♡Pengakuan♡

6.2K 698 34
                                    

Vote dulu jangan lupaa....

.
.
.
.





Haechan duduk seorang diri di ruang tengah dengan tangan yang sibuk menggeser layar ponsel, ia terlihat serius membaca sesuatu yang entah apa itu sampai tidak sadar jika kini Lucas sudah berada di sampingnya. Tadinya, Lucas hendak ke dapur untuk melihat apakah ada cemilan di kulkas atau mungkin sesuatu yang bisa di makan karena setelah makan malam ia masih lapar. Tapi melihat Haechan yang begitu serius, ia mendekat dan penasaran dengan apa yang tengah wanita berkulit tan ini lakukan.

“Yak! Lee Haechan, kau sedang apa? Serius sekali..” Rupanya ucapan Lucas ini sukses membuat Haechan tersentak kaget, ia melirik Lucas dengan tajam kemudian decakkan kesal meluncur dengan bebas dari mulutnya.

“Aish... kau mengagetkan ku, bodoh.”

“Lagian, siapa suruh kau serius begitu.. memangnya apa yang sedang kau lihat sih, sampai serius begitu.” Lucas mencoba mengintip apa yang sedang Haechan lihat tapi percuma, layar ponsel Haechan sangat gelap jadi tidak kelihatan apapun jika di lihat dari sisi Lucas.

Haechan terpikir sesuatu, mungkin saja Lucas bisa membantu, “Yak, Lucas-ah apa kau pernah membeli obat perangsang?” Tanya Haechan dengan wajah polos.

Lucas melotot, jika ia sedang minum mungkin minuman itu akan tersembur keluar membasahi wajah Haechan, untung saja dia tidak makan atau minum apapun, “Yak! Lee Haechan! Kenapa kau bertanya tentang obat seperti itu dengan wajah polos begitu?! Ishhh... lagian untuk apa kau bertanya tentang begituan? Memangnya kau mau pakai untuk apa?!” Lucas kadang tidak mengerti jalan pikiran Haechan, ia terlihat polos dan baik hati tapi sebenarnya dia jauh lebih bar bar dan nekat di banding Jaemin, otaknya benar-benar sudah tidak beres, perlu dibersihkan.

Haechan mengedip-ngedipkan matanya, tidak mengira jika reaksi Lucas akan begitu berlebihan, “tck.. tentu saja bukan aku yang akan memakainya, aku berencana memberikan obat itu pada Renjun dan Jeno..” Haechan tersenyum manis, menjelaskan tentang rencana yang ada di dalam otaknya.

Lucas membuka mulutnya, semakin terkejut dengan jawaban Haechan, “Yak! Apa kau sudah gila?! Buang jauh-jauh pikiran bodoh mu itu Lee Haechan, astaga... kau benar-benar membuatku merinding..” Lucas memeluk tubuhnya dengan keuda tangannya, merasa ngeri berada di jarak sedekat ini dengan Haechan.

“Kenapa? Memangnya ada yang salah? Aku hanya ingin mempercepat debut keponakan ku, tidak mau meracuni mereka, lagipula mereka juga tidak akan tahu jika aku yang memberikan obat itu,”

“Sudahlah, jangan macam-macam jika kau masih ingin hidup.. jika Jeno tahu rencana bodoh mu ini, dia pasti akan mencincang tubuhmu menjadi potongan kecil..” Lucas tidak tahu lagi, susah memang bicara dengan Haechan. Ia pun memutuskan untuk pergi dari sana dan kembali masuk kedalam kamarnya yang tenang dan damai.

“Aish... padahal tadinya aku ingin mengikut sertakan dia dalam rencana ini, dasar Lucas itu memang tidak seru..” Haechan geleng-geleng kepala, kemudian sibuk searching tentang obat perangsang lagi. Ia harus membeli yang terbaik dan sangat efektif supaya keponakan yang lucu dan mengemaskan segera ia dapatkan.

Renjun baru saja selesai mengganti baju dengan piyama, ia harus tidur lebih awal supaya esok pagi tidak kesiangan. Sedangkan Jeno masih sibuk dengan laptop dan kertas-kertas di sofa yang tak jauh dari posisi Renjun berdiri. Renjun berjalan menuju ranjang, kemudian ia duduk di pinggirannya sambil menatap Jeno.

“Apa kau tidak lelah? Istirahatlah, Jeno.. jika tubuhmu bisa bicara, aku yakin mereka akan mengeluh karena kau terus memaksa mereka bekerja..” Ucap Renjun yang kasihan melihat Jeno bekerja dengan keras, setelah pulang dari kantor ia mandi kemudian langsung masuk kedalam ruang kerjanya hingga makan malam, ia hanya makan sedikit saat makan malam lalu kembali bekerja lagi, ayolah seseorang pasti juga butuh waktu untuk istirahat bukan? Dan Renjun yakin Jeno bukan robot yang bisa bekerja 24 jam penuh.

Jeno sejenak mengalihkan atensinya pada sosok Renjun yang duduk di pinggir ranjang, “Apa kau sedang menghawatirkan ku, Renjun?” Tanya Jeno sambil tersenyum jahil.

Renjun merotasi kan bola matanya, “Aku hanya mengingatkan saja, terserah kau mau menyebutnya seperti apa.. sudahlah, aku akan tidur lebih dulu..” Renjun bangkit, kemudian merangkak naik ke atas ranjang, merebahkan tubuhnya, menarik selimut kemudian memejamkan kedua mata.

Jeno tersenyum, ia merapikan kertas-kertas yang berserakan di atas meja, kemudian mematikan laptopnya. Besok masih ada waktu untuk mengeceknya lagi. Jeno mengambil piyama yang ada di lemari, ia masuk ke ruang ganti guna mengganti baju setelahnya ia berjalan menuju ranjang dan merebahkan tubuhnya di sisi Renjun.

Jeno memiringkan tubuhnya, sedang kedua mata asik memandangi wajah seseorang yang sepertinya sudah mulai memasuki alam bawah sadar, terlihat dari hembusan napas yang keluar masuk secara teratur dengan wajah yang tenang.

“Selamat malam, Renjun”

Jeno Pun mulai memejamkan kedua mata, perlahan-lahan ia mulai memasuki alam bawah sadarnya.

Tapi siapa sangka jika mimpi buruk yang selama ini menghantuinya kembali mengusik tidur lelap Jeno. Dengan sangat terpaksa Jeno membuka kedua mata dengan napas yang tersengal-sengal dan detak jantung yang memompa begitu cepat seiring pasokan udara yang di paksa masuk kedalam paru-paru.

Jeno mengusap wajah dengan kedua tangan, matanya melirik jam yang terpasang di dinding, rupanya masih pukul satu dini hari sedangkan ia beranjak tidur pukul sebelas malam. Jeno menoleh ke samping dimana Renjun masih terlelap dengan membelakangi dirinya. Untunglah ia tidak terganggu dengan keributan yang Jeno buat.

Jeno kembali merebahkan tubuhnya, ia bergeser agar lebih dekat dengan Renjun kemudian dengan gerakan se-pelan mungkin ia memeluk sang wanita. Jeno menyembunyikan wajahnya pada punggung Renjun dan detik berikutnya air mata mengalir dari pelupuk mata Jeno.

“Renjun... aku takut... apa yang harus aku lakukan?” Jeno semakin merapatkan tubuhnya pada Renjun, sedang air mata tak kunjung berhenti keluar. Tubuh Jeno mulai bergetar seiring tangis yang semakin menjadi.

Ulah Jeno ini sukses mengusik tidur Renjun, terbukti sang gadis mulai membuka kedua mata dan merasakan punggungnya sedikit basah juga tangan yang melingkar di atas perutnya begitu erat. Samar-samar Renjun mendengar suara isak tangis yang berasal dari belakangnya. Renjun membalik tubuh dan melihat Jeno yang meringkuk sambil menangis. Terlihat menyedihkan.

“Jeno, ada apa? Kenapa kau menangis?” Jeno tidak menjawab, malahan ia kembali memeluk Renjun, “Ada apa Jeno? Jangan buat aku takut, ini masih malam oke.. ada apa?” Renjun menepuk-nepuk bahu Jeno, perlahan-lahan ia merasakan tangis Jeno berhenti juga tubuhnya yang tadi bergetar telah tenang.

“Renjun-ah, ini semua salahku... semua salahku...”

“Apa maksudmu, Jeno. Salah apa?”

“Kau tahu? Aku lah yang menyebabkan ibuku meninggal, aku Renjun...” Renjun terkejut, sedangkan Jeno kembali menangis dalam pelukan Renjun. Ia kembali teringat bagaimana ibunya meninggal dan bagaimana sang ayah menatapnya sebagai penyebab utama kepergian istrinya. Jeno benar-benar takut dan merasa bersalah.

“Apa maksudmu Jeno? Kau membunuh ibumu, begitu?” Renjun melepaskan pelukannya pada Jeno dan menatap si pria yang kini tampak berantakan. “Ceritakan yang sebenarnya, Jeno.. Sebenarnya apa yang sedang kau bicarakan.” Tentu Renjun tidak percaya begitu saja, pastilah ada alasan lain atau ada sesuatu yang Jeno sembunyikan darinya. Tidak mungkin Jeno membunuh ibunya.

“Jika saat itu aku diam dan mendengarkan ucapan ayahku, mungkin saja ibuku tidak akan meninggal, kami tidak akan kehilangan dia..” Jeno mulai bercerita meski berat karena ini sama saja dengan membuka luka lama yang tak pernah ingin Jeno ingat. “Ibuku meninggal karena tertabrak truk dan semua itu karena aku, dia berusaha menyelamatkan ku tapi malah nyawanya yang melayang... aku... dengan mata kepala ku sendiri melihat ibuku terpental jauh setelah tertabrak truk dan darah dimana-mana, ayahku berteriak tapi sudah terlambat, ibuku tidak bisa di tolong..” Jeno mengambil napas, karena dadanya terasa semakin sesak. Sedangkan Renjun hanya bisa terperangah tak percaya jika Jeno punya trauma masa lalu yang menyedihkan.

“Saat acara pemakaman, tidak ada yang bertanya padaku, tidak ada yang menghiburku seolah mereka semua menyalahkan ku atas kematian ibuku.. bahkan ayahku sendiri menatapku penuh amarah dan kebencian untuk waktu yang lama.. aku benar-benar takut Renjun, mimpi itu sangat mengerikan...” Jeno kembali memeluk pinggang Renjun dan membenamkan wajahnya pada lekukan leher Renjun.

Renjun menepuk-nepuk punggung Jeno dan mengusap-usapnya pelan. “Ini bukan salah mu Jeno, semua ibu pasti akan melakukan hal yang sama seperti apa yang ibumu lakukan jika melihat anak-anaknya dalam bahaya. Buang pikiran buruk mu dan cobalah untuk berdamai dengan keadaan, aku yakin perlahan-lahan mimpi itu akan hilang dan berubah menjadi mimpi indah.. lagipula aku yakin, ibumu pasti bahagia melihat kau yang sekarang tubuh menjadi orang yang hebat dan menolong orang lain.. berhentilah menyalahkan dirimu sendiri Jeno..” Meski Renjun tahu ucapannya ini tidak bisa membantu banyak, tapi ia harap Jeno akan sedikit membaik dengan ucapannya ini. “Sekarang tidurlah, jangan pikirkan apapun.. aku ada disini, jadi tidurlah.. kau tidak sendirian.” Dulu saat ia masih kecil dan bermimpi buruk, maka ibunya akan memeluk Renjun saat tidur dan mengatakan hal yang sama seperti apa yang Renjun katakan tadi.

“Aku tidak bersalah? Kau pikir begitu?”

“Hem.. ini bukan salah mu, tidurlah besok kau masih harus bekerja bukan?”

“Jangan lepaskan..”

“Apa?”

“Jangan lepaskan pelukannya sampai aku tidur..”

“Iya, tidak akan ku lepas.. jadi tidurlah.. tidur Jeno..”

“Hem..”

Jeno memejamkan kedua mata, perlahan tapi pasti ia akhirnya tidur juga. Setelah Jeno benar-benar terlelap, Renjun perlahan-lahan melepaskan tangan Jeno yang memeluk tubuhnya tapi rupanya tidak mudah karena Jeno kembali semakin mempererat pelukannya.

“Ah.. sudahlah.. hari ini saja akan aku biarkan.” Renjun akhirnya membiarkan Jeno memeluknya dan ia tertidur.

A Precious Wife ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang