Chapter 9

144 19 15
                                    

"My bounty is as boundless as the sea,
My love as deep; the more I give to thee,
The more I have, for both are infinite."

-Shakespeare-

Siang itu aku berdiri mematung disekitar taman kota yang terletak di Manhattan. Marcus Garvey Park adalah salah satu taman yang sering aku dan teman-temanku kunjungi. Nama lain dari taman ini adalah Mount Morris Park. Ya, orang-orang disini masih menyebut taman ini dengan Mount Morris Park.

Sejauh mata memandang taman ini terletak di perbatasan 120th street dan 124th street. Siang ini tak terlalu banyak orang seperti biasa. Aku ingin menghabiskan waktu berjam-jam sendirian dan duduk di bangku panjang sambil membaca novel lawas karya Agatha Christie.

Jika aku ingat-ingat lagi, dua tahun telah berlalu, aku sudah lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. Aku juga sudah bekerja sebagai fashion and beauty stylist di salah satu majalah fashion ternama. Besok aku harus pulang ke Korea Selatan untuk mempersiapkan pernikahan yang akan digelar tiga hari kedepan.

Adegan pernikahan di drama Korea, film Hollywood, cerita novel, dan cerita di e-book merupakan akhir cerita yang paling membahagiakan. Terlepas dari cerita itu hanyalah fiksi, tentu aku berharap pernikahan ini juga akan menjadi cerita bahagia bagiku dan keluarga. Bahkan aku sudah membayangkan betapa lucunya jika aku mempunyai anak dan suami yang bahagia.

Kring...
"Jiwonii datanglah ke restoran, kami mau memberimu hadiah" Joanna menyapa dari sambungan telepon.
"Ok buddy, wait for me to be there"

-------

"Surprise!!!!" Suara Nicole, Joanna, Naomi, dan Woo Shik tidak begitu mengagetkan bagiku. Aku tahu mereka akan melakukan ini. Suara petasan dan kembang api juga turut memekikkan telinga, namun benda-benda berisik ini berhasil mengejutkanku.

"Kembang api dan petasan sungguh tidak cocok untuk siang hari" ujarku sambil menarik kursi untuk duduk.

"Kau mau makan apa buddy? biar aku dan Woo Shik yang memasak" Nicole berujar dengan penuh semangat.

"Katakan saja yang kau mau, bahkan Woo Shik sudah menutup restorannya hari ini demi pesta kejutan ini" Sambung Naomi.

"Apapun, aku suka semua menu disini. Mana kadoku?" Sambil melihat sekeliling mencari kado.

Naomi dan Joanna menyerahkan beberapa kado. Satu diantaranya menarik perhatianku. Kado paling besar dengan kotak warna lilac yang dihias dengan pita kuning.

Begitulah kami menikmati sisa-sisa waktu sebelum pernikahanku. Walaupun mereka juga akan ikut pergi bersamaku ke Korea untuk menghadiri pesta pernikahan, tapi kebersamaan ini akan selalu aku maknai dalam hidup.

--------

"Jiwoniii, bangunlah. Bersiap-siap, oppa akan mengantarkan kau dan ibu menuju venue pernikahan. Seon Ho oppa membangunkanku, dia hanya duduk di samping kasur. Tapi, aroma tubuhnya selalu membuatku tenang. Aroma balsamic, woody, dan aromatic bleu de Chanel, menjadi wangi khas dari tubuhnya. Aku bangun dari tidur dan memeluknya sejenak.

"Aku tahu kau merindukan oppa, bangunlah. Ibu sudah menunggu dibawah. Jangan terlambat ya" ujarnya lagi sambil menjitak kepalaku.

"Cerewet!" Jawabku kesal.

Aku bergegas mandi dan memilih beberapa pakaian yang aku tinggal di lemari kamar rumahku. Aku sangat merindukan kamar bernuansa putih dengan konsep scandinavian room yang kusebut sebagai surga dunia ini.

Wish We Never Met (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang