Ada yang bilang memiliki kehidupan yang berbeda dari orang lain, dalam artian berbeda dalam kekayaan, ketenaran dan kekuasaan, pasti sangat menyenangkan. Terutama jika kau hidup dari kelas teratas di Ewigkeit, kelas bangsa Elf atau setidaknya orang-orang pilihan yang hidupnya beserta keluarganya pasti telah terjamin hingga hari tua, bahagia kata mereka.
Tak salah berpikiran begitu, karena itu adalah pemikiran yang lumrah dan memang diciptakan di pikiran manusia itu sejak dilahirkan, siapa yang ingin hidup menderita? Tentu tak ada bukan? Semua orang ingin bahagia.
Di antara pemikiran itu, aku mungkin termasuk di dalamnya, walau tidak sebesar harapan itu. Aku tidak pernah memikirkan jauh dari pada memikirkan bagaimana aku akan bersenang-senang melewati setiap hariku bersama kedua orang tuaku, di tanah damai pegunungan Endlos. Melewati hari dengan bercocok tanam di kebun kami yang berada di lereng gunung, dan berlarian mengejar burung sore saat mengambil air ke kaki gunung untuk menyiram tanaman di kebun adalah suatu kesenangan yang tak ingin aku akhiri. Aku tak pernah bermimpi akan hal besar lainnya, bahkan untuk keluar Endlos City sekali saja tak pernah hinggap di benakku.
Bukannya aku pemalas apalagi takut, hanya saja, hal kecil itu sudah cukup membahagiakan bagiku. Melihat ayah dan ibu tertawa, bersenandung di petang hari dengan Roof dan Malena, bergelantungan di pohon pir yang gundul, dan menghirup udara pegunungan yang segar, itu sudah cukup bagiku. Aku tidak akan meminta lebih atau berharap yang lain selama itu berada di genggamanku. Impianku cukup sederhana, bukan?
"Sampai bertemu nanti!" teriak Roof dan Malena yang tiba duluan di rumahnya sambil melambai, aku membalasnya dan tersenyum lembut ke arah Malena yang masih saja murung.
"Aku akan datang seperti biasa! Aku akan mengajaknya!" teriak Roof sambil berlari menyamakan langkah dengan Malena yang memang satu arah dengannya. Aku hanya tersenyum kecut melihat perbedaan suasana hati kedua sahabatku itu. Aku tahu, Malena pasti masih belum bisa menerima kenyataan bahwa dia terpilih ke Schutz, aku juga tidak terima! Karena itu akan membuat kami terpisah. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya terpisah dengan orang yang sudah bersamaku melewati 17 tahun belakangan ini. Tapi untuk menolak bukanlah sebuah pilihan yang mudah dilakukan, ada konsekuensi besar saat kata itu tercetus. Nanti malam, para pemimpin Endlos City akan datang ke rumah Malena dan juga ke rumah siswa-siswi yang terpilih untuk memberitahu orang tua mereka secara resmi dan Malena akan pergi meninggalkan keluarganya juga aku, memikirkan itu membuatku merasa sedih, tapi aku sadar kalau kesedihanku tak lebih besar dari kesedihan Malena yang akan bertemu dengan orang-orang baru di sana.
Aku mencoba menepis pikiran menyedihkan itu dan bersiap menaiki undakan tangga menuju rumahku di puncak anak gunung Endlos yang menjadi tempat rumah sederhana kami berdiri. Ini meletihkan saat harus melewati puluhan anak tangga, tapi rasa letih itu akan sirna saat kau melihat rangkaian perkebunan kami yang menghijau dan keindahan Endlos City yang terlihat cukup jelas.
Aku berlari menaiki satu persatu anak tangga, aku tidak mengerti kenapa, tapi aku tidak pernah benar-benar letih walau harus berlari begini. Tiba-tiba suara kepakan sayap mengagetkanku yang membuatku berhenti, dan bibir ini spontan tersenyum saat melihat seekor perkutut kecil terbang merendah menghampiriku. Aku menjulurkan tangan menggapainya dan dia hinggap di pundakku.
"Hai Panda! Senang kau menghampiriku," ucapku sambil mengelus lembut kepalanya.
"Aku berkeliling mengawasi kebunmu, ada beberapa tikus mengerikan yang ingin menyerang akar lobak ibumu," jelas Panda, jangan heran! Panda memang hewan, tapi dia dapat berbicara layaknya manusia, tapi dia hanya akan berbicara jika bersamaku.
"Kau mengusirnya?" Dia mengangguk cepat.
"Kau hebat," pujiku dan kembali berjalan terengah-engah. Rasa haus membuatku seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
VALET✔
Fantasy(Fantasy) Suck yang dibesarkan di keluarga sederhana tak menginginkan hal lain selain bisa hidup tenang dengan keluarga kecilnya. Membantu ayahnya bertani, merawat kebun di pekarangan rumahnya dengan Sang ibu adalah satu-satunya impiannya. Suck tak...