Jangan lupa isi daftar hadir!
Pencet tombol bintangnya kawan!Musiknya bisa diputar.
Terima kasih.—
“Lo cantik kok. Tapi kadang buluk! Haha!”
“Sana agak jauhan, gue mau ngerokok.”
“Gue marah aja artinya perhatian. Terus apa namanya kalau gue tiap hari senyum buat lo?”
“Kalau sedih bilang, pundak gue cukup kokoh buat lo bersandar.”
“Cie mau nangis... Sini gue peluk!”
Air matanya turun begitu saja. Dadanya terasa nyeri, seakan ada yang telah menghantamnya dengan keras. Hidup itu rumit. Kita harus cari cara agar tetap baik-baik saja. Cari cara! Bukan malah pura-pura.
Seperti yang dialami gadis ini sekarang. Terus memendam, terus mengenang. Seolah dia benar-benar kuat untuk berdiri sendiri. Tapi jika sekelebat bayangan itu datang, dia hanya mampu mengerang kesakitan. Andai jika dirinya sudah mati rasa, akan jadi seperti apa?
Kadang ingin menyalahkan Tuhan, tapi rasanya tidak pantas. Karena sesungguhnya Tuhan tidak pernah salah. Tuhan beri sakit, biar nanti bisa sehat. Tapi kalau manusia malah menyesal, berarti manusia sendiri yang keliru ambil langkah.
Usai memberi melayani pedihnya, Naura berjalan meninggalkan kasurnya. Tadi Bunda minta dibelikan beberapa mi instan, roti tawar, sabun cuci, shampoo, dan pembalut wanita di minimarket terdekat. Itu semua untuk stok di rumah.
Sebelum benar-benar keluar dari kamar, Naura menatap wajahnya pada cermin di almari. Dia mengusap sisa-sisa air matanya. Dia mencoba mengatur napasnya. Setelah dirasa baik-baik saja, dia berani keluar kamar.
“Sudah selesai tugas sekolahmu?” ucap Bunda yang duduk berdua dengan Ayah di ruang tengah. Mereka sedang menonton televisi.
“Sudah.”
Naura tidak berbohong kok. Dia di kamar untuk menyelesaikan tugas sekolahnya, tapi sisanya buat menangisi Adelio Mahardhika.
“Sebentar, Bunda ambil uangnya dulu,” ucap Bunda sambil berdiri lalu berjalan menuju kamarnya.
Bukannya Bunda malas sehingga enaknya saja meminta putrinya itu untuk pergi berbelanja. Namun, semua ini keinginan Naura. Sekalian cari udara segar katanya. Toh, seharian ini Bunda juga sudah bergelut dengan pekerjaan rumah tangganya.
Bunda keluar dari kamar dengan membawa uang seratus ribu.
“Ini, hati-hati bawa uangnya,” kata Bunda sambil menyerahkan uang itu kepada putrinya.
“Iya, assalamu 'alaikum,” pamit Naura.
“Wa 'alaikumussalam.”
.
Kini, gadis itu sudah berada di dalam Indomaret. Dia sibuk memilih varian mi goreng. Setelah semua barang yang dibutuhkan masuk ke keranjang, dia berjalan menuju kasir.
Kalau Naura orang sakti yang bisa meramal masa depan, dia tidak akan jadi pergi ke Indomaret. Niatnya untuk melepas penat, eh, malah tambah bebannya karena cowok bertudung jaket yang baru saja membayar di kasir itu adalah Dhika. Mau ngumpet gimana? Orang Dhika keburu lihat.
“Eh, Ra... Ketemu disini...” sapa Dhika.
Naura tersenyum. “Hai, gak nyangka juga...” Dia seolah biasa saja.
Naura memberikan keranjangnya pada kasir untuk dihitung total pembayaran.
“Beli apa lo?” tanya Naura.
KAMU SEDANG MEMBACA
Parody
Novela JuvenilPARODY hidup itu konyol kalau hidup saja penuh kekonyolan... gimana makhluknya gak edan?! seperti parodi, mereka menjalaninya dengan mengikuti alur semesta- -tapi dengan ugal-ugalan --- mohon hargai karya setiap orang mungkin agak gila dan gak jelas...