Grey yang mengurungkan niatnya ke hutan tampak kelelahan menebas satu persatu tentara kloningan milik Frederik yang terus bertambah. Quen, Linnea dan Sealter juga tak lebih baik, tubuh mereka telah bermandikan peluh sebesar biji jagung karena tak ada istirahat sejak 2 jam yang lalu.Pertarungan sangat sengit, Linnea mati-matian menghindar dari beberapa pria muda yang memiliki pengendalian elemen yang complete untuk dirinya yang hanya bisa memiliki kemampuan pengendalian air. Quen dan Sealter pun terdesak karena hampir semua kloningan memiliki kemampuan yang mereka miliki.
"Gila gila gila! Kapan mereka matinya!" maki Quen mulai bosan dengan pertarungan akibat rasa lelah yang luar biasa. Belum lagi rasa perih di seluruh tubuhnya akibat luka serangan pada kloningan itu. Hingga tanpa Quen sadari ada sepasang pemuda kembar ingin menikamnya dari belakang.
"Quen!" teriak Sealter memperingatkan, Quen nyaris saja kehilangan kepalanya kalau seseorang tidak dengan sigap menangkis serangan itu.
"Terima kasih," ucap Quen saat pria itu membantu dia berdiri karena sempat terduduk akibat rasa kagetnya. Dan Quen melihat banyak siswa-siswa Schutz yang selamat bergabung untuk berperang.
"Ewigkeit adalah tanah kita bersama, maka mati pun harus kita hadapi untuk menjaganya!" ucap salah satu siswa dengan semangat. Quen tersenyum dan menggabungkan tangan dengan pria itu diikuti seluruh siswa Schutz juga Sealter.
"HIDUP DAN MATI UNTUK EWIGKEIT. HARI INI UNTUK HARI ESOK, MENANG ADALAH TUJUAN SESUNGGUHNYA UNTUK EWIGKEIT!" Mereka meneriakkan iyel-iyel khas Schutz untuk pemersatu mereka dan dengan semangat menyongsong satu persatu musuh yang tentunya menang jumlah dari mereka.
Tiba-tiba tanah bergetar hingga Quen dan teman-temannya terjatuh akibat gempa dadakan. Dan secara tiba-tiba para kloningan berlarian menuju satu titik hitam di dekat lubang kemunculan mereka. Dengan susah payah Grey menajamkan penglihatannya menatap satu titik dengan iring-iringannya.
"Frederik," gumamnya kaget dengan semakin bertambahnya prajurit berwajah kembar raja Elves itu. Quen dan teman-temannya berdiri sejalur dengan Grey dengan tatapan tak percaya saat melihat beberapa kloningan yang mirip dengan mereka, sangat mirip bak pinang dibelah dua, persis.
"Itu aku," bisik Quen melihat 3 orang wanita sangat mirip dengannya.
"Bagaimana anak-anak! Siap bertempur dengan kalian sendiri! Jangan merasa yakin bahwa kalian adalah satu-satunya di dunia ini dengan bentuk itu! Setiap dari kalian yang diundang ke Schutz adalah orang-orang yang terlahir dari kloningan! Orang tua kalian? Mereka hanya pengasuh! Kalian adalah hasil percobaan! Hanya boneka hasil percobaan! Maka jangan bertingkah sok hebat dan sok tahu!" Teriakan Frederik mengguncang mental para siswa itu tak terkecuali Quen tentunya.
"Apa itu benar, Tuan Grey?" tanyanya dan Grey mengangguk.
"Semua anak kloningan terpilih akan diberikan pada ibu yang ingin mengadopsinya, dengan syarat kalian akan dikembalikan ke Schutz jika sudah remaja dan akan dipilih lagi untuk siklus kloningan selanjutnya. Siswa terpilih? Itu hanya janji palsu, siapapun yang terpilih akan jadi bahan percobaan yang akan menjadi ibu untuk kloningan selanjutnya. Yang tidak terpilih untuk itu akan berakhir di meja operasi saat mereka mengubah otakmu menjadi penurut pada kata-kata mereka selamanya!" jelas Grey membuat syok mereka yang mendengarnya.
"Lalu apa sekarang Tuan?" tanya Linnea.
"Kita harus berperang walau mati mungkin mendatangi kita lebih cepat dari yang kita duga," ucap Grey sambil mengeratkan pegangannya pada pedangnya yang penuh darah, siap untuk bertarung hingga akhir untuk istrinya.
****
Api perlahan mulai mengecil dan hilang seiring Alfa Tersuck menghilangkan bentuk Demonnya dan berubah menjadi pria 30 tahunan yang terbilang masih sangat muda. Ditatapnya 3 anak muda di depannya dengan lamat dan serius. Si pria berjubah hijau yang menutupi seluruh tubuhnya yang enggan memperlihatkan keseluruhan wajahnya, Suffer. Si pria dengan rambut ala tentara dan wajah datarnya, Stigra dan terakhir si wanita yang mengenakan seragam merah dan surai cokelat yang tak sekalipun menatapnya, malah membelakanginya dengan punggung bergetar. Suara isakan terdengar dari balik punggung yang memeluk gadis berjubah cokelat yang tak kunjung bergerak.
"Kenapa dia?" tanya Alfa menyentuh pundak Suck dengan pelan. Suck menyeka air matanya dan menatap Alfa dengan lensa mata memerah gelap.
"Dia orang yang tewas untuk kebangkitanmu. Jangan bangga karena kau telah bangun oleh kami, kita hanya berbagi DNA, ntah bagaimana aku memiliki kekuatan layaknya kau dan hidupku juga hidup keluargaku berantakan karena segala sesuatu yang berhubungan denganmu, seseorang yang mengatakan bahwa kau ayahku tapi kau bukan! Ayahku adalah seorang yang selalu melindungiku dan memberiku kebahagiaan, bukan mahluk mengerikan yang memberi kesulitan seperti kau! Kau harus hentikan semua ini untuk semua nyawa yang melayang karena dirimu, Alfa Tersuck!" tegas Suck marah. Alfa tersenyum dalam dirinya, gadis itu benar-benar mewarisi sifatnya. Alfa masih ingat bagaimana dia menyerang ayahnya karena tak suka pada keserakahan orang itu.
"Yngve! Darah serakah itu tak pernah jera untuk menjadi penguasa bahkan sampai ke anak cucunya."
"Apa kau akan bertindak?" tanya Suffer mendesak.
"Tentu, ini akan menjadi pertempuran hidup dan mati kami berdua. Apa kalian mau berpartisipasi?" Alfa memastikan.
"Tentu, Ewigkeit adalah tanggung jawab kami dan aku akan ikut," tegas Stigra. Alfa ingin bertanya pada Suffer tapi pria berhoodie itu tak bicara, hanya mengibaskan ekor mantelnya dan menghilang meninggalkan Alfa yang tersenyum saat menyadari bahwa seluruh sifatnya terbagi ke seluruh keturunannya, dan Suffer adalah versi paling menakutkannya. Alfa menghilang dengan teleportasinya begitupun Stigra yang kini sudah mampu menggunakannya. Sedangkan Suck masih memeluk tubuh Roof dengan erat juga memeluk Malena di sisinya.
"Aku merindukanmu, Mal," lirih Suck memeluk gadis itu. Malena juga memeluk Suck dengan erat tanpa berbicara sepatah kata pun. Suck pikir itu wajar karena Malena pasti sangat terpukul karena harus kehilangan Roof di depan matanya. Namun ekspresi Suck tiba-tiba berubah saat tangannya tanpa sengaja mendarat di kepala belakang gadis itu dan beberapa gambaran yang Suck sangat kenal membuat gadis itu terhenyak di tempatnya.
"Gadis Endlos itu tak akan menyadari bahwa itu bukan kau! Kau nikmati saja hari-harimu di terowongan ini dan dengarkan ribuan jeritan yang akan kecipratan saat tanah ini kuhancurkan dan membuktikan bahwa klan Elf lah yang terbaik di atas segalanya. Bahwa Ewigkeit harus tunduk di kaki Elf selamanya tanpa keberatan!"
Suck melihat itu di pikiran Malena yang dipeluknya dan melihat gambaran saat teman kecilnya itu sedang diikat di bagian tergelap dari terowongan menuju tanah terdalam itu.
Namun, ibarat pepatah yang berbunyi 'Nasi sudah menjadi bubur' Suck sepertinya harus menyesali kebodohannya yang buta oleh rasa rindu tanpa memastikan kebenaran siapa Malena dan kini Suck memaku di tempatnya saat dua tusukan belati tengah bersarang di perutnya tanpa bisa dihindari. Malena yang dia percayai sebagai Malena sesungguhnya itu telah menikamnya.
"Kau," lirih Suck kaget dan terkulai dengan perut penuh darah. Malena palsu menaiki tubuh Suck dan kembali menghujani gadis itu dengan beberapa tusukan.
"Manusia adalah makhluk paling bodoh di dunia ini! Mereka terbuai apapun yang menarik minat mereka dan kau adalah bagian dari diri mereka saat ini!" bisik Malena palsu sambil bangkit ingin meninggalkan Suck tapi dia salah mengira semuanya sudah selesai, Suck bangkit dengan susah payah dan memukul kepala Malena itu dengan tepat. Tubuh kloningan itu terjatuh tanpa tenaga dan cairan merah mulai mengalir di bawah kepalanya yang pecah.
"Manusia memang bodoh dan lemah tapi setidaknya dia ditakdirkan untuk selalu belajar dari kesalahannya dan mengurangi kebodohannya untuk tak tertipu seperti kau!" geram Suck terus berusaha untuk pergi dari tempat itu tapi rasa sakit membuatnya sangat kesulitan.
"Kumohon, biarkan aku hidup sebentar saja, sekedar untuk mengatakan selamat tinggal padanya." Bayangan Malena muncul di pelupuk mata Suck sebelum tertutup rapat, kalah dengan rasa sakitnya, pingsan.
( .... )

KAMU SEDANG MEMBACA
VALET✔
Fantasy(Fantasy) Suck yang dibesarkan di keluarga sederhana tak menginginkan hal lain selain bisa hidup tenang dengan keluarga kecilnya. Membantu ayahnya bertani, merawat kebun di pekarangan rumahnya dengan Sang ibu adalah satu-satunya impiannya. Suck tak...