Lauren menatap layar ponselnya dengan gusar sebab sudah sejak satu jam yang lalu, sinyal internet sulit untuk dia dapatkan.
"Ckck ... Disaat penting seperti ini, ponselku justru tak berguna sama sekali," decak Lauren kesal.
Lauren menghembuskan napas dengan gusar, walau gerhana matahari cincin sudah berakhir sejak setengah jam yang lalu dan langit sudah mulai kembali cerah, suasana hati gadis itu justru semakin bertambah redup.
"Sepertinya aku harus turun dari bukit ini sekarang juga. Aku memang tak tahu di mana Ara jatuh, tapi sepertinya dia jatuh di sekitar utara bukit ini," ucap Lauren sambil mengencangkan tali sepatu dan juga jaket tebalnya.
Lauren menuruni bukit dengan hati-hati menuju ke arah utara. Gadis itu tak bisa menunggu siapapun dan mau tak mau dia harus turun bukit serta mencari Ara sendirian.
Butuh waktu sekitar satu jam lebih agar Lauren sampai di ujung jurang yang ternyata adalah sebuah sungai kecil dengan airnya yang masih terlihat begitu jernih. Gadis itu meletakkan tas yang dia bawa di atas batu, lalu pergi ke pinggir sungai untuk membasuh wajah.
"Bagaimana aku akan menemukan Ara di daerah sungai yang sepi ini?" gumam Lauren bingung.
.
.
.Ara membuka matanya secara perlahan setelah merasa bahwa tubuhnya terasa begitu dingin. Darah di tangannya sudah berhenti menetes, tapi perih terasa hampir di semua bagian tubuh gadis itu, walaupun beberapa luka itu sudah ditutup dengan kain dan ramuan. Eh, sejak kapan?
Gadis itu bangun dan menatap sekitarnya dengan bingung.
"Di mana aku sekarang? Apa aku baik-baik saja?" ucap Ara lirih.
Ara segera mengecek tubuh dan juga tas yang dia bawa, 'tubuhku baik-baik saja dan tas milikku juga masih ada,' batinnya.
Ara kemudian turun dari batu besar yang sepertinya ada di pinggir sungai dengan sedikit kesusahan. Ia berniat untuk membasuh wajahnya dan mungkin sedikit meminum air sungai yang nampak terlihat segar.
"Kau sudah bangun, Nona?"
Seorang pria berambut brown pendek tiba-tiba datang dan mengagetkan Ara hingga membuat gadis itu menatap was-was orang asing yang ada di hadapannya sekarang.
"Siapa kau?" tanya Ara gugup.
Senyum lebar pria itu muncul setelah mendengar pertanyaan Ara. Pria itu meletakkan setumpuk kayu yang ia bawa dari dalam hutan, lalu menjabat tangan gadis di depannya. "Namaku Jason Jay, panggil aku Jey. Kau siapa dan bagaimana bisa kau terdampar di sungai ini?" tanya pria itu penasaran.
"Namaku Ara Natalie, kau bisa memanggilku dengan sebutan Ara. Jey, aku adalah seorang pendaki bukit besar yang ada di hadapan kita sekarang. Aku berencana untuk mendaki bukit ini bersama sahabatku, tapi kejadian buruk terjadi pada kami berdua. Gerhana matahari cincin muncul saat kami masih ada di tengah-tengah tebing. Angin kencang dan suasana tebing memburuk dengan begitu cepat, aku kehilangan keseimbangan saat tongkat yang kubawa patah dan tak lagi mampu untuk menahan tubuhku agar tidak tergelincir. Singkat cerita, aku jatuh karena tak mampu untuk bertahan di tebing tanpa tongkat yang biasa aku gunakan. Aku jatuh dari tebing dan berpisah dengan Lauren," jelas Ara panjang lebar.
Jey mengangguk paham dan menatap Ara dengan iba. "Ara, sepertinya kau terlempar dari dunia lain. Bukit ini belum pernah didaki oleh orang dan hari ini juga tak ada gerhana matahari cincin di daerah ini. Selama lima tahun ini, sudah ada tiga orang pria yang terlempar juga ke sini dan tak dapat kembali ke asal mereka sampai sekarang."
Napas Ara terasa tercekat ketika mendengarkan informasi dari Jey. "A-apa? D-dunia lain katamu?" ulang Ara memastikan.
Jey mengangguk sambil menggosokkan kedua batu untuk membuat api. "Aku adalah warga asli dari Elm Island yang sudah berjumpa dengan setiap orang yang terlempar ke dunia kami. Auva yang paling awal datang ke sini, kemudian disusul oleh Justin dan terakhir kali saat musim dingin, David tiba di tempat ini," jelas Jey sambil membersihkan beberapa ikan yang sudah dia dapatkan saat mencari ranting kering di sekitar sungai.
Ara mengamati secara sekilas daerah sungai, lalu menatap Jey dengan bingung. "Ke mana mereka semua sekarang?"
Jey menoleh ke arah Ara dan tersenyum sendu. "Dari mereka berempat, hanya Auva saja yang pada akhirnya tinggal bersamaku. Kekayaan dan pekerjaan yang Rylan tawarkan pada Justin dan David telah berhasil menjerat kedua pria itu untuk menjadi pesuruh si berandal Rylan dengan mudah."
Ara mengerutkan dahi dengan heran. "Siapa itu Rylan?" tanya Ara.
Jey duduk di dekat Ara dan memberikan satu tusuk ikan yang sudah matang kepada gadis itu.
"Rylan adalah seorang pria berandal kaya yang senang mengacau di Area Pasar Elm Island. Oh, iya, kami hidup di bawah kepemimpinan King Edward yang satu bulan lagi akan segera digantikan oleh putranya dan sebentar lagi pendaftaran untuk mencari para prajurit khusus kerajaan akan segera dibuka," jelas Jey lagi.
Ara mengangguk paham dan diam-diam memikirkan cara untuk kembali.
"Jey, apa kau mau membantuku untuk pulang? Aku tak mungkin tetap berada di sini karena tempat ini juga bukan rumahku," tanya Ara.
Jey menghela napas, lalu menggelengkan kepala. "Aku tidak punya banyak pengetahuan yang bisa aku beritahukan padamu tentang alasan yang membuatmu datang ke sini. Aku tidaklah sepandai Justin ataupun Rylan," sesal Jey.
"Apa itu artinya aku harus menemui mereka untuk mencari bantuan?" tanya Ara bingung.
Jey melotot lucu, lalu buru-buru menggelengkan kepala. "Jangan menemui mereka, Ra. Kau harus tahu kalau sekali kau masuk ke dalam kehidupan Rylan, maka kau takkan bisa keluar untuk selamanya."
"Apa maksudmu itu adalah kedua pria yang tersesat di sini sudah terjebak dalam perangkap Rylan karena ingin minta bantuan padanya?" tanya Ara memastikan.
Jey menggangguk ragu dan menatap Ara dengan sedih. "Aku benar-benar minta maaf padamu karena tak bisa membantumu lebih banyak, tapi kalau kau ingin bertemu Auva, maka aku akan segera mempertemukan kalian berdua."
Jey beranjak dari kayu besar yang dia gunakan untuk alas duduk dan mengisyaratkan agar Ara segera berdiri. Ara menggendong tas yang dia bawa dan mulai mengikuti langkah Jey yang masuk ke dalam belantara hutan.
"Ara, tasmu terlihat berat, apa kau baik-baik saja jika tetap harus membawanya sendiri? Aku bisa membantumu kalau kau mau," tawar Jey sambil terus berjalan ke depan dan menyibak satu persatu dedaunan yang menutupi jalan.
"Aku sudah terbiasa membawa tas ini beserta isinya, Jey. Aku seorang pendaki gunung dan ini juga bukan pertama kalinya bagiku untuk berjalan di dalam hutan. Aku akan baik-baik saja selama aku bersama orang yang tepat," jelas Ara.
Jey membalikkan badan dan menatap Ara dengan senyum lebar. "Syukurlah kalau begitu, Ra."
Jey lalu menyibak dedaunan lebar yang Ara pikir terlihat mirip dengan Daun Pakis hingga sebuah pemukiman pun terpampang nyata di mata Ara.
"Wow, tempat ini terlihat begitu indah. Pemukiman ini masih terlihat begitu alami. Apa ini adalah salah satu desa di Elm Island?" tanya Ara antusias.
Jey tersenyum tipis, lalu menggelengkan kepala. "Tempat ini adalah pusat dari Elm Island, di sini sebagian besar penduduk tinggal dan mencari nafkah. Aku tak bisa mengatakan tempat ini sebagai desa karena tempat ini seperti pusat kegiatan bagi kami. Dulu Auva dan yang lain juga menganggap pulau ini sebagai sebuah desa yang padahal sebenarnya adalah sebuah kerajaan. Kalau kau sulit untuk memahaminya, kau bisa menyebut tempat ini sebagai sebuah pasar yang besar. Tidak apa-apa, ayo masuk ... ," ajak Jey antusias.
Ara mengangguk paham, lalu menyibak Daun Pakis terakhir yang ada di depan matanya. Gadis itu melangkah ke depan dan menatap takjub suasana pusat kerajaan yang memang tampak seperti pasar besar.
"Tempat ini memang terlihat begitu indah, apalagi jika dilihat dari dekat. Luar biasa ... ."
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret of Elm Island (THE END) ✔️
FantasíaKing Edward mengadakan sayembara untuk mencari para prajurit khusus demi keamanan Prince Thomas yang sebentar lagi akan naik tahta menggantikan dirinya. Namun, ketika para prajurit terpilih sudah masuk ke dalam kehidupan para warga kerajaan, secara...