☆Tidak ada jika untuk beberapa hal☆

5K 592 31
                                    

Matahari sudah meninggi di luar sana, sinarnya berhasil masuk lewat sela-sela gorden kamar Jeno yang tak tertutup rapat, meski begitu kedua manusia yang masih terlelap dengan posisi saling mendekap satu sama lain ini tak merasa terganggu, keduanya masih menikmati menyelam dalam alam mimpi.

Jeno yang pertama kali membuka mata, melihat sang istri yang masih terlelap membuat Jeno menarik sebuah garis melengkung di bibirnya. Jeno memberikan kecupan dalam pada kening Renjun, untunglah hari ini ia minta Lucas untuk ke kantor bersama Mark, mengurus berita tentang dirinya dan Siyeon juga menunda meeting untuk sementara waktu sebab ia ingin lebih lama bermanja-manja bersama sang istri. Renjun bergerak, dahinya berkerut membentuk lipatan-lipatan kecil dan detik berikutnya kedua mata terbuka.

“Selamat pagi, sayang...” Sapa Jeno tersenyum dan kembali memberikan kecupan hangat pada sang istri.

“kau sudah bangun? Jam berapa sekarang?” Tanya Renjun sembari matanya bergerak mencari letak jam yang ada di dinding kamarnya. “Oh astaga, jam delapan?! Kenapa kau tidak bangunkan aku? Aish...” Renjun kalang kabut, dengan tergesa-gesa menyibak selimut yang menutupi tubuh, namun pergerakannya terhenti kala Jeno kembali menariknya untuk tidur di sampingnya.

“Ssstttt.... tenanglah...” Ucap Jeno yang kini memeluk tubuh ramping Renjun.

“Jeno aku akan terlambat bekerja, kau juga... bagaimana bisa tenang?”

“Hari ini aku tidak pergi ke kantor dan kau juga tidak.. kita akan tidur di kamar ini, seharian penuh...”

Renjun mengernyit, “Bagaimana jika Younghoon mencari ku? Aku belum bilang padanya kalau tidak masuk hari ini.”

“Aku yang akan bilang padanya nanti, tenang saja.”

Renjun akhirnya menurut saja, lagipula di kantor pun Younghoon hanya memberikan tugas-tugas yang ringan saja, meski sebenarnya Renjun ingin juga melakukan tugas yang berat dan menantang, tapi Younghoon selalu bilang bahwa nanti akan ada waktunya, sekarang kerjakan yang mudah-mudah dulu saja.

“Apa yang sedang kau pikirkan?” Tanya Jeno sebab Renjun hanya diam melamun.

Renjun tersenyum, Jeno sering menggodanya, sesekali ia juga ingin menggoda sang suami, biar sama-sama impas. “Aku sedang memikirkan Younghoon.”

“Apa?!” Tak menyangka akan mendengar jawaban semacam ini dari Renjun, Jeno masih menahan diri. “Kenapa kau memikirkan laki-laki lain saat sedang bersama dengan ku?”

“Younghoon adalah sahabat baik ku sejak kami kecil, apa salahnya jika aku memikirkannya? Lagipula saat ini ia sedang membantuku untuk mengurus perusahaan Ayah padahal ia juga memiliki perusahaan sendiri, ia bekerja sangat keras untuk membantuku, bukankah dia sangat baik sekali?” Renjun ingin lihat, reaksi apa yang akan Jeno berikan setelah mendengar kata-katanya ini, sungguh ia tidak sabar melihat Jeno kesal.

“Jadi maksudmu Younghoon lebih baik di bandingkan aku? Dia membantumu dengan mengurus perusahaan ayahmu dan aku tidak begitu?” Tiba-tiba mood Jeno jadi buruk, entah kenapa setiap mendengar nama Younghoon dari mulut Renjun ia merasa tidak tenang dan kesal sendiri, jujur saja ia tidak pernah rela Renjun bekerja seharian di kantor yang sama dengan Younghoon, pikiran-pikiran buruk selalu menghantui tapi ia berusaha untuk mengabaikan semua itu. Dalam hati Renjun tertawa, sepertinya ia berhasil membuat Jeno kesal, sedikit lagi tidak apa-apa.

“Ya, kurang lebih begitulah, dia sangat kompeten, cerdas, baik hati, tampan dan berhasil menyelesaikan semua pekerjaan yang sempat tertunda di perusahaan. Ahh... alangkah beruntungnya seseorang yang kelak menjadi istri Younghoon.”

“Yak! Lee Renjun!!” Jeno bangkit, memposisikan diri untuk duduk sembari menatap Renjun garang. “Apa maksud ucapan mu itu?! Apa kau ingin menjadi istrinya, huh?! Kau menyesal menikah dengan ku? Begitu?”Cerocos Jeno dengan nada suara kesal.

A Precious Wife ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang