chapter 16

861 157 21
                                    

------ • ------

'TRIRIRIT!'

Pagi hari. Kuawali dengan muka masam dan berantakan, beranjak cepat kearah meja dimana terletak ponsel yang berdering cukup keras disana. Tak peduli kini kakiku tersandung kaki meja, yang membuatnya sedikit berdenyut nyeri. Siapa pagi pagi buta begini menelpon? Tidak mungkin tukang tipu begitu rajinnya melancarkan aksi pada pagi hari.

Apa ibu ya?

Mataku menyipit, ketika melihat nama yang tercantum disana. Unknown? Siapa? Aku belum menyimpan nomor ini. Apa jangan jangan memang tukang tipu ya?

"Halo?" Aku memberanikan diri untuk membalas, walaupun agak takut sih.

"Oi."

Ini suara yang ku kenal.

"Suna san?"

"Hm."

"Ngapain?"

"Liat ke jendela sekarang."

Batinku terkejut, mengetahui bahwa orang yang menelepon ku bukanlah ibu maupun tukan tipu. Aku menoleh kearah jendela yang terletak dikamarku, entah kenapa rasanya penasaran dengan apa yang dikatakan oleh orang ini. Ada apa ya?

Kini, kulihat pekarangan rumah yang berhias banyak tanaman dari jendela atas. Ada suna san! Dia tidak memakai seragam alias hanya berbalut jaket, pasti mau ambil seragamnya. Pria itu tiba tiba menengok kearahku, dengan mata sipit yang datar aku seakan tau kalau memang tujuannya adalah seragam.

"Aku kebawah." Ujarku lewat ponsel.

"Sekalian siap siap, aku tungguin."

"Ha? Aku berangkatnya ga sekarang. Kepagian."

"Gausah banyak omong, buruan."

PIP.

Suna san mematikan telepon duluan, mungkin saja dia tidak mau lama lama berdebat. Tumben.

"Idih, ini kan masih pagi banget." Wajahku berubah muram, tak percaya harus berangkat sepagi ini.

"Yaudah, deh nurut aja. Dia kan lagi ngambek, ntar tambah jadi gimana." Lanjutku mengoceh sebal.

Kutaruh ponsel ke meja, dan mengambil handuk. Kini tujuanku adalah bersiap secepatnya karena mengetahui ada orang yang menungguku diluar. Mengingat tadi malam suna san marah kepadaku, jadi aku tidak ingin mengecewakannya lagi. Sungguh sangat baik hatiku ini.

Baiklah, ayo buru buru!

SWWUUSSH..

SWWUUSSH...

"siap!"

Sentuhan terakhir dari segalanya adalah menguncir rambutku dengan gaya kuncir kuda. Sejak dulu aku gemar memakai gaya ini. Selain tidak ribet, ini juga dapat membuat tengkuk dan leherku sedikit dingin akibat diterpa angin.

Mataku menangkap wajah gitchi dari cermin, sangat cantik. Diam diam aku berpikir, jika mereka semua tau wajah asliku bukan ini, dan aku bukanlah pemilik dari raga ini, apa mereka akan tetap berteman denganku? Apa mereka akan tetap mau bicara denganku? Yah, aku tak tau. Mungkin saja mereka akan menjauh dariku, mungkin.

Tap.. Tap.. Tap..

Cklek..

BLAAM..

Wajahku mengadah kedepan, melihat kearah manusia yang sedang bersender pada pagar rumahku yang sejak tadi malam terbuka. Aku tidak mau menutupnya karena takut akan kesusahan jika membukanya nanti. Tapi cukup bahaya juga sih, jika ada maling bagaimana? Aduduh..

CONTINUE || Haikyuu!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang