◖Lingerie!◗  

7.1K 723 37
                                    

Vote dulu yuk!!

.
.
.
.

"Benar-benar tidak tahu malu!"

"Dasar pembunuh!"

"Mati saja kalian! Dasar sialan!"

Semua umpatan dan makian itu di tunjukan untuk ibu tiri dan paman Renjun yang kini akan di pindahkan ke kantor polisi pusat untuk di tahan dan di tindak lanjuti lagi terkait kasus yang menyeret nama mereka berdua. Ibu tiri Renjun bahkan tak bernai mengangkat kepalanya, hanya jalan dengan menunduk serta masker yang menutupi setengah wajahnya. Ia merasa malu karena kini namanya benar-benar telah tercoreng, publik sudah mengetahui segala kebusukan yang ia lakukan selama bertahun-tahun dan tidak ada lagi tempatnya untuk bersembunyi, tidak ada lagi orang yang bisa menolongnya keluar dari penjara.

Hana berdiri tak jauh dari kerumunan dengan pakaian tertutup lengkap dengan masker wajah, jika orang-orang ini tahu dia di sana, pastilah habis di keroyok masa, ia menatap ibunya sedih tak mengira jika semuanya akan berakhir seperti ini. Kebahagiaan sesaat yang ia rasakan, kini benar-benar hancur tak tersisa. Bahkan ibu dan ayahnya harus membayar mahal untuk semua itu. Hana tak punya lagi tempat untuk mengadu dan mendapatkan perlindungan.

"Mamaa... Papaa.." Lirihnya tak mampu menutupi rasa sedih di hatinya, tak ada siapapun lagi di sisinya yang akan menolong dan menguatkan, ia bahkan di usir dari rumah keluarga Huang. Sekarang mau tinggal dimana, ia tidak tahu tak ada tempat yang akan dituju.

Pepatah pernah berkata, apa yang kau tanam, itulah yang akan kau tuai. Menyesali perbuatan yang sudah terjadi sudah tidak ada gunanya lagi, kata maaf pun sudah tak memiliki arti apapun. Renjun benar-benar menutup mata dan telinga, mengabaikan setiap permintaan maaf dan penyesalan Hana. Jika saja, jika saja ia bisa memutar waktu, Hana ingin memperbaiki segalanya tapi semua itu hanyalah agan saja. Semua sudah terlambat.

Dengan langkah kaki yang terasa berat, Hana perlahan-lahan meninggalkan area kantor polisi berjalan tanpa tujuan dan tangis yang tak bisa di bendung.

‧͙⁺˚*・༓☾ ☽༓・*˚⁺‧͙

Renjun menatap dua buah gundukan tanah yang di tumbuhi rumput-rumput hijau terpotong rapi, ia tersenyum sambil meletakkan dua buah bunga krisan berwarna merah dan putih di tiap-tiap gundukan tanah tersebut.

"Papa, mama maaf, maaf karena Injun tidak bisa sering mengunjungi kalian... mama dan papa baik-baik saja kan? Injun juga baik-baik saja, bahkan Injun sangat rindu dengan kalian," Sekuat apapun Renjun, bila sudah berada di depan makam kedua orang tuanya pastilah air mata yang coba ia tahan meluncur begitu saja, ia selalu gagal menahan air matanya agar tidak keluar.

Jeno hanya diam memperhatikan apa yang kini tengah Renjun lakukan, ia memberikan ruang pada Renjun untuk menceritakan segala keluh kesah pada kedua orangtuanya dengan begitu barulah ia bisa merasa lega dan kembali menata hidup. Karena Jeno pernah di posisi itu.

"Injun akan melakukan yang terbaik, Injun janji akan membuat mama dan papa banga karena memiliki anak seperti Injun, Injun sayang kalian.." Renjun mengusap air matanya yang terus membasahi wajah. Ia kembali melukis senyum cerah di bibir cantiknya. "Mama dan Papa tidak perlu khawatir, sekarang Injun tidak sendirian ada begitu banyak orang yang menyayangi Injun, jadi kalian tenang saja."

Merasa puas dan beban di hatinya sedikit berkurang, Renjun beranjak dari sana melangkah dengan perlahan menuju sosok yang dengan setia selalu menemani dan membantu di kala ia tak memiliki jalan lain, sosok ini yang akan menuntunnya membuka pintu yang lain. Renjun tidak tahu lagi harus bagaimana berterima kasih pada Jeno karena ucapan terima kasih saja tidak akan pernah cukup untuk membayar semuanya.

A Precious Wife ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang