------ • ------
Waktu menunjukkan pukul tujuh malam.
Entah apa yang dilakukan oleh beberapa remaja mengesalkan ini dirumahku. Atsumu, osamu, dan suna masuk seakan rumah ini adalah miliknya seorang. Mereka masak ramen, membuat jus, dan berkaraoke ria di ruang tamu rumahku ini. Ingin rasanya hati kecilku mengusir, tapi yasudahlah.
"Huh, kalian nggak pulang? Aku sudah mengantuk tau." Mulutku menguap lebar, membuktikan bahwa perkataanku barusan adalah jujur.
Mereka tampak acuh, sibuk melakukan segala kegiatan masing masing. Suna san yang sibuk memainkan ponsel, atsumu kini sibuk berkutat dengan mic, dan Osamu yang nyenyak tidur diatas sofa empuk milikku. Ah, masa bodo deh, terserah mereka.
"Yo! Gitchi Chan. Mari bernyanyi bersama!" Atsumu menarik lenganku, membuat tubuh mini ini agak linglung akibat berdiri terlalu cepat. Tak ada akhlak memang, menarik orang sembarangan. Sudah tau tubuhnya lebih besar, cih seenaknya saja.
"Pelan pelan dong."
"Hehe."
Alunan musik tanpa suara pengisi kini berputar, mengalunkan nada yang riang nan indah membuat siapapun hendak berjoget ketika mendengarnya. Tak terkecuali diriku, begitu mendengar ingin rasanya segera menari seakan semua masalah telah raib hilang ditelan bumi.
Disela musik yang menyenangkan, ada saja hal menyebalkan membuat telingaku kini berdengung kencang. Yah, atsumu bernyanyi fales sekali membuat lagu yang berkumandang menjadi semakin hancur terdengar. Fyuuh, padahal ini sudah malam loh, bisa bisa membuat satu perumahan riuh.
"Atsumu san, lebih baik kamu berhenti deh."
Dia acuh. Sibuk bernyanyi tanpa mendengar saranku barusan. Padahal kan ini demi kebaikannya. Daripada harus berurusan dengan para warga yang marah marah, lebih baik berhenti bukan?
"Atsumu san--"
BUK!
Bantal sofa yang kelihatan cukup empuk mendarat di kepala si pembuat ulah. Kini Osamu memasang tampang sebal, mungkin kesal karena kelakuan saudaranya yang cukup random itu. "Atsumu babi, bisa nggak kamu diam sehari aja?"
Disela bantal yang merosot, sedikit demi sedikit tampang menyebalkan atsumu terlihat. Begitu geram dengan kelakuan Osamu yang secara tiba tiba melempar bantal kearahnya. Ia mengambil mic, lalu berteriak kencang sekali di telinga osamu.
Tentu saja setelah itu mereka bergelud ria.
"Kelihatannya tak akan pernah damai ya."
Aku duduk, bersebelahan dengan suna san yang sedang sibuk memainkan ponsel. Rasanya, suna san dengan ponselnya adalah dua makhluk yang tak akan bisa terpisahkan. Kelihatan serius sekali dia memandangi layar gawai yang cukup terang itu. Aku melirik, cukup penasaran sih sebenarnya.
"Serius amat. Liat apa sih?"
Aku berlagak ingin merebut ponsel milik suna san, membuat dia sedikit terkejut karena ulahku. Suruh siapa terus sibuk dengan ponsel itu, ujung ujungnya aku kepo juga kan dengan isi didalamnya.
Dia berdiri, mengangkat ponselnya tinggi tinggi keatas. Tentu saja aku tak bisa menggapainya. Terlalu sulit untuk tubuh yang kecil begini menyeimbangkan diri dengan tubuhnya yang tinggi dan besar. Sial.
"Pendek."
Cih, mengesalkan sekali tampangnya. Begitu ingin kutonjok. "Nanti juga tinggi sendiri."
"Kapan?"
"Tunggu aja!"
Pipiku membulat sempurna. Kembali duduk di sofa dan mengambil setoples kacang. Suna san yang melihat itu langsung kembali duduk di sebelahku. Entah kenapa aku jadi curiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
CONTINUE || Haikyuu!
Fiksi PenggemarBukankah aku sudah mati? Kenapa aku ada disini? Aku tidak akan pernah melupakan fakta bahwa aku secara ajaib melanjutkan hidup sebagai cewek kelas satu yang dikenal dingin dan pendiam di karasuno high school. Dengan kata lain, aku berada di dunia ha...