Part 30: Follow The Game

544 70 3
                                    

Gedoran pintu membuatku terbangun. Aku membuka mataku dan melihat diriku masih masih tidak berbusana di samping Bucky yang masih tertidur. Aku pun langsung buru-buru mencari pakaian dalamku dan memakainya. Aku memakai celanaku dan suara gedoran pintu kembali terdengar.

"Buck bangun!" Kataku sambil menggoyang-goyangkan kakinya. Rupanya hal itu tidak cukup untuk membangunkan tidur nyenyaknya. "Bucky!" Kataku semakin kencang. Ia membuka matanya dan mengedipkan beberapa kali sambil melihat ke arahku. "Pakai pakaianmu!" Kataku.

Aku mengambil kaos di atas tempat tidur. Sambil berjalan keluar, aku memakai kaos itu. Aku merapikan sedikit rambutku sebelum aku sampai di depan pintu. Sial, pintunya belum dibuka semenjak Bucky menguncinya. "Sebentar!" teriakku sambil berjalan kembali ke kamar.

"Buck, kuncinya dimana?" Tanyaku saat melihat Bucky sedang memakai celananya.

"Oh..." Ia langsung memakai celananya dengan cepat dan mengambil kunci dari saku celana jeansnya. Ia melemparkan kuncinya kepadaku dan aku menangkapnya.

Aku berjalan kembali ke pintu depan dan membuka kuncinya.

"Sam? Ayah? Ada apa pagi-pagi sekali?" Tanyaku dengan napas yang sedikit terenga-enga.

"Kau bilang akan tidur di tempatku." Ujar ayahku.

"Uh.. Um.. Maaf, ketiduran." Kataku pada ayahku.

"Aku mendengar Sam dari tadi mengetuk pintu selama satu jam. Aku kesal, jadi aku datang dan menggedor saja pintunya." Kata ayahku.

"Satu jam?" Kata Sam bingung.

"Bilang saja iya. Biar mereka merasa bersalah." Bisik ayahku dengan agak keras agar aku mendengarnya. Sam melirik ayahku bingung.

"Pagi-pagi sudah pamer badan. Dimana bajumu?" Pekik ayahku melihat ke belakangku. Aku menoleh ke belakang dan melihat Bucky yang hanya memakai celana jeans tanpa baju.

Bucky melempar kaos ke arahku dan aku menangkapnya. Melihat kaos tersebut membuatku tersadar kalau aku salah mengambil kaos karena keduanya sama berwarna hitam. Pantas saja bajunya kebesaran.

"Tidakkah kau punya kaos lain?" Kataku pada Bucky.

"Secepat itu kalian balik?" Sahut ayahku.

"Apa? Tentu saja tidak." Jawabku pada ayahku sambil melempar kaosku lagi tepat di wajah Bucky. Bucky hanya memejamkan matanya karena lemparan itu dan ia sedikit menggeram kesal.

Bucky mendongakkan kepalanya pada Sam. "Ada apa?" Tanya Bucky.

"Aku sudah mendapatkan informasi." Jawab Sam.

"Masuklah." Kata Bucky sambil memiringkan kepalanya.

Aku agak malas mengganti kaosku, jadi aku mengikat bagian bawah kaos milik Bucky sambil berjalan ke sofa. Aku, ayahku, dan Sam duduk bersebelahan sementara Bucky duduk di kursi kayu seberang kami.

"Jadi begini. Saat pemerintah menangkap seluruh anggota Hydra yang terdaftar, mereka menginterogasi beberapa di antaranya. Beberapa dari mereka mengaku berada di kedua agensi itu, Hydra dan Leviathan. Sejauh yang data base ketahui, Leviathan sudah tidak beroperasi, setidaknya tidak secara terang-terangan." Kata Sam kepada kami.

"Amankah jika kita menangkap Fennhoff?" Tanyaku pada Sam.

"Kau tidak punya bukti atau hal semacamnya untuk menangkap Fennhoff. Kita tidak bisa menangkapnya." Jawab Sam.

"Jadi bagaimana caranya agar kita tahu tujuan Fennhoff kemarin?" Tanyaku.

"Ikuti saja permainannya." Celetuk ayahku. Seketika kami semua menoleh ke arahnya. "Hei. Aku tahu aku memang jenius, tidak usah kaget seperti itu." Lanjutnya. Ayahku memang konyol, tetapi ia sering membuat taktik saat di duniaku.

"Oke, jadi kita anggap saja bahwa aku sudah mati, maksudku masih mati. Lalu apa?" Ujarku.

"Apa kaitannya antara Bucky, Leah, dan [Y/N]?" Tanya Sam sambil terlihat berpikir.

"Cinta segitga." Celetuk ayahku lagi. Aku menghela napas agak dalam mendengar jawaban ayahku. Ia memang tidak salah, tapi itu tidak ada kaitannya.

"Ia benar. Fennhoff bilang ia mengubah rencananya, kan. Jadi jika rencana awalnya adalah membunuh Leah, kemudian ia malah membunuh [Y/N]. Berarti ia tidak peduli dengan siapa yang ia bunuh, ia hanya peduli dengan alasannya. Diriku." Kata Bucky yang menurutku mulai masuk akal.

"Oke, jadi semua ini mengarah kepada Bucky. Johann menginginkan dirimu kehilangan wanita yang kau cintai. Untuk apa?" Ujar Sam. Mendengar kata wanita yang kau cintai membuatku sedikit memutarkan bola mataku.

"Agar Bucky depresi dan datang ke psikiater." Celetuk ayahku lagi.

"Aku benci mengatakannya, tetapi ayahku benar lagi. Fennhoff ingin membuat Bucky mendatanginya, dan ia akan menghipnotisnya. Jika Fennhoff dapat membuatku ingin membunuh Leah, entah misi apa yang yang Fennhoff rencanakan untuk Bucky. Masuk akal, kan?" kataku.

"Oke, aku akan menghubungi Dr. Raynor." kata Bucky lalu bangkit berdiri.

"Siapa itu?" Tanyaku.

"Therapistku. Aku akan mengikuti permainan Fennhoff. Jika memang ia mengincarku, Fennhoff akan mencari cara untuk mendapatkanku dari Raynor." Jawabnya. Ia pergi ke kamar untuk mengambil ponselnya.

Dari kejauhan aku melihat Bucky sedang melakukan panggilan telepon. Ia terlihat melakukan panggilan tersebut dengan serius. Itu berarti Bucky harus berakting seolah ia sedang mengalami depresi atau semacamnya sesuai rencana kami.

White Wolf and The Lady Deadpool (Bucky Barnes x Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang