VALET : Cp 26

102 23 0
                                    


Walau tak habis pikir dengan ucapan Dwarf tua itu, tapi Suck dan Stigra juga Roof tetap mengikuti anjuran Dwarf itu untuk mampir ke perkampungan mereka di balik ujung terowongan, di dalam tanah yang gelap. Begitu memasuki pintu di salah satu terowongan, Suck dibuat kagum dengan penampang kampung para Dwarf yang unik. Rumah-rumah kerdil dari tanah membentang sejauh setengah kilometer dan lampu dari minyak tanah menghiasi setiap sudut tempat itu, menjadikannya terang sebagai pengganti matahari. Ada lubang-lubang kecil dari selang yang sangat panjang terhubung ke permukaan tanah sebagai sumber oksigen para mahluk kerdil itu. Suck tak akan pernah tau ada perkampungan seperti ini jika tidak melihatnya langsung.

"Alfa Tersuck, dia yang membuat terowongan itu saat dia bersembunyi dari tangkapan dewa dan bangsa Elf mengusirnya lalu mengklaim semuanya sebagai milik mereka. Dan pria yang mengaku putra Tersuck itu yang membantu kami membuat selang-selang ini. Kami takkan melupakan kebaikan itu," jelas Dwarf tua itu.

"Kau tahu di mana tanah terdalam?" tanya Suck penasaran dan gadis Endlos itu sangat senang saat Dwarf itu mengangguk.

"Mau menunjukkannya pada kami?"

"Dengan senang hati. Besok, kita akan pergi ke sana!" ucap Dwarf itu malas.

"Tidak bisa, kita harus segera! Dunia atas sudah sangat kacau, jika terlambat sedikit saja, seluruh Ewigkeit akan mengalami kehancuran, tolong beritahu di mana tanah terdalam berada?" desak Stigra.

"Kalau kau ingin segera maka pergilah seorang diri!" tegas Dwarf itu. Namun salah satu Dwarf yang lebih muda datang memohon padanya.

"Ayah, mari membantu mereka. Bukankah keluarga mereka sudah banyak membantu kita, terutama Alfa Tersuck. Kumohon Ayah," lirih Dwarf muda. Tapi ayahnya tak berpaling.

"Baiklah kalau Ayah tak mau, aku yang akan pergi karena aku tahu jalannya." Dwarf muda mengambil keputusan.

"Aku juga ikut!" seru beberapa Dwarf muda lainnya.

"Pergilah! Lakukan apapun yang kalian ingin lakukan!" ucap Dwarf tua sambil meninggalkan putranya dengan wajah masam.

"Kau serius ingin pergi dengan kami?" tanya Suck tak rela ayah dan anak itu selisih paham.

"Aku tidak pernah mengambil keputusan seberani ini selama hidupku, tapi aku sangat yakin," sahut Dwarf muda.

"Baiklah, kita berangkat sekarang!" ucap Stigra dan kelompok itu bergerak meninggalkan pemukiman para Dwarf dengan tatapan penuh arti Dwarf tua pada putra bungsunya yang sudah mulai mampu mengambil keputusan sendiri.

"Selamat jalan putraku, semoga kau tetap menjadi seperti yang kuharapkan," lirih Dwarf tua itu sambil menutup pintu terowongan. Namun beberapa menit setelah dia menutup pintu, tiba-tiba suara ketukan kembali terdengar dari pintu baja itu. Seluruh Dwarf saling pandang, belum pernah mereka mendapat tamu dengan ketukan sekeras itu,  tapi Dwarf tua penasaran dan membukanya.

"Siap-" Matanya membelalak saat ratusan tentara Schutz memasuki pemukiman dengan Dwarf tua yang terkapar tak bernyawa.

"Bunuh semuanya! Jangan biarkan tersisa sedikitpun!" Dan suara lolongan memilukan mewarnai pemukiman Dwarf yang seketika bermandikan darah.

****

Grey dan rombongan kecilnya mulai mengevakuasi seluruh penduduk Valenos untuk sebuah kejutan perang yang lebih besar. Quen, Tekla dan Linnea menatap nanar ke arah Schutz yang hampir rata. Bayangan sekolah hebat yang menyenangkan membuat mereka syok dengan perubahannya. Satu persatu jasad teman-teman mereka terlihat bergelimpangan di seluruh areal lapangan, di depan kelas dan di beberapa sudut sekolah. Tak ada yang tersisa bahkan para staf penjaga sekolah, mereka mati dengan luka sabetan di leher yang sangat dalam.

VALET✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang