✥Mimpi Buruk✥

6.1K 759 13
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Jam menunjukan pukul dua dini hari, baik Renjun ataupun Jeno sudah tertidur lelap sejak beberapa jam yang lalu. Namun, tiba-tiba di tengah tidurnya yang nyenyak Renjun mendengar suara Jeno yang mengigau. Semakin lama suara itu semakin terdengar keras dan mengusik tidur lelap sang gadis. Mau tak mau Renjun membuka mata dan berbalik melihat keadaan Jeno. Mata si pria terpejam, namun mulutnya terus mengigau kan sesuatu.

“Mamaaa... Mamaa... Mamaa..” Ucapan Jeno yang lamat-lamat Renjun dengar.

Renjun beringsut bangun dari posisi tidurnya. “Jeno... Jeno..” Panggil Renjun mencoba menyadarkan Jeno. Namun rupanya panggilan Renjun tak cukup untuk membuat Jeno bangun, justru semakin membuat Jeno terus menyebut kata ibu.

Peluh keringat dingin membasahi hampir seluruh wajah Jeno dan terdapat lipatan-lipatan kecil di dahinya yang menandakan bahwa dirinya tengah bermimpi buruk. Dalam kondisi tak sadar, tangannya yang sehat menggenggam erat ujung selimut. Gelisah. Renjun tidak tahu apa yang sedang Jeno impikan hingga mampu membuatnya jadi seperti ini.

“Jeno.. Lee Jeno..” Renjun menggoyang tubuh Jeno pelan. Karena tetap tak mendapat respon Renjun mencoba memeriksa suhu tubuh Jeno dan benar saja, si pria tengah dilanda demam. “Oh ya Tuhan, panas sekali.” Gumam Renjun setelah memeriksa suhu tubuh Jeno.

Renjun menyibakkan selimut tebal yang menutupi setengah tubuhnya. Dia berlari kecil menuju pintu keluar kamar Jeno. Karena semua penghuni rumah sudah tidur dan tak mungkin Renjun membangunkan mereka di saat seperti ini, jadi Renjun harus melakukannya sendiri. Di ambilnya kotak P3K, lalu berlari kecil menuju dapur mengambil baskom dan mengisinya dengan air, setelah itu kembali ke dalam kamar Jeno.

Renjun meletakkan semua barang yang tadi ia ambil di atas meja dekat ranjang Jeno. Renjun menoleh ke sana kemari seperti orang kebingungan. Renjun membuka lemari baju milik Jeno, mencari sepotong kain atau handuk kecil untuk mengompres dahi Jeno. Setelah berhasil menemukan sepotong handuk kecil, Renjun menutup pintu lemari dan berlari kecil menghampiri Jeno.

Renjun duduk di ranjang dekat tubuh Jeno. Dimasukkannya handuk kecil itu kedalam air dingin, di peras dengan pelan kemudian dilipat dan di letakkan pada dahi Jeno. Renjun juga mengelap keringat yang membasahi wajah Jeno dengan hati-hati mengingat wajahnya yang terluka. Renjun menguap, di liriknya jam yang ada di dinding kamar Jeno menunjukan pukul dua lebih tiga puluh menit. Renjun kembali mengambil handuk, memerasnya dan meletakkan di dahi Jeno. Begitu terus hingga enam kali berturut-turut.

Jeno sudah berhenti mengigau sejak beberapa menit yang lalu. Renjun mengambil termometer dari dalam kotak P3K guna memeriksa apakah suhu badan Jeno menurun. Si gadis menghela napas lega ketika termometer menunjukan bahwa suhu badan Jeno sudah mulai turun.

“Syukurlah, sudah tidak sepanas tadi.” Gumam Renjun.

Renjun meletakkan handuk kecil itu ke dalam baskom. Besok pasti Jeno sudah tidak demam lagi. Renjun mulai mengantuk tapi melihat luka di wajah Jeno dia gemas sendiri. Dalam hati bertanya-tanya, siapa yang mengobati luka Jeno dengan begitu asal bahkan plester hanya ada di dahi saja.

A Precious Wife ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang