Permisi.
Ada orang?
Sepi ya?
Lama ya nungguin?
Wkwkwk, sebenernya tuh pengin update, tapi tau sendiri lah, diriku manusia, kerjaan bukan cuma wattpad aja. Jadi, gak bisa selalu/sering nulis. Toh, ini juga tergantung mood.
Pokoknya gitu. Selamat membaca ya~
—
Hari ini, Lyan mendapat kabar bahwa Adiv tidak masuk sekolah. Awalnya, dia pikir anak itu bolos, tapi ternyata tidak. Adiv sakit. Dikira sosok Arsenius Radivan Sebayu adalah otot kawat tulang besi, preman tengil yang anti tepar, tapi ternyata dia masih manusia. Kabarnya mungkin karena kemarin mimisan juga.
“Ma, Adiv tadi gak masuk sekolah. Dia sakit kata temen-temennya,” ucap Lyan pada ibunya sambil membuka kulkas. Sore-sore kehausan sehabis pulang sekolah.
Mama menoleh pada Lyan. “Kamu ini ganti baju setengah-setengah. Kan, minumnya bisa nanti, Ly,” ucap Mama yang melihat Lyan dengan kondisi memakai training dan seragam atasannya.
“Tenggorokan gak bisa diajak kompromi, Ma.”
Mama hanya menggeleng melihat kelakuan putrinya.
“Adiv sakit apa?” tanya Mama.
“Gak tau. Tapi katanya kemarin dia mimisan.” Lyan menutup pintu kulkas. Dia berganti duduk di kursi samping meja makan sambil memperhatikan sang Mama buat sambal terasi.
“Mimisan? Kecapean mungkin.”
“Bisa jadi.”
“Kamu mau jenguk dia?”
“Niatnya sih gitu.” Lyan mengetuk-ngetuk jari telunjuknya pada meja makan.
“Ya udah, habis mandi ke sana. Bawa mangga sama kue yang Mama simpan kemarin.”
“Ngapain ih? Disana pasti banyak jajan.”
“Heh! Kamu ini niat jenguk orang apa enggak?” Mama melotot.
“Niat, Ma. Tapi kayak... rempong banget kalau yang dikasih Adiv. Anak kayak gitu mana doyan buah sama kue. Favoritnya, kan, yang Surya, Djarum, Marlboro. Pokoknya golongan itu lah.”
“Terus kamu mau bawain rokok buat orang sakit? Aneh.”
“Ya enggak gitu juga, Ma.”
“Udah, sana mandi! Nanti minta tolong anterin Satya ke rumahnya Adiv.”
“Gak bakal mau. Percuma! Cowok kayak dia hidupnya tuh buat diri sendiri. Gak ada respect sama sekali sama makhluk Tuhan yang lain,” ucap Lyan menggebu-gebu.
“Terus nanti berangkat sama siapa?”
“Em, naik motornya Tante Rina,” kata Lyan.
Tante Rina adalah ibunda Satya. Omong-omong, rumah mereka berhadapan. Sehingga cukup mudah untuk melakukan pinjam-meminjam barang.
“Bisa naik motor?” tanya Mama tidak percaya.
“Dih? Bisalah! Dulu pas main di rumah Bella aku bisa tuh ngendarain motor dia.”
“Oh! Belajar motor gak bilang-bilang,” ucap Mama sambil menaruh ulekannya.
Lyan gelagapan. “Anu, Ma... Tapi Lyan lancar kok. Beneran! Aku udah bisa!”
“Nanti bisa jaga diri?”
“Bisa!”
“Terserah kalau gitu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Parody
Fiksi RemajaPARODY hidup itu konyol kalau hidup saja penuh kekonyolan... gimana makhluknya gak edan?! seperti parodi, mereka menjalaninya dengan mengikuti alur semesta- -tapi dengan ugal-ugalan --- mohon hargai karya setiap orang mungkin agak gila dan gak jelas...