Suck meletakkan tasnya dengan canggung karena tak satupun dari mereka yang dia kenal, Suck hanya bisa menatap teman-teman satu kelasnya dengan tatapan asing begitupun mereka yang tak jarang menatap aneh dan acuh padanya. Suck menggaruk kepalanya yang tak gatal, dia ingin keluar kelas ini untuk mencari lokernya, sebelum beranjak, Suck sempat melirik jam tangannya dan kaget saat jam masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, tapi langit Valenos sangat terang dan sekolah ini cepat sekali dimulainya, jauh berbeda dari Screen dan Endlos City. Suck berandai-andai ke Endlos, pasti dia sedang meringkuk di balik selimutnya di jam segini karena Endlos City masih sangat gelap dan dingin.Sekedar informasi, jarak antara Endlos City dengan Valenos tidaklah jauh tapi keduanya dibatasi portal yang mengubah kecepatan waktu, Valenos 6 jam lebih cepat dari waktu Endlos.
"Hei akhirnya kau datang!" Suara besar dari pintu kelas mengagetkan Suck yang menghilangkan hayalannya. Matanya terfokus pada seorang gadis berambut cokelat yang sedang membagi bagikan jajanan pada hampir seluruh penghuni kelas, dan dengan hati-hati gadis itu memberikan sebungkus roti pada pria yang tadi berantem dengannya di koridor. Awalnya pria itu hanya diam saja, tapi gadis itu sangat gugup sepertinya terlebih saat seorang wanita datang menepuk pundaknya cukup keras, Suck mengenalnya, dia adalah wanita yang tadi juga berantem dengan Suck di koridor. Gadis itu memandang jijik pada gadis pembawa makanan yang semakin menunduk ketakutan. Suck memanjangkan telinganya untuk mendengar apa yang akan gadis sombong itu katakan.
"Kau sudah bertanya sebelum memberikannya?" tanya gadis sombong itu pada si gadis pembawa jajanan, gadis itu menggeleng dan mendapat cengkeramannya keras di bahunya yang membuat gadis pengantar jajanan itu meringgis menahan sakit karena kuku si sombong itu sangat panjang.
"Harusnya kau tanya, Sayang! Stigra, kau menginginkan roti ini?" tanya si sombong pada pria yang masih asyik membaca buku itu, dan pria itu menggeleng tanpa menatap. Suck benar-benar geram dibuatnya, bagaimana mungkin mereka kompak mempermalukan gadis itu.
"Dia tidak mau, kenapa kau berikan?!" bentak si gadis sombong sambil melemparkan seluruh jajanan yang gadis itu bawa hingga tercecer ke lantai. Gadis itu menunduk tanpa bisa melawan karena tak ada yang berani berdiri di pihaknya, mereka semua sama, saat gadis itu membanting makanan, mereka hanya tertawa dan dengan teganya menginjak kue-kue itu tanpa berhenti tertawa.
Tangan Suck terkepal geram terlebih dilihatnya pria itu hanya tenang-tenang saja dengan bukunya dan ketika pria itu memutar kepalanya, matanya beradu dengan mata Suck yang menggeram.
"Psyco! Bagaimana bisa kau membiarkannya?!" batin Suck dengan tatapan marah, pria itu hanya mengedikkan bahunya santai dan kembali fokus membaca. Namun matanya kembali teralihkan saat mendapati Suck sedang berjalan menuju ke arah keributan dengan tangan terkepal, matanya menatap penasaran apa yang akan gadis baru itu lakukan. Segaris siluet senyum tergambar di bibirnya saat melihat Suck menunduk memunguti kue-kue gadis itu yang masih terselamatkan.
"Ini pasti menarik," batinnya penasaran dengan cerita Suck selanjutnya. Gadis pembawa jajanan itu kaget melihat Suck membantunya memunguti makanan yang tercecer.
"Terima kasih," ucapnya lirih. Suck hanya tersenyum tulus.
"Ehm, ini enak," ucap Suck setelah mengunyah sepotong roti bakar yang gadis itu bawa. Gadis itu tersenyum dengan mata berkaca-kaca karena merasa sedikit terhibur dengan adanya Suck yang menemaninya.
"Sudah, biarkan saja! Mereka yang menginjaknya maka mereka yang harus membersihkannya! Kau hanya boleh memungut yang masih bisa dimakan, lagian untuk apa kau melakukan hal sia-sia begini?" ucap Suck membantu gadis itu berdiri, tapi gadis itu menepis tangan Suck pelan.
"Aku sudah terbiasa melakukannya, kau tidak usah ikut denganku, kau akan sama sepertiku," larangnya dengan nada sedih, tapi Suck bukanlah gadis yang mudah, ditariknya gadis itu untuk bangkit.
KAMU SEDANG MEMBACA
VALET✔
Fantasy(Fantasy) Suck yang dibesarkan di keluarga sederhana tak menginginkan hal lain selain bisa hidup tenang dengan keluarga kecilnya. Membantu ayahnya bertani, merawat kebun di pekarangan rumahnya dengan Sang ibu adalah satu-satunya impiannya. Suck tak...