08 -- Rasa sakit

37 8 5
                                    

Ara meletakkan bunga-bunga yang sudah dia pilah bersama dengan Jey di depan Auva.

"Bunga-bunga yang kau dapatkan hari ini, benar-benar segar dan begitu indah. Aku bahkan tak menemukan satu pun bunga yang rusak. Bagaimana kau membawa bunga itu agar tidak rusak saat dibawa pulang?" tanya Ara sambil menatap jari Auva yang mulai sibuk merangkai bunga.

Auva mendongak dan menaikkan alis kanannya. "Kau hanya perlu menata bunga yang kau petik di keranjang dengan hati-hati dan tak terburu-buru saat akan pulang ke rumah."

Ara mengangguk paham dan terus menatap tangan Auva yang bergerak cekatan saat merangkai bunga sampai Jey datang menghampiri keduanya dengan tangan yang membawa tiga cangkir hot chocolate.

"Baru saja aku pergi ke pasar dan mendengar kabar kalau sebentar lagi King Edward akan mengadakan sayembara untuk mencari para prajurit khusus demi keamanan Prince Thomas yang sebentar lagi akan naik tahta menggantikan dirinya. Kau mau ikut sayembara itu, Va?"

Auva kembali mendongak, lalu menggeleng pelan. "Akan sangat merepotkan bagiku jika membiarkan toko bunga yang sudah sukses ini di tanganmu, Jey. Kenapa kau saja yang tak ikut sayembara itu?"

Jey duduk di sebelah Ara, lalu meletakkan Hot Chocolate yang sudah dia buat di meja. "Aku ingin ikut, tapi aku juga tak yakin. Kau sendiri tahu betapa rumitnya kehidupan di dalam kerajaan."

Auva mengangguk menyetujui pendapat Jey, sementara Ara terlihat heran dengan pemikiran Auva dan Jey yang terlihat 'sempit' di matanya.

"Aku yakin kalau kalian sudah hidup lebih lama di dunia daripada aku, tapi aku tak menyangka kalau kalian takut dengan tantangan hebat yang sedang menanti di dalam kerajaan. Kalian benar-benar tak ingin mencoba untuk menghadapinya?" komentar Ara sambil meneguk pelan hot chocolate yang sudah dia ambil.

Auva langsung menoleh ke arah Ara dengan tatapan yang tajam. "Apa yang kau tahu tentang kerajaan? Kau bahkan hanyalah seorang gadis biasa yang memiliki nasib malang hingga harus berakhir di tempat Jey. Kau tahu apa tentang tantangan dalam kerajaan?"

Ara kemudian meletakkan lagi cangkir yang dia ambil dan balas menatap Auva dengan seringai kecil. "Mungkin aku hanyalah gadis biasa yang punya nasib buruk karena berakhir di tempat ini dan terlihat begitu lemah di matamu. Namun, apa kau benar-benar sudah melihat bagaimana diriku yang asli?"

Ara lalu menoleh ke arah Jey dan tersenyum lembut pada pria itu. "Jey, maafkan aku karena selama beberapa hari ini sudah menyusahkan dirimu dengan tingkahku yang cukup menyusahkan bagimu. Terima kasih karena selama ini kau sudah mau menampungku. Jey, jaga dirimu baik-baik di sini, tetaplah tersenyum seperti itu, dan jangan menyerah pada sesuatu yang bahkan belum kau coba. Aku pergi ... ," Ara menepuk bahu Jey, lalu buru-buru menghabiskan hot chocolate yang sudah Jey buat dan beranjak pergi untuk mengambil barang-barangnya di lantai dua.

Ketika Jey ingin beranjak dan menghentikan niat, Auva berdiri lalu menarik tangan pria itu dan menatap tajam padanya. "Apa kau tidak mendengarkan ucapannya barusan? Untuk apa kau menahan gadis seperti itu di sini?"

Jey menghela napas panjang, lalu menghempas tangan Auva di lengan kirinya. Pria itu lalu terkekeh kecil. "Apa kau masih tak tahu alasan apa yang membuat Justin dan David pergi dari sisimu? Kau belum tahu juga alasannya? Kalau begitu, aku akan jelaskan padamu mengenai alasan kepergian mereka dari sisimu. Va, kau terlalu tempramen dan egois. Selama ini kau bertindak sesuka hatimu tanpa peduli dengan masukan dari orang lain. Cuek dengan ucapan orang memanglah hakmu sepenuhnya, tapi apa akan selamanya kau seperti ini?"

Auva terkekeh kecil dengan tubuh yang terlihat seperti akan ambruk. "Aku terlalu egois? Jadi, selama ini aku sudah berbuat salah? Begitu katamu?!! Ya, sepertinya aku terlalu menyakiti hati kalian. Aku bodoh sekali, ya?"

Jey mendengar racauan Auva dengan miris. "Kau datang ke tempat ini bukan tanpa sebab, tapi kau datang ke tempat ini untuk memperbaiki diri. Va, sampai kapan kau akan terus begini?" Jey memapah Auva untuk membuat pria itu agar kembali duduk di atas sofa.

Jey menatap Auva dengan pandangan iba dan perasaan yang tak karuan. "Sepertinya BPD yang dia miliki kali kambuh lagi. Hhh ... Auva yang malang ... ."

BPD (Borderline Personality Disorder) adalah penyakit mental yang memiliki gejala mirip seperti dengan fase depresi dari penyakit mental Bipolar. Namun, pada pengidap BPD, mood swing akan terus ada pada diri mereka.

Jey terpaksa duduk di dekat Auva dan menunggu Ara yang sedang membereskan barang-barangnya dengan perasaan yang semakin tak karuan.

.
.
.
.

Setelah 30 menit berlalu, Ara turun dengan membawa tas ransel besar miliknya. Auva yang tertidur setelah terus-terusan meracau, membuat Jey bisa leluasa untuk bicara pada Ara tanpa harus mendengar kata-kata Auva yang terdengar cukup melelahkan pikirannya.

"Ara, kau benar-benar ingin pergi sekarang? Kalau kau pergi dari sini, ke mana kau akan tinggal?" tanya Jey khawatir.

Ara tersenyum kecil lalu mengangguk pelan sambil menatap sebentar ke arah Auva. "Pria tempramen itu terlihat tak menyukai diriku sejak kami bertemu. Jey, mungkin kau bisa menerimaku, tapi tidak dengan Auva."

Ara menghela napas, lalu menjabat tangan Jey. "Terima kasih karena kau sudah mau menampungku sampai hari ini."

Jey menerima jabatan Ara dengan sedikit linglung, sebab pria itu bingung harus bereaksi seperti apa.

Saat Ara sudah melepas jabatan tangan dan berniat untuk pergi, Jey tiba-tiba menahan lengan gadis itu. "Pergilah dan temui Jia setelah kau pergi dari tempat ini, Ra. Katakan  saja kalau aku yang memintamu untuk bertemu dengannya. Mintalah bantuan, setidaknya rekomendasi tempat tinggal yang baik. Tunggu sebentar ... ," Jey kemudian bergerak cepat untuk mengambil sesuatu di dalam kamarnya. "Bawalah uang-uang ini agar nanti bisa kau gunakan," pria itu memberikan satu kantong besar koin emas kepada Ara.

Ara menerima pemberian Jey dengan kening yang berkerut. "Apa ini tidak terlalu banyak?" tanya Ara bingung.

Jey menggelengkan kepala dan tersenyum lembut pada Ara sambil mengacak-acak rambut gadis itu.

"Karena aku yakin kalau kau pasti akan membutuhkan uang-uang ini nanti," jawab Jey.

Ara menghela napas, lalu mengangguk paham. Gadis itu sekali lagi pamit kepada Jey.

"Aku harap suatu hari nanti kita akan bertemu kembali. Jey, terima kasih dan sampai jumpa lagi ... ."

Ara melambaikan tangannya, kemudian beranjak pergi dari Magic Shop.

Setiap kali ada pertemuan yang terjadi pasti akan ada pula perpisahan. Karena hal itu sudah menjadi bagian penting dari perjalanan hidup seseorang.

*****

The Secret of Elm Island (THE END) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang