Suck menatap wajah orang-orang di sekelilingnya, mereka tampak memucat seiring suara derap kaki yang mendekat, dan beberapa orang dengan seragam orange blue datang dan membentuk barisan, jika dihitung mereka ada 20 orang, dengan wajah datar dan seseorang dengan baret hitam biru maju sambil membungkuk pada petinggi Endlos yang segera membalasnya."Kami dari Schutz ingin menjemput para anak-anak terpilih dari kotamu," ucap pria itu tanpa jeda. Tampak oleh Suck Sang kepala daerah menelan saliva karena gugup.
"Ya, mereka ada di sini," ucap pak kepala daerah sambil mengangsur sebuah buku tipis yang berisi daftar anak-anak terpilih dari Endlos City. Pria itu mengambilnya dan membacanya.
"Kami akan menjemput mereka ke rumah masing-masing." Pak kepala daerah mengangguk sambil menatap ke arah Suck yang dipeluk ibunya.
"Tapi ...." Ucapan kepala daerah memaksa para penjemput menghentikan langkahnya dan menatap dengan tatapan penuh tanya.
"Itu ... ada kesalahan dengan nama salah satu orang terpilih," ucap kepala daerah membuat Suck dan ibunya melotot.
"Maksud Anda?" tanya Sang penjemput, kepala daerah mendekat dan menunjuk ke arah daftar.
"Nama ini ... seharusnya ini bukan Sammalena Silka," ucapnya menjelaskan.
"Lalu?"
"Lexandra Suckerstine, itu nama yang benar," ucap kepala daerah membuat ibu Suck melotot marah begitupun ayahnya.
"Bagaimana mungkin orang pusat salah mengambil data? Memalukan," lirih pria penjemput itu sambil mengeluarkan sinar biru dari ujung jari telunjuknya yang seketika mengubah nama Malena dengan nama Suck berikut nama orang tua dan alamatnya pada kertas panggilan.
"Katakan pada mereka untuk bersiap, kami akan datang." Dan pria itu menghilang dengan teleportasi yang menakjubkan. Ayah Suck mendekati kepala daerah dan menarik kencang kerah baju pria itu dengan tatapan penuh amarah.
"Kenapa kau sodorkan putriku?! Kau ingin celaka, hah?" bentaknya.
"Jangan terlalu membenciku, Tuan Grey. Semua ini untuk keselamatan kita bersama, kau tentu tidak ingin menambah luka di tubuhmu maupun di tubuh orang-orang Endlos seperti luka potong di telingamu itu bukan? Kumohon biarkan kali ini. Dia bisa saja kalah di sana dan pulang secepatnya, dan kita selamat, apa itu salah?" tanya kepala daerah dengan mimik memohon, ayah Suck melepaskan tarikannya dengan geram.
"Salah? Sejak awal ini sudah salah, Pak kepala daerah!" ucap Ayah Suck berang dan menarik Suck juga ibunya untuk pulang.
"Aku tidak akan membiarkan mereka membawa putriku, Suck tidak akan ke mana-mana tanpa aku!" ucap Ibu Suck bersungut-sungut begitu tiba di rumah. Suck hanya diam di pojokan sambil menatap kosong.
"Aku juga tidak ingin membiarkannya pergi, takkan selama aku hidup. Suck harus tetap di sisiku selamanya," sambung Ayah Suck. Keduanya sepakat untuk menolak penjemputan.
"Lalu bagaimana dengan nasib kalian, Ayah? Bagaimana dengan nasib seluruh penduduk Endlos, Ibu? Apa aku harus mengabaikan mereka?" Ibu Suck mendekati putrinya dan memeluknya erat.
"Itu adalah sesuatu yang tidak harus kau pikirkan Suck!" hibur Ibu menatap penuh sayang pada Suck. Suck memeluk ibunya dengan erat.
"Tapi aku ingin Ibu, aku ingin memikirkannya. Aku ingin memikirkan tempat ini, kalian dan Malena. Jawaban untuk menemukan Malena pasti ada di Schutz, karena dia menghilang setelah berurusan dengan sekolah itu, kumohon biarkan aku pergi," ucap Suck memohon sambil mendongak menatap ibu dan ayahnya.
"Tapi Suck." Suck menahan bibir Ibunya dengan jari telunjuknya dan tersenyum hangat.
"Aku akan baik-baik saja Bu, aku hanya tidak ingin luka robek pada telinga kalian ini menjadi bertambah dengan luka yang akan mereka berikan jika kita menolak, tolong biarkan aku pergi. Aku akan baik-baik saja, toh aku tidak memiliki kemampuan seperti yang mereka cari, aku akan pulang cepat," ucap Suck menghibur kedua orang tuanya yang tidak tahu harus bicara apa. Suasana sepi dan lengang mewarnai perkumpulan orang tua- anak itu, hingga suara ketukan di pintu yang membuat Suck maupun orang tuanya langsung bangkit menemui tamu yang tidak lain beberapa tim penjemput.
"Maaf kami harus membawanya," ucap pria itu. Suck saling melempar pandang ke arah kedua orang tuanya. Pada akhir mereka mengangguk dengan berat hati.
"Baiklah, aku akan mengganti pakaianku dulu," ucap Suck memohon agar diperlambat.
"Tidak perlu, kau hanya akan menambah beban baju kotor di rumahmu, kau bisa memakai seragam begitu tiba di sana," ucap pria itu.
"Bagaimana dengan pakaian harianku?"
"Sudah ada di sana. Kau hanya perlu datang dan bergabung, semuanya sudah dipersiapkan Schutz dengan baik," ucap pria itu lagi. Suck mendengus kesal saat dia bahkan tidak bisa mengganti pakaiannya.
"Kita berangkat sekarang," ucap pria itu, Suck menatap dengan emosi karena merasa diperintah, tapi ayahnya langsung menepuk punggungnya menenangkan.
"Kau harus tenang, Nak. Saat di sana nanti, ada atau tidaknya kemampuanmu, kau harus mengalah dan tidak melakukan apa-apa agar kau bisa segera pulang, Sayang," ucap Ayah membuat Suck sedikit tenang. Dengan berat hati Suck memeluk ayahnya juga ibunya dan mengelus lembut bekas luka di kedua pasang telinga ibu dan ayahnya yang melegenda sebagai tanda kekerasan bangsa Elf pada kedua orang tuanya saat mereka menjadi pekerja di kediaman Elf, setidaknya begitulah yang kedua orang tuanya katakan, dan Suck percaya itu.
Tepat pukul sembilan malam, Suck dan tujuh anak terpilih meninggalkan Endlos tanpa diantar orang tua mereka masing-masing. Suck dengan wajah cukup takjub menatap singa bersayap yang membawa mereka sebagai tunggangan kali ini. Saat berada tepat di bawah bulan yang bersinar cukup terang, Suck dapat melihat api iblis terbang searah dengan arah keberangkatannya. Ntah apa maksudnya tapi Suck yakin bahwa api merah itu ingin memberitahukannya bahwa pilihan yang Ia buat adalah hal yang benar, keraguan yang sempat muncul di benaknya kini benar-benar menguap sempurna. Hingga saat mereka tiba di sebuah air terjun dengan sebuah gua berbentuk mulut raksasa terpampang di hadapan mereka, dengan kanan kiri dipenuhi pegunungan yang gelap dan tinggi.
"Apa ini?" tanya Suck sedikit jijik dengan bentuk gua yang menyerupai mulut yang menganga itu.
"Itu adalah batas wilayah Endlos dengan Valenos, hanya orang yang mendapat izin pihak kerajaan Elves yang bisa keluar masuk pintu itu," jelas salah satu penjemput yang berjenis kelamin perempuan dengan telinga runcing. Suck dapat mengenali bahwa wanita itu adalah seorang Elf terlatih.
"Jadi, bahkan untuk mengunjungi ibukota saja, kaum Endlos dan seluruh kaum di Tanah Ewigkeit harus mendapat izin mereka?" Wanita itu mengangguk dan Suck mengembuskan napas tak suka, dan hanya menatap marah saat mereka berhasil menembus pintu yang sejenis portal itu dan membawanya Suck ke tempat yang sangat kontras, karena perbatasan Endlos sangat gelap sedang wilayah Valenos sangat ramai dan terang benderang. Suck menarik bibirnya membentuk senyuman kecut.
"Dasar rakus, membiarkan kaumnya meraih kesenangan tapi menyusahkan orang lain. Aku benar-benar bersyukur jika ada seseorang yang terpilih untuk menghancurkan bangsa Elf yang sembrono dan rakus ini," gumam Suck membatin. Baru saja Ia senang dengan kemunculan api iblis, tiba-tiba matanya membelalak dengan beberapa gambaran yang otaknya terima saat bersentuhan dengan salah seorang wanita Valenos yang baru saja menubruknya.
"Dia ... dia yang menculik Malena?" Dan wanita itu berbalik menatap Suck dengan senyuman mengejeknya membuat seluruh tubuh Suck merinding.
"Jika kau yakin, tangkap aku!"
( .... )
KAMU SEDANG MEMBACA
VALET✔
Fantasy(Fantasy) Suck yang dibesarkan di keluarga sederhana tak menginginkan hal lain selain bisa hidup tenang dengan keluarga kecilnya. Membantu ayahnya bertani, merawat kebun di pekarangan rumahnya dengan Sang ibu adalah satu-satunya impiannya. Suck tak...