Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan. Waktu berlalu dengan cepat dan tak banyak hal yang berubah di Elm Island. Semuanya masih sama, kecuali nasib manusia yang terikat dalam ramalan jodoh kerajaan.
.
.
.
."Aku tak bisa menikah dengan Lauren, Ayah. Dia pergi menghilang setelah pertemuan kami di taman. Lagipula kenapa harus aku yang kau pilih menjadi anak angkat? Kenapa waktu itu kau memisahkan diriku dengan Justin?"
Prince Thomas sudah cukup tertekan dengan posisi yang akan dia pegang dalam beberapa hari lagi. Dia sudah cukup tertekan saat 4 dari 11 calon prajurit khusus yang dibentuk olehnya ditemukan tewas saat tengah menuju istana.
Dave, Josh, Julian, dan Jack yang baru saja kembali dari rumah bibi Julian harus mati secara tiba-tiba di tangan pria yang tak dikenal.
"Aku mau istirahat dulu sekarang. Aku undur diri dulu, King Edward," pamit Prince Thomas.
Prince Thomas tetap pergi dari hadapan ayah angkatnya, walau pria itu diam saja.
King Edward menatap kepergian sang putra dengan wajah yang memerah padam. "Aku hanya menuruti ramalan itu, tetapi mengapa semua orang berusaha untuk mengacaukan ramalan itu?"
.
.
.
.Lauren dan David sudah menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih setelah sebulan si gadis tinggal hotel. Kisah cinta mereka berdua terdengar sederhana di telinga Rylan maupun para penghuni hotel yang lain. Namun, ketika cinta yang sederhana itu mulai diusik oleh sebuah halangan besar yang bernama ramalan, semua orang menganggap bahwa kisah cinta keduanya tak lagi dikatakan sebagai kisah yang sederhana.
Rylan, selaku pemilik Hotel Sun Inn yang sejak awal tak menyukai pemikiran dari King Edward, mulai melancarkan berbagai usaha untuk menutupi jejak Lauren dan David dari para pengawal kerajaan yang mencoba untuk mencari si gadis.
"Boss, hari ini Hanson datang kemari. Apa kita akan menerima kedatangan pria itu?" tanya Justin yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan Rylan.
Rylan membuka matanya yang baru saja menutup, lalu menatap tajam ke arah Justin. "Apa kau tidak bisa untuk sekadar mengetuk pintu sebelum masuk ke dalam ruanganku?"
Justin menghela napas dan menggelengkan kepala dengan ekspresi wajah yang terlihat begitu suntuk.
"Pria itu kali ini datang dengan membawa bibit bunga Edelweis dan itu membuatku berpikir jika pria itu tak datang kemari untuk melihat taman atau menginap di hotel kita. Bukankah kau sendiri yang mengatakan bahwa seorang Hanson hanya akan datang dengan membawa bibit bunga Edelweis saat ingin membahas sesuatu denganmu, Boss?"
Rylan mendesis kecil, lantas beranjak dari kursi dan pergi dari ruangannya untuk menghampiri Hanson yang mungkin sudah menunggu di lobi utama hotel dengan duduk di atas sofa sambil menikmati minuman yang dibuat oleh salah satu bartender yang sementara ini menggantikan peran David.
.
.
.
.Hanson menatap kedatangan Rylan dengan senyum miring dan tentu hal itu bukanlah sebuah hal yang ingin Rylan lihat dari pria yang selalu tak punya ekspresi ketika berbicara dengan orang lain.
"Kau terlalu lambat, Rylan. Aku datang kemari karena aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Duduklah dan dengarkan ucapanku." Rylan mengangguk pelan, lalu duduk bersedekap di depan Hanson.
Hanson lalu menghela napas dan menyerahkan sebuah kertas yang berisi sayembara. Di atas kertas itu tertulis kalau 'Siapapun yang berhasil menemukan Lauren dan David, lalu mau memberikan keduanya kepada King Edward, mereka akan mendapatkan satu kotak besar koin emas'.
"Aku memang seseorang yang dulunya adalah penguasa dari kerajaan Elm Island. Namun, karena sesuatu aku harus melepas jabatan itu, lalu memberikan jabatan yang sama tingginya kepada seorang anak kecil dari tempat asing," keluh Hanson.
Rylan menatap ke arah Hanson dengan datar, ia merobek kertas pemberian Hanson menjadi kecil-kecil dan membuangnya di tempat sampah yang tak berada jauh darinya.
"Venus yang dikenal sebagai seorang ratu yang lemah lembut punya niatan untuk mengadu domba petinggi kerajaan dengan warganya. Hal itu membuatku muak dan turun tangan untuk menghabisi wanita manja itu. Apakah hari ini aku juga harus turun tangan untuk langsung melenyapkan saja raja kolot itu?"
Hanson menggelengkan kepala dan menatap Rylan dengan wajah yang terlihat keruh. "Kau dan William yang selama ini menghabisi orang-orang itu setelah tahu kebusukan dari mereka. Beberapa waktu lalu, William menghabisi keempat calon pengawal khusus karena ketahuan sedang menggoda Nanny Eve yang baru pergi ke Magic Shop untuk membeli cokelat bubuk. Sebenarnya Dave tak perlu dihabisi, tapi karena pemuda itu tahu wajah William, ia juga harus lenyap di tangan anak itu. Rylan, untuk sementara ini, jagalah kedua karyawanmu dari jangkauan King Edward yang mencoba untuk bertindak bodoh. Kau paham apa yang baru saja kukatakan?" Rylan mengangguk datar bahkan saat cocktail pesanannya sudah datang.
.
.
.
.Ara yang sudah sangat merindukan rumah dan keluarganya, kini nekat untuk mendatangi Duke William dan Nanny Eve yang saat ini tengah berada di tokonya.
"Permisi, bolehkah saya duduk di sini untuk mengajukan pertanyaan?" tanya Ara ragu-ragu.
Nanny Eve menoleh ke arah suara dan terlihat girang saat Ara ada di hadapannya. "Eh, Ara, akhirnya aku melihatmu lagi setelah sekian lama. Bagaimana kabarmu? Oh, iya, apa hubunganmu dan Jey baik-baik saja?" tanya wanita itu antusias.
Ara berdeham saat mendengar pertanyaan Nanny Eve. Gadis itu tersenyum sendu. "Jey sebenarnya sudah lama menikah dengan Lady Jia. Kabar saya baik, Nanny. Maafkan saya karena hari ini saya ingin menanyakan sesuatu kepada Duke William. Sebentar saja dan takkan lama."
Nanny Eve terkekeh mendengar ucapan Ara yang terdengar lucu. "Kau boleh meminjam dia sepuasmu dan maaf sebelumnya karena aku tak tahu jika Jey sudah menikah."
Ara mengangguk sambil tersenyum manis, gadis itu kemudian menoleh ke arah Duke William yang sedang menatapnya tanpa ekspresi.
"Apa boleh jika saya meminjam waktu Anda sebentar saja?" tanya Ara yang diangguki oleh Duke William.
Ara kemudian membawa pria tampan itu ke tempat duduk yang sedikit sepi. Gadis itu menghela napas sebelum mengutarakan keinginannya.
"Duke William, beberapa minggu yang lalu, saya melihat Anda bersama seorang pengawal datang mendaki bukit Nobes Montem. Saya hanya ingin bertanya mengenai cara Anda untuk berhasil naik ke tempat itu. Maaf jika itu terdengar lancang, tapi saya betul-betul perlu tahu untuk hal tersebut."
Duke William berdeham sebelum bertanya balik. "Kenapa tiba-tiba kau ingin datang ke sana? Apa kau berniat untuk mengambil Edelweis di tempat itu?"
Ara menggelengkan kepala dan menatap Duke William. "Saya ingin pulang ke kota asal saya yang berada di seberang bukit. Saya bukan orang Elm Island asli dan ingin pulang. Bukan hal yang baru bagi saya untuk mendaki Nobes Montem dan sampai di puncak dengan selamat. Namun, saya heran mengapa terakhir kali saat saya mendaki, kegagalan harus terjadi dan membuat saya harus terjebak di kerajaan ini."
Duke William menatap Ara dengan tak percaya, pria itu terlihat mematung dengan kepala yang berpikir ke mana-mana.
"Rou dan Jia jatuh terdampar karena memang belum pernah mendaki bukit. Namun, bagaimana mungkin seseorang yang sudah berkali-kali mendaki Nobes Montem bisa juga untuk terjebak di Elm Island? Aku terlalu bodoh untuk memahami semua tujuan tersembunyi dari ayah dalam rencana ini. Entahlah apa yang sedang dia rencanakan kali ini," ucap Duke William dalam hati.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret of Elm Island (THE END) ✔️
FantasyKing Edward mengadakan sayembara untuk mencari para prajurit khusus demi keamanan Prince Thomas yang sebentar lagi akan naik tahta menggantikan dirinya. Namun, ketika para prajurit terpilih sudah masuk ke dalam kehidupan para warga kerajaan, secara...