Chapter 15

92 12 11
                                    

"Thank you for reminding me the butterflies feel like"
-unknown-

Ji Chang Wook's Point Of View

Tuhan, aku bingung dengan sikap isteriku malam ini. Bahkan, dia menangis saat dimobil. Aku bertanya apa salahku? Dia berkata tidak ada apapun. Kali ini aku bertanya apa yang dia inginkan? Dia hanya menjawab pulang kerumah. Saat aku ingin mendengarkan cerita atau masalahnya, dia hanya membahas bahwa dia lelah.

Saat pulang kerumah, dia bahkan tak bicara apapun padaku. Dia hanya mencium anak-anak yang sudah tertidur pulas. Aku bahkan semakin bingung dibuatnya. Apa dia sakit?

Bahkan dia terlihat tidak bisa tidur malam ini. Aku yang duduk dikursi sambil membaca buku sungguh tak bisa berkata apapun. Apakah aku ada salah padanya?

Waktu sudah menunjukan pukul 12 malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Waktu sudah menunjukan pukul 12 malam. Aku melirik isteriku yang sudah tertidur. Dia bahkan terlihat bermimpi buruk.

"Ken!" Dia bahkan mengigau.
Apa? Dia bicara apa tadi? Dia terdengar memanggil seseorang. Mataku sudah mulai berat, kuputuskan untuk tidur dan memeluknya dari belakang. Besok aku mencoba bicara dengannya baik-baik, semoga saja dia tidak marah padaku.

-----

Park Seo Joon's Point Of View

Hingga pukul 1 pagi aku masih tak bisa tidur. Secangkir kopi hangat yang terasa dingin, membuatku tetap sadar. Aku bahkan tak ingin tidur, tidak ingin bermimpi tentang wanita itu lagi.

Aku merasa hampir gila selama 4 tahun ini. Kali ini adalah puncaknya. Aku tidak bisa percaya aku bertemu lagi dengannya. How could i be so blind? Dia bahkan mungkin sudah bahagia sekarang.

Siang tadi aku hampir kehilangan akal sehatku. Melihatnya dan berlalu begitu saja. Dalam hatiku, aku bahkan ingin menarik tangannya dan membawanya pulang bersamaku. Tapi akal sehatku masih bekerja, kadang aku tak mengerti peran apa yang tengah kujalani sekarang. Dunia mungkin akan terlihat sempurna, jika dia milikku.

Alasanku meninggalkan Ji Won, Woo Shik, staff, dan restoranku di Amerika adalah karena sesuatu yang tak pernah aku ungkapkan. Aku bahkan tak bercerita tentang ibuku yang sakit saat itu, memaksaku untuk kembali ke Korea Selatan.

Aku bahkan belum sempat pamit dengan mereka, sampai aku kehilangan ibuku untuk selamanya.

Belum lagi Kwon Na Ra yang menggerogotiku dengan keegoisannya. Bahkan, dia memintaku untuk bertunangan dengannya saat itu. Padahal dia sudah menolakku karena saat itu dia bertunangan dengan atasannya dikantor. Tapi, karena atasannya sudah memutuskan pertunangan dengan Na Ra, sehingga Na Ra memintaku untuk bertunangan dengannya. Aku yang merasa kasihan menurutinya. Bahkan, aku tak menyukai atau mencintainya lagi.

Wish We Never Met (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang