Lisa POV
Aku terbangun dengan gedoran keras di pintu kamarku.
Dengan malas aku membuka mata. Aku meraih bantal terdekat dan meletakannya di atas kepalaku. Aku mendengar pintu terbuka dan langkah kaki mendekat.
"Hei! Gerakkan pantatmu! Ayo!" Wendy melepas bantal dan berteriak di telingaku. Sementara Chu menarik kakiku membuatku merosot dari tempat tidurku.
"Ouch! Dasar bitch!" Aku mengerang kesakitan saat pinggulku mendarat lebih dulu. Keduanya meringkuk di tempat tidurku sambil tertawa.
"Bangun, Manoban. Pops ingin kau membeli bahan makanan." Chu berkata dengan mata terpaku pada ponselnya.
"Yeah, kami akan pergi bersamamu. Bangun atau kau ingin Joy segera melahirkan jika kita tidak terburu-buru." Wendy juga bermain games di ponselnya.
Kami semua tinggal di jalan yang sama di mana kami tumbuh bersama. Itu normal bagi kami untuk menerobos ke rumah satu sama lain atau bahkan kamar. Tanpa peringatan. Apakah kami sedang buang air besar atau hanya tidur biasa. Begitulah kedekatan kami.
"Kepalaku sakit sekali." Hang over membunuhku.
"Well, kami berharap kau akan merangkak keluar hari ini dengan jumlah yang kau minum kemarin. Gay sialan ini!" Chu bergumam di antara kutukannya sambil bermain.
Aku ingat ejekan tanpa henti tadi malam di pernikahan Seulgi. Aku hanya minum minuman keras apa pun yang tersedia di sana karena frustrasi.
Aku berdiri malas dan melanjutkan ke kamar mandi untuk mandi.
-----
"Morning, Pops." Aku menyapa Ayahku yang menyeruput kopi paginya di teras kami.
Kami hanya tinggal berdua di rumah ini, Ayahku dan aku. Ibuku dan saudara kembarku meninggal ketika dia melahirkan kami. Bayangkan betapa hancurnya Ayahku. Dia mengubur dirinya untuk bekerja dan tidak menikah lagi. Dia sekarang adalah seorang pensiunan koki. Kami bahagia dan dia membesarkanku dengan sangat baik.
"Hei, Sweetie. Ini daftarnya. Kamu mau sarapan?" Dia bertanya sambil menyerahkan secarik kertas kepadaku. Aku menggelengkan kepalaku dan mencium kepalanya.
"Pagi yang buruk?" Dia memeriksaku di bawah kacamatanya.
"Tekanaaannn." Teriak Wendy dari ruang tamu. Aku mengacungkan tinjuku ke Wendy.
"Hahaha. Oh yeah. Aku ingat. Kamu yang terakhir berdiri. Aku tidak memaksamu sweetie. Hanya saja aku semakin tua dan aku ingin Lisa kecil berlarian di sekitar rumah ini." Ayahku menimpali menggoda.
"Pops. Aku bahagia denganmu. Dan jika dia datang. Aku bahagia. Sangat bahagia." Aku mengerutkan kening pada mereka.
"Hahaha! Wajah sialanmu menunjukkan betapa gembiranya dirimu!" Chu memukul dahiku dan menyeretku ke luar rumah kami. "Bye, Pops! Kami akan menjual tubuh putrimu agar kamu punya cucu!"
-----
Kami hanya berjalan karena minimarket berada tepat di luar komplek kami. Kami melewati taman bermain anak-anak dan melihat seorang anak menawarkan permennya dan gadis kecil itu dengan malu-malu menerimanya. Aku berhenti saat aku menatap mereka. Gadis kecil itu mencium anak laki-laki itu dan berlari sambil tertawa terkikik. Astaga bahkan anak-anak sedang jatuh cinta pada usia ini. Sementara aku? Ya Tuhan.
"Jangan bilang kau akan merebut permen itu?" Wendy mendorongku untuk bergerak.
"Tidak, bodoh. Mereka hanya lucu untuk dilihat." Aku melanjutkan berjalan.
"Hahaha kami hanya mengejekmu, Manoban. Apa kau baik-baik saja?" Chu menyenggol bahuku.
Aku menoleh padanya dengan wajah kosong dan mengangkat jari tengahku. Aku berjalan dengan tergesa-gesa.
-----
Di bagian ikan.
"Lihat ikan-ikan itu. Ada banyak ikan di laut, jadi seperti gadis-gadis menunggu untuk dipancing." Wendy menunjuk ke layar.
"Kecuali bahwa ini sudah mati dan mata merah mereka menatapku mengatakan bahwa aku akan menjadi tua jelek dan sendirian." Aku melihat mereka satu per satu.
"Kau akan segera menemukannya. Atau jika gagal, dapatkan Baby Mommy!" Chu menepuk bahuku.
"Bagaimana jika tidak ada? Dan siapa yang cukup bodoh untuk setuju mengandung anakku." Aku cemberut.
"Aku akan membiarkanmu memiliki anak-anakku kapan saja dan jika mereka mengganggumu, setidaknya kau bisa mengembalikannya kepadaku." Wendy menghiburku. "Atau kau bisa membawa Jowen selamanya."
Jowen adalah anak super hiperaktif Wendy.
"Menjadi seksi dan tampan tidak menjamin kau memiliki kehidupan yang sempurna. Ini buktinya di kehidupan." Chu menunjuk ke arahku dan melemparkan pembalut ke wajahku.
"Terkadang menyendiri membuatku gila. Aku tidak ingin menjadi baby sittermu selamanya! Aku ingin memiliki keluarga atau jika tidak, anak akan baik-baik saja." Aku melanjutkan dramaku.
"Hahaha, belilah Salmon itu!" Dia tertawa.
"Miss, bisakah aku meminta dua Salmon itu. Masukkan ke dalam satu wadah agar tidak terpisah selamanya." Bahkan staf menggelengkan kepalanya dan menertawakanku.
-----
Kami berjalan ke bagian lain untuk melengkapi daftar yang diberikan Pops. Wendy ada di depanku lalu tiba-tiba berhenti dan bersembunyi di balik konter.
"Dude!! Kemarilah!" Dia memanggil kami dan kami buru-buru mengintip dari belakang meja juga.
"Kau bilang di mana harus memesan Baby Mommy?" Wendy cekikikan. Aku tidak tahu di mana dia melihat.
"Ya ampun. Ya Tuhan! Apakah ituuu??" Chu menutup mulutnya.
"Apa! Dimana!" Aku menendang Wendy membuatnya tersandung ke bawah. Dia meraih kakiku yang membuat Chu dan aku jatuh di atas Wendy.
Chu dengan cepat berdiri dan berteriak..
"Hey, Jennie!"
Oh tidak.
.
.
Two.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Mommy || Jenlisa
RandomJenlisa Cerita ini adalah terjemahan dari "Baby Mommy" yang di tulis oleh @dorky_butt