Dunia itu terlalu baik ngebiarin seseorang yang namanya Choi Hyunsuk hidup dan menghirup udara dunia yang sama denganku.
note:
- baku 90%
- harsh words
- silverboys in the house!
310119 - 1st #silverboys
- 8th #hyunsuk
210219 - 1st #m...
Firstly first, aku minta maaf ya udah gantungin kalian 😅
Aku udah lama vakum dari dunia wattpad karna alasan pribadi yang gabisa aku sebutin. Tapi sekarang aku mau coba balik dan mulai nulis lagi. Bismillah semoga dilancarkan namatin Mind Sync.
Anyway, aku gabisa balesin dm kalian satu-satu jadi kalau kalian mau temenan, yuk temenan di fan account aku di Twitter. Akun lama aku suspend, jadi sekarang aku mulai dari awal pakai akun baru. Buat yang ingin aja kok.
Terima kasih karna masih setia menunggu Mind Sync. Let's continue!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
3rd's POV
Lantas dengan kepala yang hampir meledak dan tangan yang serasa gatal ingin melayangkan pukulan, Jian melangkah maju menghampiri ketiga orang itu.
"YA!! LEE SOMIN!!!" serunya.
Kaget, ketiga orang itu serempak menghentikan langkah mereka dan menoleh ke belakang tepat saat sebuah tangan terulur dan menjambak rambut Somin.
"AAAAHHH!!"
"Kau cari mati, hah?!" bentak Jian, menarik rambut Somin semakin kuat. Membuat gadis bersurai hitam itu berteriak kesakitan.
Astaga.
Apa yang baru saja aku pikirkan?
Merasa bodoh dengan apa yang baru saja terbersit di kepalanya, Jian menggeleng dengan cepat. Berusaha menghilangkan niatnya barusan. Tatapannya kosong, ia tiba-tiba berhenti melangkah dan membiarkan Somin dan kedua temannya itu ke arah lapangan.
Ini bukan saatnya bertengkar. Batin Jian setelah selesai membaca situasi. Benar saja, apa yang ia harapkan kalau dirinya benar-benar membuat kekacauan seperti tadi? Mereka tengah berada di tengah-tengah acara makrab dan bisa ditebak hal apa yang akan terjadi padanya. Tidak dipungkiri kalau besok ketika masuk sekolah Ibunya pasti akan mendapatkan berita mengenai kelakuannya selama mengikuti perkemahan.
Ia sudah kepalang kesal dengan fakta kalau namanya sudah tercoreng di mata Bu Jisoo. Kalau ia menambah masalah lagi, habislah dia.
Ah, sial.
Rahang Jian mengeras, giginya berderit sanking kesalnya ia saat ini. Sudut matanya berdenyut menatap kepergian Somin dan temannya.
Begitu ketiganya tidak kelihatan, Jian kini mengalihkan pandangannya. Tiba-tiba saja matanya terasa perih. Ketika ia mengusapnya, ia mendapati pergelangan tangannya terasa basah.
Jian pun mengusap-usap matanya dengan kasar, berharap dia tidak benar-benar membiarkan dirinya menangis di tengah-tengah hutan begini.
Mendengar perkataan Somin dan temannya tadi memang membuatnya kesal setengah mati, namun untuk bertengkar dengan mereka, ia rasa itu bukan pilihan yang tepat. Ia pasti punya cara lain agar gadis itu bisa membayar perlakuannya.