Chapter 18

7.5K 947 10
                                    

Lisa POV

Akhirnya, akhir pekan! Aku keluar kantor tepat waktu. Jennie meluangkan waktu setengah hari untuk menemani Ibunya mengunjungi Kai. Aku selesai lebih awal dan langsung pulang.

Aku menemukan Pops di garasi memperbaiki mobilnya.

"Hai Pops." Aku menepuk pundaknya dan mencium kepalanya.

Pops menyesuaikan kacamatanya dan menatapku.

"Kamu terlihat lelah, sweetie. Dimana Jennie?" Dia bertanya.

"Ya, Pops. Dia di Daegu. Dia akan menghabiskan akhir pekannya bersama Kai dan Mommy Kim." Dengan malas aku menjawab.

"Hahaha jadi ini hari liburmu?" Dia tertawa.

"Semacam itu Pops, apakah kamu juga kelelahan ketika Mommy hamil?" Aku menggaruk dahiku.

Aku membiarkan tasku jatuh ke tanah dan menjatuhkan diri di kursi.

"Hahaha, ya. Tapi kamu jauh lebih lelah. Jangan khawatir itu semua tidak akan sia-sia. Jennie semakin cantik setiap hari dan terlihat terawat. Begitu juga cucuku. Aku bangga padamu." Ayahku tersenyum padaku.

Aku tersenyum.

Aku berjalan di dekat mobilnya dan memeriksa bayanganku. Kantong mataku sekarang lebih besar dari mataku sendiri. Rambutku lebih panjang dan lebih berantakan dari sebelumnya. Aku menghela nafas.

Aku memeriksa jam tanganku dan ini masih sore.

"Pops, kamu sudah selesai? Ayo pergi ke salon di dekat sini dan makan malam di luar? Aku merindukanmu." Aku sangat merindukan kebersamaan dengannya.

"Aku setuju!"

-----

Ini minggu malam dan aku tidak ada kegiatan. Jennie baru saja mengirimku pesan dan mengatakan bahwa penerbangannya kembali ke Seoul akan satu jam lagi. Dia memintaku untuk beristirahat dan mereka hanya akan naik taksi.

Aku melihat ruang tamu Chu menyala. Aku membuka gerbang dan menyelinap masuk ke dalam rumah mereka.

"PARK CHAEYOUNG!"

Keduanya langsung melepaskan satu sama lain. Chaeng berada di atas Chu di sofa mereka. Jangan khawatir. Mereka masih berpakaian lengkap.

Aku tertawa terbahak-bahak melihat wajah ketakutan Chaeng.

"Kau, brengsek!" Chu melemparkan sesuatu ke arahku yang aku hindari.

"Bisakah kau melanjutkannya nanti? Ayo minum? Satu botol saja." Aku tersenyum.

Chaeng berjalan ke arahku dan menendang tulang keringku dua kali. Aku kesakitan tapi masih bisa tertawa.

"Hanya satu botol!" Dia menjentikkan telingaku.

-----

"Bagaimana kabar kalian berdua?" Tanya Chu.

Kami sekarang berada di terasnya sambil minum.

"Semuanya baik-baik saja. Seharusnya aku menganggap serius kata-kata Wendy sebelumnya. Kupikir dia hanya melebih-lebihkan bahwa mengurus istri yang sedang hamil itu melelahkan." Aku tertawa.

"Kecuali itu, bahwa Jennie bukan istrimu atau pacarmu." Chu menatapku dengan serius.

"Apa maksudmu Chu?." Aku mengerutkan kening.

"Aku tidak sempat menanyakan ini padamu. Aku memergoki kalian sedang berciuman. Apa itu?" Dia bertanya.

"Jennie berkata itu hanya hormonnya." Kataku dengan wajah kosong.

"Dan untukmu?" Chu dengan intens menatapku.

Aku menghela nafas.

"Berharap?" Aku tidak akan pernah mencoba berbohong pada Chu.

"Kau berharap untuk apa?"

"Chu, kita berdua tahu bahwa aku tidak pernah move on dari Jennie. Saat dia kembali, kupikir aku bisa mencobanya lagi. Tapi tidak, dia tidak menunjukkan minat padaku lagi. Seperti dia menganggap aku hanyalah salah satu dari kalian." Aku menarik napas dalam-dalam.

"Ketika dia mengatakan bahwa dia hanya ingin menjadi Ibu dari anakku. Aku sudah menerima bahwa aku tidak akan memilikinya lagi. Hanya itu yang bisa dia tawarkan. Kemudian dia menciumku dan aku mulai berharap lagi. Tapi Jennie menjelaskannya kepadaku bahwa kami harus fokus pada bayi kami. Yang harus aku lakukan sekarang, aku ekstra perhatian dan manis tetapi tidak intim. Aku tidak ingin dia merasa kecewa. Aku mencoba yang terbaik untuk mempertahankan apa yang kami miliki sekarang. Aku tidak ingin dia ragu lagi. Tidak untuk kali ini."

"Kau yakin dia tidak merasakan apa-apa lagi padamu?" Tanya Chu.

"Positif." Aku minum sisa alkohol.

"Lisa. Aku sudah memberitahumu sebelumnya. Ini akan menjadi rumit. Sangat rumit. Itu baru permulaan. Jennie baru hamil 5 bulan? Kau masih memiliki kesempatan, bodoh! Dan kau bisa menggunakannya untuk membuktikan padanya bahwa kau bisa melakukan lebih dari sekadar rekan orang tua. Tapi jangan terlalu cepat, dude. Tidak. Dan jangan berani mengambil keuntungan dari apa yang terjadi dengan hormon gilanya. Jauhkan jari kotormu darinya."

Aku menyeringai.

"Ini adalah idemu sejak awal." Aku memukulnya.

"Dude, hari saat aku memikirkan itu adalah hari saat kau melihat Jennie. Kebetulan? Kurasa tidak." Dia menyeringai.

"Hahaha. Shoo... kembalilah ke istrimu yang horny itu." Aku berdiri.

"Dada, apakah potongan rambut itu untuk Mommy?" Chu menaikturunkan alisnya.

"Diam!"

-----

Akhir pekan berakhir. Aku masih merasa lelah. Aku menghabiskan seluruh akhir pekanku hanya mendengkur tapi tetap saja. Jennie akan kembali hari ini. Tidak sabar untuk melihatnya. Tangisannya, senyumnya, teriakannya, tatapannya dan tawanya adalah energiku. Aww sangat cheesy, Manoban.

Aku tidak ada meeting hari ini jadi aku hanya memakai jeans, hoodie abu-abu muda dan sepatu kets putih. Tapi kantung mataku masih menjerit jadi aku memakai kacamata.

Aku bangun terlambat dan tidak mendapatkan kesempatan untuk bergabung dengan Ayahku untuk sarapan. Aku hanya mengambil sebuah apel.

3 menit tersisa. Setelah aku memarkir mobilku, aku berlari ke lift. Aku menghentikan pintu agar tidak tertutup. Agak penuh tapi aku menyelip masuk. Aku mulai memakan apelku karena aku kelaparan.








.
.
EightTeen.
To be continued

Baby Mommy || JenlisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang