Aku dan ayahku melangkahkan kaki kami dan masuk ke sebuah restoran di dekat apartemen Bucky. Kami memilih kursi di dekat jendela, karena siapa tahu Bucky akan lewat, kan. Aku dan ayahku memesan makanan serta minuman untuk kami.
"Apakah ayah menyesal membawa senjata sebanyak itu? Maksudku, ayah tidak kerepotan membawanya?" Tanyaku sambil menyuapkan makananku dengan sumpit.
"T3ntu s4j@ tid4k. Semu4 ini d3mi k3selamat4n k1ta k4n." Gumam ayahku dengan jawaban yang tidak terlalu jelas karena mulutnya yang penuh makanan. Tapi aku cukup mengerti ucapannya.
"Oke cukup, kau habiskan dulu makananmu. Baru kita kembali bicara." Kataku pada ayahku. Aku dan ayahku pun kembali memakan makanan kami dengan lahap. Aku sangat kelaparan.
"Jadi kita akan menunggu di sini sampai nanti malam?" tanya ayahku setelah menghabiskan seluruh makanannya. Aku pun menenggak segelas air sebelum menjawab pertanyaan ayahku sambil berpikir.
"Ya. Sepertinya." Jawabku sambil melanjutkan memakan makananku.
"Ayah rasa, ayah ingin pergi untuk minum. Kau mau ikut atau akan menunggu di sini?" Tanya ayahku padaku.
"Kau pergi saja. Aku sedang malas untuk minum. Lagi pula restoran ini sepi, mereka tidak akan mengusirku." Jawabku. Aku pun memberikan salah satu ponsel yang tadi kubeli dan menyerahkannya pada ayahku. Aku sudah mencantumkan nomor baruku di ponselnya.
Ayahku pun pergi dan meninggalkanku. Dengan ponsel baru milikku dan kartu sim yang sudah aku daftarkan, aku membuka ponsel tersebut. Aku melihat kabar dari berita-berita di internet agar aku mengetahui apabila ada situasi penting terjadi di dunia ini. Seketika terlintas di otakku mengenai Steve yang katanya menyerahkan status Captain Americanya kepada pria bernama Sam. Aku pun mencari tahu mengenai hal itu.
Aku terkejut dengan kejadian yang baru saja terjadi satu bulan lalu. Betapa serunya drama mengenai pelemparan status Captain America antara Sam Wilson dan seseorang bernama John Walker. Aku juga membaca berita mengenai gerakan radikal yang dilakukan oleh sebuah kelompok bernama Flag Smasher. Selain mencari beberapa berita, aku pun menonton apa pun di Youtube untuk memecah rasa jenuhku menunggu Bucky sendirian di sini selama dua jam.
Dug dug dug
Suara ketukan kaca dari jendela mengejutkanku dan membuatku sedikit tersentak. Aku melihat ayahku bersama Bucky di luar sana. Ayahku mengetuk-ngetuk kaca jendela sambil melambaikan tangannya kepadaku. Bagaimana ia menemukan Bucky? Aku pun dengan semangat langsung bergegas ke luar untuk menemui mereka.
"Buck." Sapaku saat pertama kali menghampirinya. Bucky pun langsung menarikku ke dalam pelukannya. Sudah pasti aku memeluknya balik.
"Bagaimana kabarmu? Aku tidak menyangka kau akan kembali ke sini." Katanya saat aku melepas pelukannya.
"Aku... aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?" Tanyaku kembali. Aku tidak ingin ia tahu bahwa selama ini aku tidak bisa berhenti memikirkannya. Hal itu akan membuat keadaan menjadi canggung.
"Ya. Aku... juga baik-baik saja." Jawab Bucky sambil mengangguk. Aku tidak dapat menebak perasaan Bucky saat melihatku kembali. Aku tidak dapat mengatakan kalau ia bersemangat, bahagia, ataupun tidak senang. Satu hal yang aku dapat pastikan, ia hanya terlihat sangat terkejut.
"Bagaimana kalian bisa bersama?" Tanyaku kepada ayahku dan Bucky.
"Um... kami..." Jawab Bucky masih terbata-bata. Aku rasa ia masih sangat terkejut dengan kedatanganku.
"Aku bertemu dengannya di bar dan kami langsung kemari." Sahut ayahku menjawab pertanyaanku.
"Aku sangat terkejut saat melihat ayahmu tadi. Kalau begitu, kita ke apartemenku saja." Kata Bucky.
Kami pun berjalan ke apartemen Bucky, tapi entah mengapa pertemuan ini agak aneh. Aku hanya berharap semua akan baik-baik saja nanti.
"Buck, boleh aku bicara sebentar berdua di luar?" Kataku kepada Bucky setelah meletakkan dua gelas air di meja untukku dan ayahku. Bucky terlihat bingung dan ia mengangguk kepadaku. Aku pun langsung berdiri dan berjalan ke luar pintu diikuti oleh Bucky di belakangku. Tatapan Bucky sudah sangat bertanya-tanya.
"Umm... Maafkan aku apabila kedatangan kami mengejutkanmu." Ujarku sambil menatap mata biru Bucky yang tajam itu. "Apakah kami datang di saat yang tidak tepat?" Lanjutku.
"Bukan begitu, [Y/N]. Hanya saja... aku masih mencerna ini. Aku sangat tidak menyangka kau akan kembali" jawabnya sambil menggelengkan kepala dengan cepat. Aku dapat merasakan kalau ada sesuatu yang mengganjal.
Aku pun menarik napas agak panjang sebelum mengucapkan apa pun. "Kau terlihat sangat diam sedari tadi. Adakah yang ingin kau sampaikan?" tanyaku.
Mendengar pertanyaan itu, Bucky menunduk dan menjilat bibirnya sambil menatap mataku dalam. Aku sangat penasaran apa yang hendak Bucky katakan padaku. Ia mengerutkan dahinya "Aku senang kau kembali." Gumamnya sambil tersenyum lembut.
"Kau yakin?" Tanyaku masih meragukannya.
"[Y/N]." Kata Bucky menyebut namaku sambil meletakkan kedua tangannya pada pundakku sebelum melanjutkan kalimatnya, "kedatanganmu adalah salah satu hal yang aku harapkan selama delapan bulan ini." Lanjutnya.
"Oke." Aku tersenyum dan menghela napas agak lega karena ucapannya. Aku harap ia mengatakan sejujurnya. "Satu hal lagi. Apakah kau keberatan kalau aku dan ayahku menetap untuk sementara waktu di sini sampai aku mendapatkan tempat tinggal?" tambahku.
"Kau akan menetap di dunia ini?" Katanya dengan matanya yang terbuka lebar.
"Uh, ya. Kau keberatan?" Candaku sambil menaikkan satu alis mataku.
"Kau bercanda? Aku sangat senang." Sembur Bucky dan ia langsung memelukku. Aku pun tersadar kalau aku merindukan sensasi hangat dari tangan kanannya dan dingin dari tangan kirinya. Aku tersenyum lepas dalam pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
White Wolf and The Lady Deadpool (Bucky Barnes x Reader)
FanfictionSEQUEL DARI CAPTAIN AMERICA: ANOTHER WOLD SINOPSIS: Setelah perjuangan hebat untuk menerima dirinya sendiri, Bucky Barnes mulai menjalani kehidupan normal. Akan tetapi perpisahan yang terjadi karena "permasalahan multiverse" antara Bucky dan [Y/N]...