------ • ------
Tanganku kini dibalut perban, menatap sinar matahari dari jendela bus sambil memikirkan kejadian tadi. Jujur, aku masih bingung sama kode yang tertulis rapih di telapak tanganku.
Bukan, sebenarnya apa itu beneran kode?
"Gitchi, kamu kenapa? Pusing? Mau muntah kayak hinata?"
"Ah, nggak kok."
"Tapi muka kamu pucat. Apa karena tanganmu ya?"
Noya san yang duduk didepan kursi ku lantas bertanya khawatir. Nggak biasa dia sibuk begini tentang kondisiku. Biasanya juga tidak sampai seperti ini, pfft imut.
"Tanganku nggak apa apa."
"Beneran?" Sekarang kageyama yang bertanya.
"Iya aku gak apa apa, kalian gak usah khawatir."
Noya san cemberut. "Memangnya tanganmu kenapa sih?"
"Kan aku udah bilang, tanganku cuma tergores— noya san."
"Tanganmu tergores gara gara kuroo san?" Kageyama buka suara.
"Gak, sepertinya nggak."
"Terus gara gara apa dong?"
"Mana ku tahu."
Mereka mendatarkan wajah, kembali sibuk dengan urusannya masing masing. Lain halnya denganku yang kini sibuk melamun entah karena tanganku, atau mimpiku sebelumnya.
Soalnya membingungkan banget sih.
Ponselku berbunyi, menampakkan nama ibu di layarnya. Sejenak aku tertegun, melamun beberapa saat kemudian menjawab panggilan itu.
"Ibu?"
"Kamu udah pulang kan?"
"Eh, iya. Aku lupa kabarin ke ibu, maaf ya."
"Nggak apa, ibu udah tunggu di sekolah kok. Bus kamu lagi dijalan menuju sekolah kan?"
"Iya bu."
"Oke, ibu matikan ya."
"Iya."
Panggilan kemudian mati, disertai dengan perasaan janggal yang ada di benakku. Perasaan janggal agar mengungkapkan semuanya kepada ibu. Tentang diriku, tentang asal usulku.
Berpikir kalau selama ini aku jujur hanya kepada teman teman dan bukan kepada orangtuaku sendiri.
Sepertinya aku memang harus segera bicara tentang hal itu. Tidak mungkin ibu akan terus berpikir kalau aku memang gitchi, anak semata wayangnya. Dia adalah orang yang memang harus tau tentang hal ini. Harus.
"Gitchi."
"Eh iya?" Aku tersentak.
"Kamu kenapa bengong? Kita hampir sampai nih."
Noya san dan tanaka san menatapku khawatir. Kulihat kageyama juga menatapku seperti itu, terlihat sekali— tidak seperti biasanya.
"Oh? Hahaha." Aku menggaruk tengkuk. "Maaf ya, aku sering bengong."
Mereka lihat lihatan, kemudian kembali berbincang satu sama lain. Kulihat kageyama menatapku nanar. Kelihatannya hanya dia yang terlihat sangat khawatir.
"Kenapa? Di wajahku ada sesuatu?"
"Iya."
Aku terperanjat. "Ada apa?"
"Ada ketakutan."
Lagi lagi aku terperanjat. "Ketakutan? Untuk apa?"
"Mana ku tahu, harusnya aku yang tanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
CONTINUE || Haikyuu!
FanfictionBukankah aku sudah mati? Kenapa aku ada disini? Aku tidak akan pernah melupakan fakta bahwa aku secara ajaib melanjutkan hidup sebagai cewek kelas satu yang dikenal dingin dan pendiam di karasuno high school. Dengan kata lain, aku berada di dunia ha...