"Ini lokermu," ucap Livi menunjukkan loker yang Suck cari sejak tadi. Suck hanya mengangguk dengan pikiran masih terbebani ucapan Livi tadi, tentang perasaannya."Pria itu ... ahgk maksudku Stigra, dia si nomor satu yang kau sukai?" Livi mengangguk.
"Kau tidak bercanda? Kau benar-benar menyukainya? Apa dia tahu kau suka padanya?" Livi kembali mengangguk.
"Wahh parah," gumam Suck merasa panas di hatinya dan kini mulai membakar kepalanya.
"Ada apa Suck?"
"Bagaimana dia tega melihatmu diperlakukan seperti itu padahal dia tahu kau menyukainya? Dan kenapa kau sangat naif dengan menyukai orang seperti dia sampai rela menjadi seperti itu, Livi? Apa kau sudah tidak waras?" Livi tertawa setelah mengerti maksud kecemasan teman barunya itu.
"Tak apa, aku hanya menyukainya dan aku senang dengan itu. Bagiku, dengan dia menjauhiku itu sama sama dengan dia ingin menghargai aku dan tidak ingin aku semakin dibenci gadis-gadis di kelas kita atau pun di seluruh sekolah ini. Asal kau tahu saja, si Stigra itu tidak hanya nomor satu di kelas kita saja, tapi juga di seluruh sekolah. Dia terkenal ahli strategi perang," jelas Livi tak membuat perasaan Suck tenang.
"Tetap saja, aku tidak akan menyukai pria yang membuatku kesusahan seperti itu," jawab Suck ketus dan membuka lokernya. Tatapan bingung di mata Suck berbeda dengan tatapan kaget penuh kecemasan dari Livi saat menemukan kunci kamar sekaligus nomor kamar Suck di asrama nanti.
"09B, ini nomor kamarku?" Livi mengangguk dengan wajah tidak senang.
"Ada apa?" tanya Suck heran dengan perubahan air muka Livi.
"Nomor itu, aku seperti sangat mengenalnya," jawab Livi berharap ingatannya tidak benar.
"Benarkah? Apa ini nomormu?" Livi menggeleng dengan lemah.
"Lalu?"
"Itu nomor yang sama dengan nomor kamar Quen, gadis yang tadi kau tampar di kelas," ucap Livi melemah. Suck sendiri tampak sedikit kaget dengan ucapan Livi barusan, mengapa dari banyak orang, harus gadis itu yang menjadi teman satu kamarnya, bukankah bisa saja itu Livi atau siapa lah itu, asalkan tidak gadis menjengkelkan itu.
"Kau baik-baik saja?" tanya Livi cemas dengan ekspresi datar Suck yang menatap langit-langit koridor dengan tatapan kosong. Suck mengangguk tapi pikirannya benar-benar terbang dari tempat itu, Suck rindu Roof, Malena, kedua orang tuanya dan Panda, tak lupa juga seluruh tanamannya dan galiannya. Suck ingin pulang, tapi tampaknya segala sesuatu tidak seperti yang diharapkannya, semua sedikit rusak karena pertemuannya dengan gadis sombong tadi.
Suck kembali menepuk dadanya untuk menyadarkan bahwa kedatangannya tidak lain karena ingin mencari Malena sebelum terlambat, Suck harus meluruskan niatnya untuk itu, karena menemukan orang yang diculik itu tidak mudah.
"Suck!" panggil Livi lagi sambil menarik tangan kanan gadis yang asyik melamun itu. Suck akhirnya sadar bahwa dia baru saja nyaris menabrak tiang koridor.
"Kau baik-baik saja?" Suck mengangguk dengan tersenyum tipis menenangkan Livi.
"Baiklah, ayo ke kelas!" ajak Livi sambil menarik tangan Suck yang menahannya.
"Boleh aku tanpa seragam begini?" tanya Suck ragu dengan penampilannya.
"Ya, hari ini hari sabtu. Kelas bebas dari peraturan harian, kita hanya akan belajar semau kita. Oh ayolah, jangan bilang kau segan dengan penampilanmu yang berbeda itu?" Suck mengangguk.
"Astaga Suck, kau rapi, apa lagi yang kurang dari itu? Ayolah, kita lewati hari ini dengan santai, aku akan mengantarmu saat pelajaran berakhir." Suck akhirnya setuju dan melangkahkan kakinya mengekori Livi.
KAMU SEDANG MEMBACA
VALET✔
Fantasy(Fantasy) Suck yang dibesarkan di keluarga sederhana tak menginginkan hal lain selain bisa hidup tenang dengan keluarga kecilnya. Membantu ayahnya bertani, merawat kebun di pekarangan rumahnya dengan Sang ibu adalah satu-satunya impiannya. Suck tak...