4 tahun yang lalu
Sania Alluira, seorang gadis yang kini masih bergulat dengan skripsinya itu sangatlah menyukai bayi.
Bahkan di umurnya yang kini sudah menginjak 22 tahun, ia masih sering meminta adik kepada mamanya, Mama Karin. Padahal, ia sudah tidak mempunyai papa karena papanya lebih memilih wanita lain dibandingkan dengan mamanya. Alhasil, setiap Sania meminta adik, ia sering kena marah dan berakhir disuruh membuat sendiri oleh mamanya.
Mama Karin ga tau aja kalau Sania jomblo dari lahir. Kalau pun saat ini Sania mempunyai pacar, ia tidak akan segila itu untuk having sex di luar nikah.
Karena kesukaannya terhadap bayi sangatlah besar, di saat dirinya menemukan seorang bayi yang dibuang disemak-semak, Sania merasa senang sekaligus sedih.
Senang karena bayi ini bisa ia jadikan adik, dan sedih karena kasihan melihat bayi selucu dan sepolos itu dibuang begitu saja.
"Sssttt udah ya sayang, jangan nangis." ucap Sania mencoba menenangkan bayi tersebut.
Sembari menimang-nimang bayi lucu tersebut Sania mencari sesuatu di kotak di mana bayi tadi diletakkan. Sania berniat mencari surat karena biasanya di surat itu ada alasan mengapa si orang tua bayi ini membuang buah hatinya.
Namun, ia tidak menemukan apa-apa di sana.
Sania kembali menatap sang bayi kemudian tersenyum senang. "Gini kan cantik, udah nggak nangis lagi. Sekarang kita pulang, yuk? Oma pasti udah nungguin."
Ah, setelah dipikir-pikir, Sania lebih ingin menjadikan bayi ini sebagai anaknya saja.
***
"Ya ampun, Sania, anak siapa itu kamu bawa pulang?" tanya Mama Karin histeris ketika melihat putri satu-satunya itu memasuki rumah dengan menggendong bayi.
Sania menyengir lebar. "Anak Sania dong." sombongnya.
"Sania, Mama serius. Anak siapa itu yang kamu bawa?"
"Ga tau, tadi Sania nemuin bayi ini disemak-semak sepulang dari bimbingan. Karena kasihan ya udah Sania bawa pulang aja."
Mama Karin menghela napasnya. "Kenapa ga kamu bawa ke kantor polisi atau ke panti aja?"
"Ma, Mama tau sendiri aku pengen banget ada bayi di rumah ini. Jadi, boleh ya Sania besarin bayi ini?"
Mama Karin refleks menyentil dahi putrinya. "Gayamu, skripsi aja belum beres, sok-sokan mau ngurusin bayi. Ga usah aneh-aneh deh."
"Mama, please?"
Mama Karin menggeleng. "Nggak, Sania. Lagian kebutuhan bayi tuh banyak, Mama ga sanggup buat beliin semua kebutuhannya. Kamu tau sendiri restoran sepi banget akhir-akhir ini."
"Pakai uang Sania juga, ya ya ya?"
"Nggak."
"Mama Karin, please lah. Sania udah sayang banget sama bayi ini, biar Mama ga kesepian juga kalau di rumah."
Mama Karin menghela napasnya kemudian mengangguk. "Ya udah, oke. Tapi maaf, Mama ga bisa bantu banyak buat beliin semua keperluan bayi ini."
Sania melompat kecil lalu memeluk mamanya erat, sampai-sampai ia melupakan ada bayi di gendongannya.
"Yes! Makasih banyak, Mamakuuu."
"Heh heh, bayinya kejepit, lepasin."
Sania panik dan buru-buru menjauh dari mamanya, kemudian ia mengelus-elus kepala bayi yang digendongnya. "Huhuhu maafin Mama, sayang."
"Oh ternyata masih waras jadiin bayi ini anak kamu bukan adik."
Sania menoleh ke arah mamanya namun tangannya tetap mengelus-elus kepala sang bayi. "Kalau dipikir-pikir Sania emang cocokan jadi Mamanya ga sih?"
"Iya emang. Oh iya, Mama mau nanya deh."
"Nanya apa?"
"Misalnya orang tua dari anak ini tiba-tiba datang dan minta anaknya lagi, kamu bakalan gimana?"
Sania yang awalnya terlihat bahagia langsung merenung. "Ya Sania bisa apa selain ngasih bayi ini? Tapi ga segampang itu, karena bagaimanapun juga sebelumnya dia udah buang anaknya sendiri. Kalau memang dia benar-benar menyesal, ya Sania kasih. Dan, Sania bakalan minta jatah ke orang tuanya buat ngajak bayi ini main di setiap bulannya atau bahkan minggunya."
Mama Karin tersenyum. "Berarti udah siap ya kalau saat-saat itu bakalan datang?"
"Iya, Sania siap. Tapi semoga aja saat-saat itu ga bakalan datang."
"Doa Mama yang terbaik buat kamu aja. Gimana bimbingan tadi?"
Wajah Sania semakin terlihat masam. "Hhhh, masih ada yang harus direvisi."
Mama Karin mengelus rambut putrinya kemudian berkata. "Gapapa, jadiin bayi ini motivasi ya biar kamu semangat ngerjaiin skripsinya."
Sania mengangguk semangat. "Siap, Ma!"
"Bagus. Kamu udah punya nama untuk bayi ini belum?"
"Tadi Sania kepikiran sama satu nama sih."
"Siapa?"
"Sovia."
Perasaan Mama Karin sudah tidak enak. "Kenapa Sovia?"
"Biar sama kayak aku, namanya samaan sama merek minyak goreng."
Tuhkan...
"Ga sekalian namanya Bimoli aja, San?"
Mata Sania berbinar. "Ide bagus tuh! Nanti kalau Sania punya anak sendiri bakalan dinamain Bimoli aja."
Mama Karin hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Bisa-bisanya Sania kepikiran seperti itu. Tapi, Sovia merupakan nama yang bagus juga.
•
•
•
•Hellooooo!
Huh, lama juga ya aku ga buat cerita. Setahun lebih.
Terkait janjiku tahun lalu di cerita terakhir kemarin, Rich Man, masalah mau buat cerita Doyoung. Maaf ya belum bisa ku penuhi. Soalnya aku ga terlalu bisa ngehaluin dia.
InsyaAllah kalau ada ide dan kehaluanku mau bekerja sama, aku bakalan buat ceritanya Doy.
Tapi jangan ditungguin.
Oh iya, gimana mau lanjut ga???
Nanti aku update chapter 1 nya ya, sekitar jam 22 atau 21 WITA.
Masalah update, ga bisa sesering dulu ya yang hampir tiap hari update, palingan seminggu 1-2 kali doang tapi kalau ada ide dan waktu lebih, bisa aja update lebih banyak. Soalnya aku udah kelas 12 ditambah sebentar lagi aku prakrin :(
Anyway, covernya masih dengan desain yang dulu ya. Soalnya aku males banget buat bikin desain baru hshshshshs. Ralat, ngedit cover maksudnya.
Ditunggu ya chapter 1 nya!!
Sampai jumpa nanti malam. Jangan lupa makan malam semuaaa.
KAMU SEDANG MEMBACA
What's Wrong with My Boss? | Jaehyun
FanfictionHidup memang penuh dengan kejutan dan tidak dapat disangka-sangka, jadi tidak usah kaget jika suatu hari nanti kamu dilamar direktur.