Faith over fear-16

761 109 85
                                    

Wow. Terima kasih banyak kepada glorie yang kemarin sempat spam komen. Kaget banget sama ga nyangka pas bangun pagi sudah lebih dari 10 lebih aku kaget banget. Sekali lagi terimakasih kuucapkan pada glorie semua💜💜💜

Mungkin ini terlalu tiba-tiba, tapi mari kita coba membuat challenge aku mulai perlahan dulu yaitu 20 vote dan 30 komen, tentu aku bantu balas-balas komen glorie semua, biar aku langsung up kalo tercapai. Gimana enak kan dibantu soalnya aku takut ga sesuai ekspektasi jadi aku mulai dari kecil dulu🙃

follow ig: @/leciivie ( akun privasi, nanti aku acc koook )

Selamat membaca!


"Ayo akhiri hubungan kita. Kita cerai."

Pernyataan selanjutnya adalah arah kemana hubungan ini. Datang tiba-tiba dan terkejut setengah mati. Jantung yang langsung kaget, berdetak dengan cepat, pupil mata mengecil, dan mata membelalak. Napas yang sudah naik turun tak terhingga. Mata yang ingin menangis.

Vie yang berbicara itu, hanya mampu diam, tidak mau mengeluarkan sepatah kata apapun sebelum wanitanya mengucapkannya apa yang baru dirasakan. Posisi yang berubah, keduanya kini saling berhadapan. Menatap manik masing-masing. Yeora yang harus mendongak ke wajah itu, terlihat tinggi hanya semampai di dadanya. Menelan salivanya, menggenggam tangan sendiri, terakhir menarik napas dalam-dalam.

"Aku kaget sekali oppa berbicara seperti itu, sangat mengejutkan. Oppa sudah tidak suka denganku, ya?" Yeora bernegosiasi. Berusaha menguatkan diri, menahan tangisannya di depan seorang pria. Yeora benci menangis di depan seorang pria.

"Kita bisa bicarakan ini nanti, setelah makan malam. Tetapi izinkan aku terakhir kalinya menyuapkan oppa makan malam hari ini dan tidur bersama oppa," Yeora menimpali kalimatnya dengan tersenyum tipis. Entahlah, tidak terpikirkan ucapannya tadi. Bukan maksud memperlambat, tapi Yeora sendiri tahu bahwa tidak semua pernikahan berjalan selamanya. Ada kata selamanya, tapi tidak teruntuk semua, hanya sebagian merasakan adanya selamanya.

Tidak mau gegabah, tidak ingin meluapkan emosi dan meninggikan suara. Percuma untuk melakukan itu, walau ada puas sementara.

Berjalan duluan, meninggalkan Vie. Pria itu berjalan cepat, mengejar dan memeluk dari belakang tubuh itu. Memeluk erat-erat dengan kedua lengannya. Mencium leher hampir lebih 10 detik.

"Ayo makan, sayang."

Langkah Yeora berhenti. Vie juga ikutan berhenti. Posisi yang masih sama dan menengok wajah Yeora.

Yeora menghembuskan napas, memegang tangan yang dipeluk dan melepasnya perlahan, "Sikap oppa sekarang tidak mencerminkan perkataan oppa tadi." Ujarnya berbalik, melihatnya. "Jika oppa masih ingin bersikap ini, tidak perlu katakan tadi. Kalau oppa mengatakannya, jauhkan kegiatan ini. Tolong jangan beri harapan lagi." Ucap gadis itu sambil mengelus pipinya, dan melangkah lebih dulu.

Tidak tahu bagaimana perasaannya bahkan dirinya sendiri juga bingung. Tahu ini benar perlakuannya, harus dilakukan. Mungkin kebanyakan akan sedih atau marah-marah didepan pria itu. Yeora tadi hampir mau melakukan itu, marah dan menangis tapi Yeora tak suka, tidak mau. Memang berhak melakukan itu, meluapkan emosinya, menjadi seorang istri tidak mudah, perlu usaha dan banyak kerja keras. Sebagian orang juga meremehkan seorang istri yang dikira hanya di rumah saja bahkan juga bisa sebaliknya. Intinya sifat manusia sulit ditebak.

Duduk diarah timur, dan Vie duduk di arah utara. Hanya diam, hanya suara terdengar piring ketika tak sengaja sendok dan garpu bertemu. Menatap istrinya yang sekarang sedang tersenyum ke dirinya. Ini tidak sesuai dengan ekspresi direncanakan, padahal dipikir akan memohon nyatanya tenang, mata yang tertahan ingin menangis. Sungguh baru tahu, ternyata istrinya diam-diam punya bakat ini. Menarik. Menganggumkan. Tidak dapat dipercaya.

Hidden Part ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang