Rencana King Thomas terdengar sampai ke telinga para warga kerajaan. Sebagian besar dari mereka memang tak setuju dengan usul dari sang raja. Namun, ada dua orang yang benar-benar tidak setuju dengan rencana itu.
"Aku masih ingat bagaimana membuat kekacauan saat kita tengah mencoba untuk menjalankan misi. Dia bahkan hampir saja mengantarkan nyawa kita berdua ke depan gerbang kematian. Aisshh ... Bagaimana mungkin King Thomas melakukan ini kepada kita?" keluh Kevin. Pria itu terus menggerutu kesal sembari memindahkan barang-barang dari ruang utama kastil menuju gudang.
Vernon menghela napas panjang ketika melihat kawannya yang terus menggerutu dan membuat kepalanya pusing.
"Pergilah untuk menemui sang raja, katakan padanya bahwa kau tak menyukai rencana itu. Kenapa kau terus berbicara di hadapanku?" tegur Vernon.
Kevin mendesis karena ucapan kawannya, pria itu pun lantas meletakkan box yang berisi hiasan meja dan beranjak pergi.
"Hampir semua orang di kastil tak menyetujui kalau Jhon mendapatkan jabatan lagi dengan cara yang mudah. Bahkan Sean dan Auva masih harus diperiksa sebelum mereka mendapatkan lagi jabatan sebagai seorang knight. Sebenarnya, rencana apa yang saat ini tengah raja lakukan?"
.
.
.
."Thomas, apa yang kau lakukan sekarang? Kau tahu, hal apa yang sedang kau rencanakan saat ini? Kau yakin dengan hal itu?"
King Thomas tersenyum tipis ketika Hanson mencoba untuk mengutarakan ketidaksetujuannya. "Ada beberapa alasan mengapa aku berencana untuk menjadikan Jhon sebagai seseorang yang penting di dalam kerajaan ini. Pria itu adalah tangan kanan komplotan William dan pastinya tahu banyak hal mengenai mereka."
Sang raja mendudukkan diri di kursi perpustakaan, lalu melepaskan mahkota dan meletakkan di meja. Pria itu menyibak rambutnya yang sudah sampai mulai panjang dan mengambil napas dalam-dalam.
"Aku ingin kabar ini sampai di telinga William karena kupikir dia takkan terima saat bawahannya mendapatkan jabatan. Pria itu sangat sensitif dan hal seperti ini pasti akan melukai kehormatannya. Jika komplotan mereka muncul, maka kita harus menangkap para pengkhianat itu."
.
.
.
.Rylan dan Ara berencana untuk pergi ke Sun Inn demi menutup secara resmi hotel tersebut. Namun, rencana itu batal saat melihat William dan kedua bawahannya yang kini sudah ada di depan pintu rumah.
"Kenapa kalian kemari? Bukankah pengaruh dari sihir tato itu sudah hilang?" tanya Rylan sambil bersedekap sekaligus mengerutkan dahi karena heran.
Wajah William, Levie, dan Leo yang biasanya terlihat begitu bersih dan terawat, kini justru terlihat sangat kotor dan dekil.
Sementara Ara berkacak pinggang dan menatap ketiga pria itu dengan sinis. "Setelah menjadi buronan pihak kerajaan, apa kalian juga masih ingin menyeret kami berdua ke dalam situasi semacam itu?"
Leo yang ingin mendekat dan membalas ucapan Ara, langkahnya langsung terhenti begitu William menarik kerah baju pria itu dari belakang.
"Apa kalian pernah sadar jika hidup yang kalian hadapi di sini terasa kurang adil?" tanya William tiba-tiba.
William menatap lamat luka di wajah Rylan sebelum akhirnya tersenyum miring. "Luka di wajahmu yang membuktikan bahwa kau juga mendapatkan ketidakadilan itu. Apa kau tak ingin membalas ketidakadilan yang kau dapatkan sekarang?" tanyanya lagi.
Rylan yang selalu emosional begitu mendengar penghinaan untuk dirinya, lantas menarik kerah William. "Memang kenapa jika aku memiliki luka ini? Apa aku salah? Lagipula aku tak sama denganmu," elaknya.
William lantas terkekeh kecil, ia kemudian menepuk bahu Rylan. "Kau terlalu naif, Rylan. Kau pikir aku tak tahu kalau selama ini kau juga ikut andil dalam kematian Venus?"
Rylan yang ingin membalas ucapan William tiba-tiba mengurungkan niat begitu mendengar nama Venus disebut.
"A-apa yang kau mau sekarang?" tanya Rylan dengan terbata-bata. Pria itu sangat tahu jika William begitu mencintai Venus dan cukup sensitif dengan topik pembahasan mengenai wanita itu. Jika mau, ia bahkan dapat menghancurkan kehidupan seseorang hanya karena hatinya 'tersenggol'. Pria itu akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Rylan tahu persis bagaimana permainan William dan ia tak ingin terjebak terlalu dalam karena kesalahan yang diungkit lagi oleh pria licik itu.
William tersenyum miring, "Bantu aku untuk mengadakan penyerangan terhadap kerajaan milik Thomas. Apa kau bisa?"
Rylan mematung begitu mendengar permintaan William. Apa pria itu belum puas setelah melihat banyak kekacauan yang terjadi di sana?
"Boss, kau bilang jika dirimu mati di peperangan nanti, kau akan dapat kembali ke Terra Nubibus. Apa kau mau melakukan hal itu?" bisik Ara di telinga Rylan.
Rylan menatap Ara dan William secara bergantian hingga akhirnya menarik napas dalam-dalam.
"Baiklah, aku akan membantu menyiapkan penyerangan ini. Namun, bisakah kau tak membahas lagi mengenai kematian kekasihmu? Itu sangat mengganggu dan membuatku merasa bahwa diriku kejam."
William terkekeh kecil, "Baiklah, aku takkan lagi membahas masa lalu itu, tapi kau memang kejam, Rylan. Kau sama sepertiku," selorohnya sambil menepuk bahu Rylan.
Wajah William yang semula ceria, tiba-tiba berubah menjadi serius. Pria itu menatap Rylan dan Ara secara bergantian. "Kau beruntung karena mendapatkan rekan yang bahkan tetap berada di sampingmu, walau dia sudah tahu semua keburukanmu. Padahal, jika mau, Ara bisa memilih untuk bergabung dengan Thomas."
Ara menatap William tak suka, "Memangnya kenapa jika aku memilih untuk bersama Rylan? Kenapa aku harus bersama dengan raja itu?" ucapnya balik bertanya.
William tersenyum kecil, "Kau sangat mencintai Jey dan selama ini kau berusaha memendam rasa itu karena istrinya adalah sahabat, bos, sekaligus kakak bagimu. Bukankah seharusnya ini kesempatanmu untuk mendekati Jey? Dia sekarang adalah seorang duda jika kau lupa."
Ara mengepalkan kedua tangannya dan menatap William dengan tajam. "Kau tahu apa tentang hidupku, hah?! Ketimbang aku berada di sisi pria itu dan kembali mencintainya, lebih baik aku hidup susah dengan salah satu kawan sahabatku, Lauren. Lagipula, aku tak mau masuk ke dalam kastil yang hanya dipenuhi dengan ambisi untuk menjadi yang terhebat. Kau tahu? Itu memuakkan!"
Ara lantas masuk ke dalam rumah dan mengurungkan niat untuk pergi ke Sun Inn. Gadis itu begitu tersinggung saat orang lain menghina 'cintanya'.
Apakah salah jika seseorang berusaha untuk melepaskan cintanya dengan mengambil jalan yang berbanding terbalik dengan sang pujaan hati?
"Kau benar-benar sangat menyebalkan. Kau tahu itu?" keluh Rylan sambil membuka pintu rumah.
William mengiyakan saja keluhan Rylan dan mengikuti pria itu masuk ke dalam rumah diikuti oleh Leo dan Levie.
"Leo, apa lord tahu kalau Jhon akan akan mendapatkan jabatan baru setelah lepas dari pengaruhnya?" tanya Levie tiba-tiba.
Leo berjalan dengan susah payah saat memapah tubuh Levie yang bongsor dan tinggi. "Lord sudah tahu hal ini akan terjadi. Jhon maupun Edo dulunya adalah pesuruh kita saat mereka masih dalam pengaruh sihir. Namun, setelah sihir itu lepas, mereka bukan siapa-siapa lagi bagi lord. Bukankah kau sangat paham kalau lord akan melepaskan orang yang memang sudah tak mau berurusan dengannya?" Levie pun kemudian mengangguk paham.
"Kehidupan akan terasa sangat berat ketika kita sedang lemah. Sudahlah, jangan membahas lagi hal-hal yang tak penting itu lagi. Kita hidup hanya untuk mengabdi kepada pewaris sah dari kerajaan Elm Island dan apapun yang terjadi, kita akan selalu menemani lord sampai darah penghabisan. Kau paham?"
Levie mengangguk paham dan memilih pasrah ketika Leo membawanya masuk ke dalam rumah Rylan.
Cinta dan pengabdian yang terlalu berlebihan, takkan selamanya menempatkan seseorang pada jalan kebaikan. Karena terkadang, beberapa hal baik yang berlebihan, justru akan menghancurkan kebaikan dari orang itu sendiri.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret of Elm Island (THE END) ✔️
FantasíaKing Edward mengadakan sayembara untuk mencari para prajurit khusus demi keamanan Prince Thomas yang sebentar lagi akan naik tahta menggantikan dirinya. Namun, ketika para prajurit terpilih sudah masuk ke dalam kehidupan para warga kerajaan, secara...