Wish We Never Met (END)

Chapter 13

"I never want to stop making memories with you."
-Pierre Jeanty-

Kim Ji Won's Point Of View

Dua minggu telah berlalu. Aku dan suamiku memutuskan kembali ke Amerika sejak sepuluh hari yang lalu. Di Korea Selatan, kami banyak menghabiskan waktu bersama berdua dan berkenalan dengan teman-teman suamiku masa SMA walaupun aku sudah mengenal dekat salah satu dari teman-temannya.

Aku juga mengenalkan teman-temanku pada suamiku. Bahkan, kami juga melakukan trip bersama ke Jeju. Sebenarnya di Jeju bukanlah bulan madu, tapi hanya perjalanan bersama teman-teman lamaku saat SMA.

Suamiku tampak sedikit cemburu dengan Jang Ki Yong. Mungkin karena Ki Yong adalah salah satu mantan pacarku yang masih jadi temanku untuk saat ini.

Persahabatan kami baik-baik saja, karena kami menganggap hubungan kami dimasa lalu hanya senda gurau belaka.

Ki Yong kini masih lucu seperti dulu, namun dia bersikap lebih dewasa. Dia berprofesi sebagai atlit baseball professional di Korea Selatan. Wajahnya sering terpampang nyata di televisi, majalah, hingga media online. Tapi siapa sangka, jika dia yang berkarisma di lapangan, bisa berubah kocak saat bersama teman-teman.

Do Hwan kini berprofesi sebagai seorang lawyer. Ajaibnya, jika didepan meja pengadilan dia bisa bersikap serius, namun pada saat bukan jam kerja dia layaknya seorang bocah konyol yang melempar lelucon lucu penuh tawa.

Tak jauh berbeda dengan Do Hwan. Krystal cukup sibuk dengan pekerjaannya sebagai jaksa. Seperti biasa, pembawaannya yang elegan di pengadilan menjadi daya tarik tersendiri saat beradu argumen dengan pihak lawan. Dia begitu pintar, apalagi jika berdebat dengan kami. Kadang aku malas membahasnya lebih dalam tapi dia selalu memancing argumen baru.

Sung Kyung masih sama dengan dulu. Sejak SMA dia memang suka sekali dengan dunia modelling. Sekarang dia bekerja sebagai model catwalk untuk beberapa brand fashion internasional ternama. Jiwa bar-barnya terlihat sejak dini. Aku yang kadang tak tahan dengannya pernah berkelahi satu waktu dan menjambaknya, tapi berakhir dengan tawa dan kami melupakan pertengkaran itu begitu saja.

Perjalanan kami ke Bali dan Lombok akan dimulai besok hari. Suamiku masih di kantornya, sejak pagi berangkat kerja sudah sibuk dengan sketsa miliknya dan beberapa berkas yang harus dipresentasikan. Dia sangatlah sibuk dengan pekerjaannya, tapi dia berusaha untuk pulang cepat walaupun harus meninggalkan pertemuan makan malam dengan teman-temannya.

Kami membeli apartment baru tak jauh dari apartemen lamaku. Tepatnya di tower jantung kota Manhattan. Lee Jong Suk yang dulu tinggal berdua dengan suamiku, kini kesepian dan tinggal sendiri di apartemen lama mereka.

Aku yang cukup lelah karena baru membereskan apartemen berjalan gontai ke dapur untuk sarapan sebelum berangkat bekerja. Saat sarapan sendiri, mataku terpaku pada mug dengan gagang biru yang telah di gunakan suamiku pada saat sarapan tadi pagi. Pagi tadi saat sarapan, aku begitu terkejut dengan responnya tentang gelas itu.

"Gelas siapa ini?"
"Milikku, aku mendapatkannya secara gratis di sebuah kedai" Aku menjelaskan.
Memang aku dapatkan itu secara gratis. Tapi sepasang dengan milik Seo Joon.
"Aku mengira milik mantan pacarmu, apakah tidak masalah jika gelas ini kugunakan?" Dia mengambil mug itu dari jejeran gelas kosong.
Aku hanya mengangguk mengiyakan.

Mug gagang biru yang sama dengan milik Seo Joon pikirku. Lagi-lagi aku teringat dengannya. Kami bahkan sempat melapor polisi saat awal Seo Joon menghilang. Tapi polisi berkata jika Seo Joon sudah kembali ke Korea Selatan. Kami sungguh kecewa dengan sikapnya, bahkan dia tidak pamit, tidak meninggalkan pesan apapun, dan pergi begitu saja. Kami bahkan sempat berpikir jika dia memang diculik atau dibunuh. Aduh, mungkin aku terlalu banyak membaca cerita thriller saat senggang.