Suara bising dari kran air membangunkanku. Aku membuka mata dan beradaptasi dengan pemandangan yang kulihat saat ini. Apartemen Bucky. Gumamku dalam hati. Hal ini mengingatkanku saat terakhir kali terbangun di ruangan ini, bersama Steve.
Aku membangunkan tubuhku ke posisi duduk dibantu dengan tanganku. Suara bising kran terdengar dari arah kamar mandi. Aku pun menoleh ke arah kananku yang seharusnya ada ayahku di sana. Aku hanya melihat selimut hitam yang terlipat rapi di sampingku. Tumben sekali ayahku sudah bangun sepagi ini dan kemana ia sekarang?
Aku melihat Bucky keluar dari pintu kamar mandi. Lagi-lagi kamar mandi itu mengingatkanku saat aku mencukur rambut panjang Bucky. Aku pun sedikit tertawa sendiri karena teringat Dr. Strange menemukan aku, Bucky, dan Steve di kamar mandi.
"Apa yang membuatmu senyum-senyum sendiri seperti itu?" Tanya Bucky saat melihatku tertawa. Aku pun tersadar dan menetralkan raut wajahku. Aku menggelengkan kepalaku karena hal yang aku tertawakan sedikit agak konyol. Bucky menaikkan satu alisnya kepadaku.
"Oke. Aku hanya teringat saat Strange menemukan kita bertiga bersama Steve di dalam kamar mandi. Apa yang Strange pikirkan saat melihat itu." Jawabku kepada Bucky. Bucky pun terkekeh dan menunduk sambil tersenyum. Rupanya ia juga ingat dan aku rasa ia setuju kalau hal itu agak konyol.
Bucky menggantungkan handuk kecilnya di rak yang terdapat di luar kamar mandi. Setelah itu ia berjalan ke arahku.
"Ada sesuatu yang harus aku kerjakan hari ini. Kau mau ikut?" Tanya Bucky sambil meregangkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan.
"Apa bosmu memperbolehkan aku datang ke tempat kerjamu?" Raguku kepada Bucky. Ia mengerutkan dahinya sambil menggelengkan kepalanya.
"Bos? Kau pikir apa yang aku kerjakan?" Ujar Bucky dengan sedikit terkekeh. Aku pun memiringkan kepalaku bingung. Ya aku memang tidak tahu apa yang ia kerjakan. "Ikut saja. Kau mungkin dapat membantuku." Tambahnya.
"Oh, jadi kau merekrutku." Sahutku sambil tersenyum. Bucky hanya tersenyum tanpa menjawabku. Ia mendongakkan kepalanya menunjuk ke kamar mandi. Aku pun mengerti isyarat Bucky yang menyuruhku untuk bersiap.
"Cepatlah. Aku akan menunggumu di garasi bawah." Perintah Bucky kepadaku.
"Omong-omong kau tahu kemana ayahku pergi?" Tanyaku sebelum masuk ke kamar mandi.
"Tadi ia pamit untuk pergi tapi tidak bilang kemana. Hanya menyampaikan salam untukmu katanya." Jawab Bucky.
Setelah aku selesai bersiap-siap. Aku keluar dari apartemen Bucky dan menuju ke garasi bawah. Tidak sulit untuk mengetahui dimana lokasinya, karena hanya ada satu pintu yang terlihat seperti garasi. Aku pun masuk ke garasi tersebut dan melihat Bucky sedang memanaskan kendaraan roda duanya.
"Aku tidak tahu kau adalah tipe orang yang mengendarai sepeda motor." Kataku saat melihat Bucky di atas motor besar sambil memegang helmet hitam yang serasi dengan warna pakaian dan tangan vibraniumnya.
"Naiklah." Pinta Bucky sambil memiringkan kepalanya menyuruhku naik. Aku berjalan menghampirinya dan ia menyerahkan helmet hitam yang ia pegang kepadaku. "Pakai." Perintahnya.
"Aku yang pakai? Kau tidak ada helm lain?" Ujarku saat melihat hanya ada satu helmet di sini.
"Tidak ada. Kau saja yang pakai." Jawabnya sambil tersenyum setengah kepadaku. Entah mengapa senyuman Bucky sering menghipnotisku untuk mengatakan iya. Aku pun tersadar kalau ia menjadi sering tersenyum sekarang. Tidak seperti delapan bulan lalu, ia hanya tersenyum saat ada Steve.
Aku pun mengambil helmet milik Bucky dan memakai helmet tersebut. Aku memegang pundak Bucky sebagai tumpuan agar aku dapat naik ke dudukan motor yang lumayan tinggi di belakang. Bucky menoleh ke arah belakang untuk melihatku. "Kau siap?" ujarnya. Aku memegang besi yang terdapat di belakang dudukanku sebagai penahan agar aku tidak terjatuh, dan aku pun mengangguk kepada Bucky. Ia kembali melihat ke arah depan dan mengatur kopling untuk melajukan motor ini.
Dalam perjalanan aku hanya terdiam saja karena hembusan angin akan melayangkan suaraku apabila aku mengajak Bucky mengobrol. Bucky menyelinap ke kiri dan ke kanan menghindari mobil-mobil yang lumayan padat di New York. Untuk beberapa kali, Bucky melajukan motornya dengan sangat kencang dan membuat peganganku pada besi di belakang semakin erat. Terkadang aku agak takut, tetapi aku mempercayakan semuanya kepada Bucky.
Setelah setengah jam berkendara dengan kecepatan yang lumayan kencang, kami pun sampai di sebuah pelabuhan di pinggir kota New York. Di kejauahan aku melihat sebuah bangunan besar yang berada di tengah laut. Bangunan tersebut terlihat seperti sebuah pulau kecil tersendiri.
Saat Bucky memberhentikan motornya di pelabuhan tersebut, aku pun turun dari motor dan diikuti oleh Bucky. Aku membuka helmetku dan meletakkannya pada dudukan motor.
"Itu tempat kerjamu?" Kataku sambil menyipitkan mataku untuk melihat bangunan tersebut lebih jelas dari kejauhan.
"Tentu saja... bukan." Jawabnya. Aku mengambil napas panjang karena jawaban Bucky yang menyebalkan.
"Tapi kita akan ke sana, kan? Bagaimana caranya menyeberang ke sana?" Tanyaku kembali.
"Hanya bisa melalui jalur air dan udara. Tunggu saja sebentar lagi, heli akan menjemput kita. Dan jika ada yang bertanya, katakan saja kau adalah asistenku." Jawab Bucky sambil menatapku.
"Ternyata benar kau merekrutku." Kataku sambil tersenyum. Belum saja Bucky menjawabku, suara bising helikopter mengalihkan perhatianku.
Sebuah helikopter melayang ke arah kami dari arah bangunan di tengah laut tersebut. Aku dan Bucky hanya diam melihat helikopter itu sampai heli tersebut mendarat di dekat kami. Aku mengerutkan wajahku karena suara baling-baling yang keras.
Helikopter mendarat dan seorang pria berseragam keamanan keluar dari helikopter tersebut. Pria tersebut berdiri tegak di dekat pintu masuk helikopter menunggu kami. Aku dan Bucky berjalan ke arah helikopter tersebut.
"Sersan Barnes." Sapa pria tersebut saat Bucky menghampirinya. Bucky hanya menganggukkan kepalanya dan naik ke helikopter. Aku pun mengikutinya.
"Sersan? Kau masih menyandang jabatan itu setelah 80 tahun?" Tanyaku dengan suara keras untuk menyaingi suara bising dari helikopter.
"Tentu saja. Aku yang paling berpengalaman." Jawabnya dengan sedikit pamer. Ia tersenyum bangga dan menyuruhku memakai headphone. Aku pun memakai headphone tersebut dan menyalakannya agar dapat berbicara dengan Bucky. Setelah itu pria tadi ikut naik ke helikopter dan kami pun pergi menuju gedung di tengah pulau.
"Tempat apa itu?" Tanyaku pada Bucky sambil berpegangan pada kursi.
"The Raft. Penjara dengan keamanan paling tinggi yang pernah ada." Jawabnya dengan tubuh yang sedikit terguncang ke kiri dan ke kanan karena helikopter.
"Apa yang akan kita lakukan?" tanyaku.
"Menemui teman lama." Jawabnya singkat. Setelah itu, aku pun tidak bertanya lagi kepada Bucky. Aku menyadari kalau aku sudah sangat banyak bertanya, padahal hari masih pagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/272478231-288-k321088.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
White Wolf and The Lady Deadpool (Bucky Barnes x Reader)
Hayran KurguSEQUEL DARI CAPTAIN AMERICA: ANOTHER WOLD SINOPSIS: Setelah perjuangan hebat untuk menerima dirinya sendiri, Bucky Barnes mulai menjalani kehidupan normal. Akan tetapi perpisahan yang terjadi karena "permasalahan multiverse" antara Bucky dan [Y/N]...