Shinichi tertunduk lemas di depan ruangan Shiho. Apa yang ia dengar seperti meruntuhkan hatinya. Shiho harus dioperasi. Tembakan itu sangat fatal, pelurunya mengenai salah satu ginjal Shiho. Ginjal kirinya sampai terbelah dan harus segera diangkat. Shiho harus dapat bertahan hidup dengan satu ginjal. Ia hanya terus berdoa pada tuhan agar Shiho selamat.
"Ini salahku..." desis Shinichi mengacak rambutnya frustasi. Ia terus meraung menyalahkan dirinya sendiri.
"Bukan! Ini bukan salahmu! Ini salah kami!" ucap James dan Camel.
"Seharusnya aku datang dan melindunginya! Sial! Ini salahku!" desis Akai yang baru datang beberapa saat yang lalu.
"Cukup!! Bisakah kalian tidak menyalahkan diri kalian sendiri?! Seharusnya kita mendoakan Ai-chan bersama-sama!" tegur Yukiko yang selalu bijak.
Shinichi menangis di pelukan ibunya. Ia tidak peduli sekalipun ibunya akan mengatainya cengeng. Untuk saat ini ia hanya mengkhawatirkan Shiho. Gadis itu mungkin sedang melawan maut. Shinichi ingat saat Shiho tertembak gadis itu membisikkan sesuatu. Hal itu membuat Shinichi semakin menyesali kecerobohannya.
"Aku juga mencintaimu, Haibara! Aku sangat mencintaimu! Akan selalu seperti itu, Haibara! Selalu! Aku mencintaimu!" desis Shinichi di sela sela doanya.
***
Shiho membuka kelopak matanya. Ia menoleh ke kanan dan kiri, tidak tahu sedang berada dimana. Kini ia sedang duduk di bebatuan, di hadapannya terbentang lautan yang sangat luas dengan kemilau senja. Sungguh pemandangan yang menenangkan."Apa kau sudah menyerah, Shiho?" terdengar suara gadis yang sangat tidak asing di telinganya.
"Kakak? Apakah itu kau?" desis Shiho melihat sosok yang sangat ia rindukan kini tersenyum di hadapannya.
Sosok Akemi itu mengangguk perlahan.
"Kakak! Aku merindukanmu!" seru Shiho menangis sesenggukan.
"Aku juga Shiho! Aku juga sangat merindukanmu!"
Perlahan air mata Shiho mengalir. Ia benar-benar merindukan sosok kakak yang amat disayanginya itu.
"Kakak! Kita ada dimana?" ucap Shiho memerhatikan pemandangan menyejukkan yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
"Ini adalah tempat dimana kau bisa menghilangkan rasa lelahmu! Apa kau sudah lelah?"
Shiho mengangguk, ia lelah, sangat lelah. Ia lelah dengan segala sesuatu di dunianya.
"Ayah... Ibu..." desis Shiho melihat siluet kedua orang tuanya sedang melambai ke arahnya.
"Ini saatnya, Shiho! Kau juga ingin bertemu ayah dan ibu bukan?" tanya Akemi dengan senyum indahnya.
"Tapi..." desis Shiho sedikit ragu. Tanpa mendengarnya pun Akemi tahu apa yang sedang adiknya pikirkan.
"Atau kau masih ingin bersama seseorang yang sangat kau cintai di duniamu?"
"Kudo-kun..." desis Shiho. Ia berfikir apa yang akan di lakukan Shinichi? Bagaimana jika hidup tanpa Shinichi? Ia tidak mau Shinichi merasa bersalah atas kepergiannya.
"Kembalilah jika kau ingin kembali Shiho! Dia membutuhkanmu! Dia sangat menyayangimu! Berjuanglah! Dan lelahmu akan terbayarkan pada waktunya! Tapi kau harus ingat bahwa takdir tidak bisa dilawan!"
***
Shinichi menunduk lemas dihadapan tubuh Shiho yang masih terbaring lemah. Kondisinya masih sama seperti beberapa hari yang lalu. Sejak operasi pengangkatan ginjal dan peluru itu Shiho tidak bergerak sama sekali. Ia sudah koma selama seminggu, dan belum menunjukkan adanya kemajuan.Shinichi setia menemani Shiho yang terus tak sadarkan diri. Ia terus berharap penuh doa bahwa Shiho akan kembali padanya. Mereka akan kembali bersama dan mewujudkan semua mimpi mereka dulu.
"Bangunlah Haibara! Kau sudah berjanji akan kencan bersamaku di musim semi!
Kita akan melihat bunga sakura mekar bersama, bukan? Maka dari itu... Bangunlah Haibara!!" seru Shinichi pada Shiho. Tapi tetap saja, Shiho tidak bergeming.Menyedihkan ketika mengingat hari itu, disaat Shinichi akan pergi, kemudian Shiho mencium bibirnya, kemudian mereka membuat jadwal kencan musim semi, kemudian bla bla bla dan Shiho tertembak.
Shinichi masih memandangi wajah kelelahan Shiho yang belum sadar. Ia sudah bertekad untuk tidak menangis di hadapan Shiho lagi. Ia ingin membuktikan bahwa mereka kuat. Dia dan Shiho sangat kuat, Shinichi yakin itu.
"Bangunlah Tuan Putri!" pinta Shinichi sekali lagi pada Shiho. Shinichi menamati kembali wajah Shiho, entah kenapa di pikirannya muncil sesuatu.
"Jika saja kisah Aurora itu nyata..." desis Shinichi. Ia sudah merasa gila, pria itu mendekatkan wajahnya pada wajah Shiho yang masih tidak bergerak. Shinichi melakukannya dengan perlahan dan sangat berhati-hati. Ia melepas alat bantu pada bibir Shiho, kemudian mencium bibir Shiho sekilas, lalu melepas bibirnya dan langsung memasang alat itu lagi.
"Cepatlah bangun, Tuan Putri! Aku merindukanmu!" bisik Shinichi setelahnya.
***
Shinichi berlarian melewati koridor rumah sakit. Ia bergegas menuju ruang rawat Shiho. Ia baru saja meninggalkan Shiho untuk makan siang dan dokter bilang sesuatu terjadi. Shinichi berlarian dengan nafas terengah, ingin membuktikan kebenaran berita tentang keadaan Shiho sekarang."Haiba... ra..." desis Shinichi yang kecewa melihat kondisi Shiho masih sama dengan sebelumnya. Baru saja seseorang mengatakan bahwa Shiho sudah sadar. Shinichi sampai meninggalkan makan siangnya demi mendengar berita kesadaran Shiho. Tapi ketika ia datang, justru harus kecewa oleh keadaan. Shiho masih diam.
Shinichi menghampirinya, kemudian tersenyum. Ia sudah bertekad untuk tidak menangis di depan Shiho. Ia akan menunggu gadisnya bangun. Shinichi menyentuh jemari mungil Shiho.
"Kau adalah gadis paling kuat yang kukenal! Kau akan baik baik saja!" desis Shinichi menggenggam jemari itu semakin kuat.
"Ku..do..."
Suara lirih itu mengejutkan Shinichi. Ia mengamati wajah Shiho. Ia yakin suara itu berasal dari bibir gadis di hadapannya.
"Haibara..." panggil Shinichi dengan penuh harap.
Shiho mengerjap-ngerjapkan kedua kelopak matanya. Ia menoleh ke segala arah. Seakan sedikit merasa asing dengan suasana di sekitarnya.
Shinichi terperangah, kali ini ia benar-benar tidak bisa menahan air matanya.
Pria itu langsung menciumi punggung tangan Shiho. Gadis itu hanya tersenyum simpul. Shinichi mengelus pucuk kepala Shiho dengan lembut."Aku merindukanmu, Haibara..." ucap Shinichi menahan bulir air mata yang berusaha turun.
Shiho kembali tersenyum, kondisinya terlalu lemah untuk banyak berbicara. Tapi, dibalik senyum itu ia menyembunyikan rasa sakit di pinggangnya. Ia baru saja bangun dan tidak ingin mengacaukan banyak orang. Lagi pula, Shiho sudah terbiasa dengan rasa sakit seperti ini.
"Kau harus cepat sembuh! Sebentar lagi musim semi! Kita akan melihat binga sakura seperti yang kita rencanakan, bukan?" ucap Shinichi kembali mengelus pucuk kepala Shiho penuh kelembutan.
"Iya..." balas Shiho pelan.
***
Langsung Vote aja ya!See you!! 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cause Of My Euphoria
FanfictionAku ingin berada disisi Shinichi Kudo sampai akhir. He is the cause of my euphoria.