VALET : Cp 16

111 22 0
                                    


"Apa maksudmu? Apa yang ada di bawah tanah Schutz?" desak Stigra.

"Itu ...." Suck menghentikan ucapannya saat cahaya senter mengenai wajahnya. Itu milik penjaga sekolah yang sedang patroli malam.

"Hei! Apa yang siswa Rot lakukan di sini?! Harusnya kalian latihan malam ini!" teriak pria penjaga itu. Suck menarik Stigra meninggalkan lapangan menuju tempat pertandingan malam di aula besar milik Schutz.

Sudah menjadi kebiasaan Schutz mengadakan lomba adu kekuatan setiap awal pekan dan malam harinya akan mengadakan pertandingan antar semua klan dan kelas. Siapapun boleh memilih lawan untuk adu kekuatan dan kematian takkan jadi masalah jika tak ada pihak yang merasa dirugikan.

Suck berjalan mengelilingi kerumunan mencoba memahami situasi apa yang sedang berlangsung di ring pertandingan. Di lingkaran itu terlihat Quen menghajar habis-habisan salah satu siswa hebat dari kelas Grün dan ketika gadis lawannya mengatakan menyerah, Quen tampak tersenyum penuh kepuasan dan melambai dengan sombong.

" ... menjadi pilihan bisa membawamu pada kematian ...."

Ucapan Tion menggema di telinga Suck saat melihat bagaimana Quen merasa bangga menjadi pemenang, tanpa tahu bagaimana nasibnya jika dia keluar sebagai sang pilihan.

Suck mengingat dengan jelas apa yang dia lihat di ruangan Valetium itu. Saat kepala Suck mendongak, Suck dengan jelas melihat satu gadis diperintahkan membunuh satu gadis yang yang sangat mirip dengannya dan bagaimana mereka dengan kejam membiarkan wanita itu menyobek-nyobek tubuh wanita itu. Belum lagi beberapa wanita yang terlihat merintih kesakitan dengan banyak selang di tubuhnya. Suck sangat ingat bahwa mereka adalah orang-orang yang tercatat di tugu memorandum Schutz sebagai perwakilan dari orang-orang pilihan yang berhasil menjadi juara di kelas mereka masing-masing.

Memikirkan itu membuat Suck menjadi penasaran rahasia apa yang sedang ditanam Schutz dan kegiatan apa yang mereka rencanakan. Belum mendapat jawaban atas pertanyaannya, Suck malah dikagetkan dengan suara microphone yang mendesing saat disentuh Wilma Egefride, Sang kepala sekolah.

"Malam ini merupakan malam spesial kita, karena turnamen rutin ini dihadiri langsung oleh kepala pengawas Schutz yang terhormat Nansen Orlondo, beliau akan hadir bersama kita dan akan membawa kabar baik yang sangat sulit untuk kalian tolak nantinya," jelas Wilma.

"Untuk Tuan Nansen Orlondo, kami persilakan." Semua siswa menatap fokus ke arah pintu masuk yang kini seorang dengan rambut kuning memasuki aula dengan langkah tegapnya, meraih mic dan menatap intens ke arah seluruh siswa yang berkumpul. Suck tak sekalipun mengalihkan perhatiannya dari pria asing itu.

"Hai semuanya! Selamat malam! Seperti ketentuan yang sudah mengakar di Schutz, kegiatan turnamen malam di awal pekan kembali kita lakukan dan kelihatannya berjalan dengan baik. Satu dua korban meninggal bukan masalah karna itu bagian dari peperangan." Tangan Suck terkepal mendengar ucapan itu. Bagaimana semua orang di Schutz menganggap kematian adalah hal yang wajar untuk dilakukan dan tidak ada pembunuhan dalam kamus uji banding Schutz, jika kau menuruti emosimu, maka kau akan berakhir sebagai mayat yang sia-sia.

"Kali ini saya selaku pengawas Schutz ingin menyampaikan 2 kabar untuk kalian, yang pertama adalah kabar bahagia, siapa yang menjadi sepuluh besar dalam turnamen ini, maka kalian diperbolehkan mengunjungi istana, tapi kabar buruknya, seperti kebebasan yang kalian raih, kalian yang memasuki istana harus bisa mengalahkan prajurit pilihan di istana agar bisa keluar dari sana hidup-hidup!" jelas Nansen membuat para siswa terdiam mendengar penjelasan di akhir. Salah seorang dari siswi Glab mengangkat tangan.

"Pertarungan di istana adalah pertarungan sebenarnya?" tanyanya.

"Tentu, tak ada permainan dalam kamus bangsa Elf. Jika kau berhasil maka kau bisa pulang dengan kakimu tapi jika kalah kau bisa pulang dengan tandu mayat," jelas Nansen lagi.

"Dan jika kalian berhasil pulang dengan kaki kalian, maka kalian akan mendapatkan tempat di tugu memorial dan kelangsungan hidup keluarga kalian akan terjamin selamanya." Ucapan akhir Nansen mengubah mood para siswa yang mendengarnya. Semua ingin bertarung, semua ingin menang dan menjadi sepuluh besar kecuali 2 orang yang tidak menunjukkan antusias sedikitpun, Stigra dan Suck tentunya. Stigra hanya ingin bertepuk tangan dan sedikit tersenyum sedang Suck hanya diam tanpa melakukan apapun. Tanpa bisa dihindari, kini Suck dan Nansen saling tatap dengan tatapan yang mengintimidasi satu sama lain, seakan-akan mereka sedang bertarung dengan netra mereka.

"Aku akan menghancurkan tempat yang hina ini, Nansen Orlondo! Sudah cukup waktu untuk Elf mengatur dan menguasainya, kini giliran orang lain untuk menanganinya," tekad Suck optimis.

"Ada apa? Kau ingin bertanya?" tanya Nansen ke arah Suck yang tidak menyadari pertanyaan itu untuknya hingga Stigra menyenggolnya.

"Akh, tidak Tuan," jawab Suck sedikit gugup.

"Lalu kenapa kelihatannya kau sangat memperhatikan saya dari tadi? Apa Ada yang salah pada penampilan saya?" Suck cepat-cepat menggeleng untuk mengurangi rasa gugupnya mendapat tatapan super menyelidik dari Nansen sedemikian rupa.

"Saya hanya mengagumi Anda, Tuan. Rasanya sangat asyik di posisi itu, mendapat kepercayaan dari pihak Kerajaan Elves dan bisa dengan bebas mengunjungi semua tempat yang kita inginkan, bukankah itu kelihatannya sangat mengasyikkan? Saya ingin seperti Anda tepatnya," ucap Suck merasa bangga dengan mulutnya yang dengan cepat menyusun kata-kata yang demikian indah. Stigra sendiri tak bisa menghentikan dirinya untuk memuji gadis di sebelahnya dalam hati, gadis itu kalau sudah marah memang menghancurkan hati tapi kalau sudah memuji, sangat menerbangkan hati, itu terbukti dari raut Nansen yang berubah sangat riang dan senyum tipis hadir di sudut bibirnya.

"Kau akan meraihnya, bahkan lebih kalau kau benar-benar bersungguh-sungguh dalam latihan. Aku mendoakanmu, Nak!" Suck tersenyum puas dengan pujian Nansen yang sepertinya mulai jatuh dalam kata-katanya yang manis.

Wilma memulai pertandingan, satu persatu dari siswa yang menunjukkan kemampuannya. Ada yang menggunakan kekuatan air yang membasahkan hampir seluruh aula, ada yang menggunakan angin yang nyaris menerbangkan rambut palsu Tuan Oksin-Sang guru kesenian dan juga menerbangkan rok tipis bu Hara-sang wali kelas Rot yang akhirnya lari dengan terisak malu ke kantornya, juga ada yang hampir dibunuh Nansen karena berani menimpa pria itu dengan kekuatan tanah mereka. Persaingan sangat sengit atas nama istana walau mereka tahu mereka bisa mati di sana.

Setelah penantian panjang, dan mengalahkan beberapa orang, akhirnya tibalah giliran terakhir Suck yang maju dengan ragu karena belum yakin dengan kekuatannya. Di sudut lain gelanggang terlihat salah satu murid terbaik dari kelas Grün yang memasang kuda-kuda untuk menyerang Suck yang mencoba bersikap santai. Pria dengan lensa mata hijau itu mengeluarkan cahaya hijau dari tangannya yang tiba-tiba berubah menjadi ratusan lebah penggigit yang sangat besar dan mengejar Suck yang berlari mencoba menghindar. Suck seketika menjadi bahan ledekan seluruh siswa Schutz karena ekspresi gadis itu sangat lucu saat berlari dengan berteriak kencang yang memekakkan telinga.

"Lihatlah bocah gunung itu, dia sangat membosankan! Dengan lebah saja takut, harusnya dia melawan dengan kekuatannya yang kecil itu!" ejek Quen di barisannya.

"Sungguh anak udik!" sambung Linnea. Suck terus saja berlari dan kini memutar arahnya menuju gadis Grün yang masih asyik tertawa, melihat itu, Suck tersenyum evil dan berlari kencang ke arah gadis itu dan menubruknya dengan keras menggunakan kepalanya. Karena tanpa persiapan, gadis Grün itu terjatuh ke lantai dengan kuat. Akhirnya gadis itu terdiam karena pingsan. Suck bersorak bangga melihat dirinya bisa menjadi juara dan Nansen menatap senang dengan teknik Suck yang menggunakan otaknya dibarengi keberaniannya.

"Setelah melalui beberapa babak pertandingan, akhirnya kita menemukan hasil untuk pemenang lomba yang akan berangkat ke istana. Adapun orang-orangnya adalah Lexa, Stigra,  Linnea, Quen, Tekla-" jelas Wilma memberitahukan. Suck memeluk Stigra dengan senang dan tidak menyadari bahwa Nansen sedang  berjalan ke arahnya dan menepuk pundak Suck pelan.

"Dengan kepintaranmu, kau bisa menguasai dunia dan bisa menggantikanku," puji Nansen sambil berlalu. Suck menekan bagian tubuh yang tidak menyukai pria berkaca mata itu.

"Ya, aku akan mengejarmu! Tapi bukan untuk menjadi sepertimu tapi untuk menghancurkan kau dan klanmu tanpa bisa bangkit lagi, Tuan Nansen.

( .... )

VALET✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang