"Ya, gue emang benci sama perempuan itu. Puas?"
Pertanda buruk. Dira seharusnya paham dan mundur perlahan, bukannya malah menyahut dengan balasan yang dapat menyulut emosi marah Raga.
"Belum sih, tapi dari awal gue juga gak maksa lo cerita kok. Jadi, jangan marah, oke?"
Mungkin niat Dira hanya untuk mencairkan suasana, tetapi jelas diartikan berbeda oleh Raga. Pemuda yang minim selera humor itu, sangat tidak suka jika ada yang menyinggungnya.
"Kita nggak sedekat itu sampe bicarain masalah pribadi. Gue bersikap baik, cuma untuk kemanusiaan, tapi orang lain malah anggap itu sebagai pendekatan," keluh Raga.
Hal ini jelas menyakiti hati Dira. Namun, bukankah gadis itu yang memulai? Mau tak mau ia harus menerima risikonya.
"Dasar labil! Tadi pagi baik banget, sorenya balik lagi ke setelan pabrik!" gumam Dira lirih, walau begitu kekesalan terlihat jelas dari wajahnya. Sekali lagi, ia tak bisa menyalahkan Raga sepenuhnya. Karena dari awal, Dira lah yang mencari masalah.
"Ga, lo belum balik?!" teriak seseorang. Aldo. Pemuda itu tidak lagi mengenakan seragam sekolah, melainkan jersey futsal perpaduan antara warna hitam dan merah.
Raga hanya memberikan anggukan kecil pada Aldo. Dira mengalihkan pandangan dari si kaku Raga menuju si ramah Aldo. Perbedaan di antara keduanya terlalu mencolok. Di sana, Aldo tampak nyaman bersama kumpulan orang yang mengenakan kostum senada. Sedangkan pemuda di hadapannya-tunggu! Di mana Raga?!
Mata Dira berpendar ke seluruh lokasi di sekitar dan tahu apa yang dia temukan? Raga sudah melaju bersama sang motor tercinta. Meninggalkan Dira sendirian, tanpa pamit pula! Ini menjengkelkan. Bisa-bisanya pemuda itu berlagak demikian? Dan mengapa pula Dira sama sekali tak mendengar suara motor Raga?!
Gadis itu menjerit dalam hati dan berlari ke arah motornya sendiri. Untung saja, lokasi parkir sudah sepi, hanya tersisa Aldo dan kawan-kawannya, yang Dira yakini mereka tak memerhatikannya sedikit pun. Sehingga perempuan berambut sebahu itu tidak harus menanggung rasa malu.
Ah, tidak ada hal positif dari diri Raga kecuali kecerdasannya! Sungguh sial kepada siapapun yang akan menjadi istrinya nanti.
-•-•-
Walau kesal terhadap sikap Raga yang semena-mena, tak dapat Dira pungkiri bahwa video pemebejalaran yang pemuda itu berikan, benar-benar membantunya. Dira memahami materi-yang dulu ia anggap mustahil untuk bisa dimengerti-walau tetap ada beberapa hal yang ingin dirinya tanya. Namun, egonya masih terluka akibat kejadian kemarin.
Setelah berpikir panjang, akhirnya Dira berdiri dari duduknya dan berniat untuk menemui Raga di kelas pemuda itu. Namun, sayangnya Raga tidak ada di sana. Tidak menyerah, Dira mendatangi lokasi favorit Raga di sekolah ini. Perpustakaan.
Sayang seribu sayang, Dira masih harus menerima sial karena ternyata seseorang yang ia cari tidak ada di sana. Tak menyerah, Dira bertekad untuk mencari Raga di seluruh sudut sekolah. Akan tetapi, ada hal menarik yang ia temukan di gerbang utama sekolah.
Angel. Sudah lama Dira tak berurusan dengan perempuan pembuat onar itu, sungguh Dira baru menyadarinya sekarang. Intensitas perundungan yang Angel lakukan sudah sangat berkurang, bahkan hampir tak pernah terdengar. Apa mungkin ini ada hubungannya dengan yang Dira lihat saat ini?
Dira menyaksikan Angel beradu mulut dengan seorang pria berpakaian serba hitam. Entah apa yang mereka bicarakan, jika dilihat dari gelagatnya, Angel tampak tak terima dengan apa yang pria di hadapannya katakan. Sedangkan pria tersebut terlihat tenang, seolah sudah biasa menghadapi sikap Angel.
Hingga tiba-tiba, pria tersebut berusaha memasukkan Angel secara paksa menuju mobil yang tak jauh dari mereka. Angel berusaha melawan, Dira juga merasa tak bisa tinggal diam. Bagaimanapun bencinya ia dengan Angel, sebagai sesama manusia Dira tak akan membiarkan seseorang berada dalam keadaan terancam.
Baru selangkah kakinya beranjak, seseorang menangkap lengan Dira. Gadis itu menoleh dengan cepat dan mengernyitkan dahinya.
"Raga?!"
"Jangan. Apa pun yang mau lo lakuin, jangan," ucap Raga seolah sudah tahu apa yang ingin gadis itu perbuat.
Apakah takdir sedang mempermainkannya? Sejak tadi Dira sudah memutari sekolah demi menemukan Raga, tetapi ketika dirinya pasrah, lalu memutuskan untuk menyerah, Raga datang dengan sendirinya. Hebat sekali! Sarkas Dira dalam hati.
"Lo liat di sana? Angel butuh pertolongan, Ga dan sekarang masih jam sekolah, mana bisa pergi sembarangan!" ketus Dira. Tangannya masih berada dalam cengkeraman kuat milik Raga.
"Enggak. Ini bukan urusan lo. Lo harus berhenti terus-terusan ikut campur urusan orang lain. Nggak semua orang liat niat lo ini sebagai bantuan, mereka bisa anggap lo sebagai gangguan," jelas Raga yang menyindir sikap sok pahlawan Dira. Pasti. Sudah tidak diragukan lagi.
"Itu elo! Kalo sekarang Angel-"
"Coba lo liat baik-baik," sela Raga kemudian memaksa Dira untuk memandang ke arah Angel yang masih berusia melawan dan berdebat dengan pria yang sama. "Orang itu nggak ada niat untuk nyakitin Angel. Sebaliknya, mereka ditugaskan untuk menjaga Angel. Jadi, apa pun yang mereka lakukan, itu pasti demi kebaikan. Percaya sama gue."
Dira tak lagi melawan pegangan Raga di lengannya. Ia terpaku memandang ke arah Angel. Perkataan Raga sepertinya tidak sepenuhnya salah. Walau pria tersebut terlihat memaksa, tetapi tetap menjaga perlakukannya sesopan mungkin pada Angel. Hanya saja, sedari awal memang gadis itu yang terlalu bar-bar.
"Lo tahu dari mana?"
"Insting."
Jawaban Raga tidak memuaskannya sama sekali. Dira melengos.
"Kalo gitu, mumpung lo di sini. Gue mau tanya materi yang nggak gue pahami. Di mana kita bisa ngobrol?"
Lebih baik seperti ini. Langsung ke inti dan tanpa basa-basi.
Sebelumnya, Raga tidak sengaja menemukan Dira terpaku di ujung koridor, otaknya berkata bahwa apa pun yang sedang gadis itu lakukan, bukanlah urusannya. Namun, kaki sialannya ini melangkah sendiri menuju Dira. Ia memang tidak langsung bertanya, tetapi mengikuti arah pandang gadis yang begitu fokus tersebut.
Raga mengetahui karakter Dira, berusaha mencegah gadis itu melakukan sesuatu yang nekat. Tidak. Untuk kali ini Dira tidak boleh terlibat dengan Angel, karena Raga merasa akan terjadi tragedi besar, jika Raga tak mencegahnya.
Kali ini, Raga berhasil. Hanya Tuhan yang tahu betapa lega dan bersyukurnya ia saat ini.
Semoga saja gadis itu tidak nekat untuk mencari tahu lebih dalam mengenai ini. Atau apa pun, karena Raga ... tak bisa untuk tidak khawatir.
-•-•-
Kamis, 20 Januari 2022
16.30 WIB
![](https://img.wattpad.com/cover/270939134-288-k313404.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ragatha
Teen FictionKeputusan ayahnya menikah lagi disaat sang ibu belum lama meninggal, membuat Raga kecewa sekaligus tidak menyangka. Hubungan ayah dan anak itu pun merenggang, hingga berpisah tempat tinggal. Di tengah kekacauan yang Raga rasakan, perempuan aneh bern...